Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dikandangkan ke Lapangan Banteng

Tak hanya melibas Bappenas, UU Keuangan Negara pun memangkas wewenang Kementerian BUMN.

13 April 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LOBI Kementerian BUMN lebih mirip gudang usang. Ruangnya luas, tapi lengang dan muram, dengan langit-langit yang tinggi. Di satu pojok, teronggok sederet sofa dengan sarung cokelat dekil, sobek di sana-sini, dan ditempeli busa ala kadarnya. Sungguh jauh dari citra sebuah instansi yang mengelola Rp 850 triliun aset negara. Entahlah, apa karena itu Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi jarang datang ke sana. Paling ia mampir sesekali saja, kalau lagi ada rapat. ”Habis, Pak Menteri punya kantor banyak, sih,” kata seorang staf mengomentari bosnya. Yang jelas, bangunan di Jalan Dr. Wahidin, Jakarta, yang sudah sepi gairah itu, kini malah terancam tutup sama sekali. Gemboknya telah disediakan. Itulah Undang-Undang Keuangan Negara, yang dalam dua pekan terakhir ini diributkan Menteri Kwik Kian Gie karena juga dianggap telah melikuidasi lembaga yang dipimpinnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tak banyak diketahui, peraturan yang baru disahkan Dewan pada 9 Maret itu juga berpotensi melibas habis wewenang Menteri Laksamana. Bacalah isinya baik-baik. Pasal 6, misalnya, menyatakan: presiden memberi kuasa penuh kepada Menteri Keuangan dalam hal pengelolaan keuangan negara. Dan sebelumnya, menurut pasal 2, yang dimaksud dengan keuangan negara adalah segala bentuk ”kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau daerah”. Di bagian belakang, di pasal 24 ayat 3, soal ini dipertegas. Dinyatakan: Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara. Siswo Sujanto, Ketua Tim Penyempurnaan Manajemen Keuangan Departemen Keuangan, menegaskan, ”Kekayaan dipisahkan yang dimaksud adalah badan-badan usaha yang dimiliki negara.” Memang, kata ekonom Indef, Dradjad Wibowo, tak bisa tidak kesimpulannya adalah, ”UU Keuangan Negara tegas-tegas meniadakan fungsi Kementerian BUMN.” Hal senada disuarakan Paskah Suzetta. Menurut anggota komisi keuangan parlemen dari Golkar ini, semua surat dan keputusan yang keluar dari kantor Menteri Laksamana mestinya tak lagi memiliki dasar hukum. Peraturan Pemerintah (PP) No. 62/2001 dan PP 63/2001 yang melandasi kewenangan Laks di BPPN dan BUMN pun otomatis gugur. Batasnya adalah mulai 10 April, Kamis pekan lalu. Konstitusi menggariskan, jika dalam waktu sebulan setelah diserahkan parlemen, presiden tak juga menekennya, undang-undang itu absah dengan sendirinya. Anggapan pembubaran itu dibantah Siswo. Menurut dia, UU Keuangan Negara tak sekata pun menyebut-nyebut penutupan Kantor Menteri BUMN. Ia mengingatkan, walaupun Menteri Keuangan mendapat kuasa dari presiden, toh itu masih bisa didelegasikan ke Menteri BUMN. Apalagi, katanya mengakui, keahlian staf yang ada di instansinya tak terlalu pas untuk mengurusi badan usaha, karena, ”Kami ini birokrat, sementara BUMN itu perusahaan yang mengejar laba.” Tapi penjelasan itu dinilai Dradjad lucu. Bagaimana mungkin, katanya, seorang menteri melimpahkan wewenang ke menteri lain. Yang ia ketahui, hal itu hanya bisa dilakukan kepada badan atau perorangan di bawahnya. ”Masa, Menteri BUMN jadi bertanggung jawab ke Menteri Keuangan?” Dradjad bertanya-tanya. Menurut dia, yang masuk akal sekarang, Kementerian BUMN kembali ”dipulangkandangkan” sebagai direktorat jenderal di Lapangan Banteng. Kepala Biro Hukum Kementerian BUMN, Victor Hutapea, berpandangan serupa. Dari sisi hukum, Menteri Keuangan memang tak boleh mendelegasikan tugas ke menteri lain. Namun ia buru-buru menambahkan, ”Di republik ini kan semua serba bisa.” Melihat korsleting ini, Dradjad kian bingung. Sepertinya, sewaktu draf digodok, anggota parlemen dari PDIP ketiduran, sampai tak sadar bahwa beleid yang mereka rancang akan menggusur kursi dua pentolan Partai Banteng, Kwik dan Laksamana. Max Moein, anggota Panitia Khusus RUU Keuangan Negara dari Fraksi PDI Perjuangan, enggan menjelaskan kisruh itu. Dia beralasan, ketika hal itu dibahas, ia lagi sibuk luar biasa sehingga tak intensif memelototi pasal demi pasal. ”Sewaktu dibahas, tidak ada yang protes, tuh,” kata Paskah lagi. Jalur di Senayan memang semrawut. Dalam waktu yang bersamaan ternyata juga tengah dibahas draf Undang-Undang BUMN. Yang menarik, isinya jelas-jelas bertentangan dengan UU Keuangan Negara. Rancangan itu justru berniat mempermanenkan kursi Menteri BUMN. Kewenangannya pun diluaskan. Soal penjualan aset negara, misalnya, keputusan final dinyatakan penuh berada di tangan Menteri BUMN. Pendahulu Laks, Tanri Abeng, melihat posisi Kementerian BUMN sebenarnya tak terlalu penting. Ditinjau dari fungsinya, antara lain mendukung anggaran negara melalui pajak, setoran laba, dan privatisasi, ia berpendapat urusan ini semestinya cukup ditempatkan di bawah Menteri Keuangan. Menurut pengalamannya, toh menteri hanya berwenang membuat rambu-rambu, dan tak boleh ikut campur dalam urusan manajemen. Efektivitasnya pun kini dia pertanyakan. Menurut Tanri, dalam lima tahun terakhir lembaga ini dipenuhi birokrat dan orang titipan presiden, menteri, atau elite partai. Semua membawa kepentingan masing-masing. Akibatnya, pengambilan keputusan jadi lambat dan kinerjanya pun terus merosot. Tahun 1990 total aset semua BUMN masih bernilai US$ 200 miliar. Dua tahun kemudian tinggal tersisa US$ 85 miliar saja. Toh, barisan pendukung RUU BUMN belum menyerah. Victor menyatakan pihaknya bertekad mengegolkan draf itu. Sehingga, jika terjadi pertentangan, UU BUMN sebagai beleid terbaru dan lebih khususlah yang mestinya dijadikan acuan. Nama Kabinet Gotong-Royong, sekali lagi, tengah dipertaruhkan. Febrina Siahaan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus