Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dinilai Bisa Suburkan Korupsi, Status Danantara dan BUMN Digugat ke MK

Pemisahan status kerugian Danantara dan BUMN dari kerugian negara dinilai bisa melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

11 Maret 2025 | 07.24 WIB

Presiden Prabowo Subianto ketika meluncurkan badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, 24 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto
Perbesar
Presiden Prabowo Subianto ketika meluncurkan badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, 24 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang dosen hukum, Rega Felix, resmi mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait beberapa pasal dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang dinilainya membuka celah bagi praktik korupsi di lingkungan BUMN dan anak usahanya, Danantara. Ia menilai pemisahan status kerugian Danantara dan BUMN dari kerugian negara justru bisa melemahkan upaya pemberantasan korupsi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam permohonannya, Rega menggugat Pasal 3H ayat (2) dan Pasal 4B UU BUMN yang menyatakan bahwa kerugian Danantara dan BUMN bukan merupakan kerugian negara. Selain itu, ia juga menggugat Pasal 3X ayat (1), Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) yang mengatur bahwa organ dan pegawai Danantara serta pejabat dan karyawan BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurutnya, aturan ini berpotensi menghambat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus korupsi di BUMN. “Unsur utama dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) adalah kerugian negara. Jika sejak awal sudah ditetapkan bahwa kerugian Danantara dan BUMN bukan kerugian negara, lalu bagaimana KPK bisa menindak kasus korupsi di lingkungan BUMN?” ujar Rega saat dikonfirmasi, Selasa, 11 Maret 2025. 

Tak hanya itu, perubahan status pejabat Danantara dan BUMN menjadi bukan penyelenggara negara juga dinilai berbahaya. “Ini bisa menjadi tameng bagi oknum yang ingin melakukan korupsi. Sebab, dalam Pasal 5 UU Tipikor, unsur penerima gratifikasi harus merupakan penyelenggara negara. Jika mereka bukan penyelenggara negara, bagaimana aparat penegak hukum bisa menindak mereka?” ujarnya. 

Rega juga menyoroti kontradiksi aturan ini dengan semangat pemberantasan korupsi yang diamanatkan konstitusi. Di tengah berbagai kasus korupsi besar di lingkungan BUMN—termasuk mega skandal Pertamina—aturan yang memisahkan status BUMN dari negara dinilai sebagai langkah mundur. 

“Kita baru saja dikejutkan dengan kasus dugaan korupsi Pertamina yang merugikan negara triliunan rupiah. Dengan aturan ini, bukan tidak mungkin kejadian serupa akan semakin sulit diungkap,” katanya. 

Ia bahkan membandingkan potensi dampak dari aturan ini dengan skandal 1MDB di Malaysia, di mana dana negara diselewengkan dalam jumlah besar oleh pejabat perusahaan negara. Jika kondisi serupa terjadi di Indonesia, ia khawatir dampaknya akan berujung pada ketidakstabilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, termasuk kalangan akademisi seperti dirinya. 

“Dosen seperti saya juga akan ikut terdampak jika negara mengalami kerugian besar akibat skandal korupsi di BUMN. Kesejahteraan akademisi sangat bergantung pada keberlanjutan ekonomi negara, dan ini tidak bisa dianggap remeh,” ujarnya. 

Dengan dasar tersebut, ia meminta MK membatalkan pasal-pasal dalam UU BUMN yang berpotensi melemahkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik korupsi di lingkungan BUMN dan Danantara. “Kalau aturan ini tetap berlaku, kita bisa saja membuka kotak pandora baru bagi kejahatan korporasi. Ini berbahaya bagi masa depan negara,” tuturnya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus