Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai membantah tudingan adanya lobi dari pengusaha untuk mencegah keluarnya penerapan cukai pada kemasan plastik dan minuman manis. "Tidak ada. itu mungkin dari pandangan Pak Misbakhun, tapi kalau dari kami tidak ada," tutur Dirjen Bea Cukai, Askolani saat ditemui Tempo di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan pada Selasa, 14 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tudingan adanya dugaan lobi tersebut dilontarkan oleh anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun. Misbakhun menduga, tertundanya penerapan cukai pada kemasan plastik dan minuman manis karena ada kelompok pengusaha yang melobi Ditjen Bea dan Cukai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menanggapi pernyataan Misbakhun, Askolani mengatakan Ditjen Bea dan Cukai terbuka akan masalah tersebut apabila ada pihak yang ingin menyelidiki lebih lanjut. Namun ia menekankan, keputusan penundaan cukai minuman manis dan kemasan plastik telah berdasarkan pertimbangan yang menyeluruh.
Menurut Askolani, pemerintah telah mendengarkan masukan dari pelaku industri, kementerian, dan lembaga yang terkait. Selain itu, ia mengklaim telah mempertimbangkan kondisi masyarakat.
Sebelumnya, Misbakhun mencurigai ada pelaku usaha di industri minuman manis dan kemasan plastik yang melobi pihak pemerintah untuk menunda penerapan cukai di dua objek tersebut. Terlebih, rekomendasi penerapan cukai pada kemasan plastik dan minuman manis sebetulnya sudah disetujui DPR sejak 2018.
"Jadi ini kelompok lobi siapa sih perusahaan minuman manis dan produsen kemasan plastik ini yang melakukan lobi ke pemerintah, sehingga ditunda pelaksanaannya ini," kata Misbakhun dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan pada Selasa, 14 Februari 2023.
Menurut Misbakhun, penundaan ini membuat negara mengalami kerugian. Pasalnya, potensi penerimaan negara yang besar menjadi hilang. Karena itu, ia meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kejaksaan Agung segera menyelidiki potensi adanya lobi dari pelaku industri kepada pihak pemerintah.
Dia meyakini soal adanya lobi dari pelaku usaha di dua bidang itu. Sebab, ia sendiri pernah mengikuti focus group discussion (FGD) dengan pihak pemerintah yang membahas soal risiko bisnis apabila cukai diterapkan pada kemasan plastik dan minuman manis. Selain itu, ada wacana membelokan penerapan cukai ini, yang tadinya untuk kemasan plastik menjadi hanya pada tas plastik.
Ia menilai penundaan penerapan cukai pada kemasan plastik dan minuman manis ini juga tak sesuai dengan kondisi Direktorat Bea dan Cukai (DJCB), Kementerian Keuangan yang mengalami penurunan penerimaan secara signifikan. Tercatat penerimaan DJCB tahun ini turun ketimbang tahun lalu, dari Rp 317,77 pada 2022 menjadi Rp 303,19 triliun.
Apalagi, kata dia, pemerintah selalu berdalih penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai rendah lantaran obyek cukainya terbatas. Sehingga, menurutnya, penundaan penerapan cukai ini mencurigakan. Ditambah, pemerintah sendiri yang sebelumnya menjelaskan pengenalan cukai pada kemasan plastik dan minuman manis penting sebagai salah satu solusi atas masalah lingkungan dan kesehatan di Tanah Air.
"Saya harus mengingatkan kembali konsisten dalam mengelola penerimaan negara. Supaya bapak menyampaikan ini ke menterinya Bapak, bahwa ada masalah serius dalam mengelola cukai ini," ujarnya pada Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani.
Pilihan Editor: KPK Ungkap Sulitnya Lakukan Pencegahan Korupsi di Pelabuhan