Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Solusi Kuota Atasi Kelangkaan

Komisi Energi DPR mendukung permintaan Pertamina untuk menambah alokasi solar bersubsidi pada tahun ini sebanyak 2 juta kiloliter menjadi 17 juta kiloliter. Peningkatan kegiatan ekonomi dan penyalahgunaan oleh industri yang tidak berhak diduga menjadi penyebab kelangkaan solar bersubsidi.

30 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Antrean truk saat membeli bahan bakar solar besubsidi di salah satu SPBU di Lebak, Banten, 29 Maret 2022. ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komisi Energi DPR mendukung permintaan Pertamina untuk menambah kuota solar bersubsidi menjadi 17 juta kiloliter.

  • Usulan Pertamina itu akan dibahas bersama Menteri ESDM dan Menteri Keuangan.

  • Selisih harga solar bersubsidi dengan non-subsidi mencapai Rp 7.800 per liter.

JAKARTA – Permintaan PT Pertamina (Persero) untuk menambah kuota solar bersubsidi mendapat dukungan dari Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat. DPR sepakat menambah alokasi solar bersubsidi pada tahun ini sebesar 2 juta kiloliter (kl) menjadi 17 juta kl.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua Komisi Energi, Eddy Soeparno, menyatakan kenaikan kuota solar bersubsidi dibutuhkan untuk menjaga pasokan dalam negeri. Merujuk pada data Pertamina, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi solar terus meningkat sejak akhir 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekan ini, di beberapa daerah, seperti di Banda Aceh, Palembang, Bengkulu, Riau, Banten, Gorontalo, Pasuruan, dan Probolinggo, antrean truk mengular untuk mendapatkan produk tersebut. "Usulan Pertamina ini selanjutnya akan dibahas bersama Menteri ESDM," ujar Eddy, kemarin. Selesai dari Menteri ESDM, rencana penambahan kuota solar bersubsidi selanjutnya akan diajukan ke Kementerian Keuangan.

Tahun ini pemerintah menjatah solar bersubsidi sebanyak 15,1 juta kl. Jumlah tersebut lebih rendah dari realisasi penyaluran pada 2021 yang sebesar 15,5 juta kl. Pertamina memperkirakan penyaluran solar bersubsidi pada tahun ini melebihi kuota karena naiknya permintaan dan kebocoran ke industri. Harga jual solar bersubsidi saat ini sebesar Rp 5.150 per liter, sementara non-subsidi Rp 12.950 per liter.

Mobil angkutan penumpang dan barang antre untuk mengisi bahan bakar minyak jenis solar di SPBU di Banda Aceh, Aceh, 29 Maret 2022. ANTARA/Irwansyah Putra

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mencatat bahwa penyaluran solar bersubsidi pada Januari-Februari 2022 sudah 10 persen di atas kuota bulanan. Di beberapa daerah bahkan tingkat penyalurannya telah mencapai 75 persen di atas kuota. "Secara aturan, kami tidak boleh melebihi kuota. Tapi mempertimbangkan mobilitas dan logistik, apalagi menjelang Ramadan dan Idul Fitri, kami naikkan," kata dia. Pelonggaran tersebut diberikan setelah Pertamina berdiskusi dengan pemerintah.

Melihat kondisi saat ini, Nicke memperkirakan permintaan solar subsidi bisa meningkat hingga 2 juta kiloliter. Karena itu, dia mengusulkan kenaikan kuota subsidi ke DPR. "Perlu dikaji kemungkinan untuk meninjau ulang besaran kuota dengan melihat tingkat permintaan riil," tuturnya.

Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, menyatakan penyaluran solar bersubsidi naik sejak September 2021. Salah satu pemicunya adalah percepatan pemulihan ekonomi, yang berimplikasi pada peningkatan arus barang. Pada kuartal IV 2021, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen.

Kementerian Keuangan memperkirakan ekonomi nasional pada kuartal I 2022 tumbuh 4,5-5,2 persen. Itu sebabnya permintaan masih tetap tinggi saat ini. "Jika kegiatan ekonomi terus meningkat, kemungkinan besar kuota yang ditetapkan 15,1 juta kiloliter tidak akan mencukupi sampai akhir tahun," tuturnya.

Faktor lain yang juga mempengaruhi permintaan solar adalah lonjakan harga komoditas. Kondisi tersebut mendorong kenaikan aktivitas pengangkutan komoditas. Selain itu, disparitas harga yang tinggi menimbulkan perpindahan pengguna solar non-subsidi ke solar bersubsidi. "Ada juga potensi penyalahgunaan. Di beberapa tempat, kami temukan ada penimbunan dan pengoplosan solar bersubsidi," kata Erika.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi, Tutuka Ariadji, menyatakan pemerintah bakal mempertimbangkan masukan untuk menambah kuota solar bersubsidi. Dia mengakui terdapat potensi kuota subsidi jebol. "Diperkirakan ada kelebihan kuota 14 persen atau menjadi 16 juta kiloliter untuk retail jika pengendalian tidak berhasil," tuturnya.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, tak merespons saat dimintai tanggapan mengenai usulan penambahan kuota solar bersubsidi. Upaya permintaan konfirmasi juga dilakukan kepada Deputi III Kementerian Koordinator Perekonomian, Montty Giriana, tapi dia tidak memberikan komentar.

 

Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, menyatakan pemerintah perlu menambah kuota solar bersubsidi seperti usulan Pertamina. Alasannya, harga solar yang melonjak bakal langsung berpengaruh pada kenaikan biaya distribusi dan berujung pada naiknya harga barang. Dampaknya adalah penurunan konsumsi sehingga ekonomi sulit tumbuh.

Menurut Bhima, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara masih sanggup mengakomodasi permintaan Pertamina. "Dananya dari subsidi silang dari kenaikan harga komoditas yang berkontribusi ke penerimaan pajak dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak)," kata dia. Jika kuota tak segera ditambah, Bhima menuturkan, arus kas Pertamina akan semakin tergerus. Selisih harga solar bersubsidi dengan keekonomiannya mencapai Rp 7.800 per liter. Pemerintah hanya menanggung subsidi sebesar Rp 500 per liter, sementara sisanya menggunakan skema kompensasi yang sering kali tidak dibayar lunas pada tahun yang sama.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus