Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dulu Sssst, Kini Berita

Persurat kabaran RRC mulai lebih banyak menyajikan berita yang realistis, bebas mengungkapkan berbagai kepincangan, kecuali yang menyangkut hak asasi.(md)

20 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONSEP berita di RRC telah turut berobah mengikuti langkah modernisasi Deng Xiaoping (Teng Hsiaop'ing). Apa yang mereka kini lakukan, wartawan Barat pasti akan mengenalnya sebagai investigative reporting. Wakil PM Deng memperkenalkan kebijaksanaan yang lebih realistis. Sikap demikian mulai tercermin pula dari pendekatan redaksi suratkabarnya terhadap kehidupan yang nyata. Ada laporan wartawan, misalnya tentang manajer tambang air raksa (mercury) di propinsi Kweichow di bagian barat-daya Cina daratan. Menjadi anggota Partai Komunis, manajer tadi ternyata tidak becus. Ia membiarkan 40 dari 60 teknisi di tambang itu melakukan pekerjaan kasar hingga kepandaian mereka tidak bermanfaat. Satu-satunya insinyur yang dianggap berbobot di tambang itu disuruh menjalankan kereta-kuda. Tadinya ia dicela dalam suatu kampanye politik. Harian Kwangming yang terbit di Beijing (Peking) membuat laporan sang reporter. Diceritakannya betapa semangat kerja merosot di tambang itu, para teknisi tidak mendapat gaji semustinya hanya karena tidak bisa memasuki partai, dan mereka seringkali dipaksa hidup berpisah dari isteri. Bila pekerja dan teknisi menderita keracunan air raksa, sikap pimpinan mengabaikannya saja. Seakan-akan korps wartawan RRC mendapat kebebasan untuk mengungkapkan berbagai kepincangan. Persoalan yang tadinya biasa disembunyikan, kini menjadi berita. Salah-urus, korupsi pejabat, kwalitas produksi yang sembrono, kekurangan makanan dan barang konsumen -- sebagai akibat kekakuan sistem yang berlaku --diberitakan. Dulu laporan semacam itu, jika ada, cuma dimuat dalam bulletin Xinhua untuk lingkungan pembaca yang terbatas. Tapi kini pemberitaannya meluas. Di Harian Rakyat, koran beroplah besar di RRC, pernah memuat kisah tak beres dalam pembangunan proyek petrokimia di Nanking. Semustinya selesai tahun 1972, ternyata ia masih belum setengahnya jadi. Belum ada unitnya yang bisa bekerja. Kerugian di situ ditaksir sebanding dengan US$ 240 juta. Masih di Nanking, suatu survei atas sejumlah proyek konstruksi seperti pabrik, sekolah dan perumahan, menunjukkan bahwa mereka tertinggal 3 s/d 5 tahun dari jadwal semula. Banyak pula bangunan yang sudah secara resmi dinyatakan selesai tidak bisa dipakai. Mutu konstruksinya jelek betul rupanya, kata reporter Harian Rakyat, antara lain disebabkan sulitnya diperoleh material bangunan pada waktu diperlukan. "Banyak proyek terpaksa dikerjakan terbata-bata." Bukan hanya penyaluran bahan bangunan, tapi juga distribusi bahan makanan yang mandeg telah diberitakan pula oleh Harian Rakyat. Reporter koran itu melaporkan kenapa suplai telor menciut di Beijing. Rupanya telor dari komune yang tak seberapa jauh telah memakan waktu 25 hari atau sebulan untuk tiba di ibukota itu. Dari komune ke ibukota, suplai menempuh lima gerbang, lapisan agen pembelian pemerintah: Sesampainya di Beijing, 20% dari suplai itu rusak. Reporter merekam pula keluh-kesah petani. Toko resmi di tempat yang menampung hasil petani telah tidak memberi perangsang. Suatu surat kepada redaksi koran itu memuat pengalaman pejabat partai. Barusan saja pindah ke suatu propinsi di bagian selatan, pejabat itu mengunjungi pasar ikan yang tak banyak menjual. Sesudah antri 2 jam, pasar itu tiba-tiba ditutup, sedang ikannya masih menumpuk. Dia yang menyamar sebagai rakyat biasa bertanya. Petugas pasar menjelaskan ikan itu dicadangkan untuk para pejabat partai saja. Tentang barang bermutu rendah, berita koran cukup menarik. Pabrik Traktor di Kanton, misalnya, diberitakan sejak 1966 tidak menghasilkan traktor yang sesuai dengan standar semustinya. Pabrik Baja Anshan, yang dibanggakan di RRC, diberitakan telah melever pelat yang berkarat dan berukuran tak menentu hingga dicampakkan saja. Ada pula berita keluhan tentang set televisi yang dibikin di dalam negeri. Satu karikatur menggambarkan betapa layar tv kabur dan gelap. Galangan kapal di Shanghai diberitakan lebih memperhatikan target resmi ketimbang mutu kerjanya. Akibatnya, sejumlah awak kapal yang baru saja diluncurkan mendapat kecelakaan maut. Korupsi di kalangan manajer partai yang ditempatkan di industri? Radio propinsi Kiangsi menyiarkan hal itu seperti kasus penggelapan uang dan material di suatu pabrik barang pecah-belah setempat. Semua berita seperti di atas tampak masih investigative reporting dalam skala kecil. Namun isi koran jlas tidak selalu menjemukan dibuatnya. Borjuis? Tambah asyik lagi penyajian Harian Buruh di sana. "Kawan redaktur," tulis Yang U Ping, seorang pekerja pabrik di Beijing. "Ada wanita di bengkel kami yang menjadi anggota Liga Komunis Muda dan selama ini pekerja teladan. Baru-baru ini dia diminta menyediakan foto dirinya supaya dipamerkan atas kehormatannya di pabrik. Dia menyerahkan gambar dirinya dengan rambut keriting buatan. "Bangkitlah komentar tak sedap dari sebagian orang . . . yang mengatakan rambut keriting buatan itu mencerminkan pemikiran borjuis. Pantaskah gambar begitu dipasang untuk menghormati pahlawan buruh?" Redaktur menjawab bahwa wanita yang telah terbukti berjasa tak boleh dituduh borjuis hanyakarenagaya rambutnya. Tadinya, sampai hampir setahun lalu, kaum penata rambut dilarang melayani permintaan keriting. Salon-salon rambut tertentu dulu malah diawasi petugas keamanan supaya gaya nonborjuis saja dikerjakan. Harian Buruh belakangan ini mengatakan model rambut pilihan wanita "bukanlah pedoman" untuk menentukan sikap politiknya. Walaupun ada pendekatan baru, persuratkabaran RRC tampak masih belum sepenuhnya menjadi penyalur pikiran rakyat. Terutama menyangkut Elak Asasi, orang menyalurkan tuntutan melalui koran dinding, kini disebut Demokrasi Dinding, di sekitar Tienanmen, Beijing. Nigel Wade dari Beijing melaporkdn untuk Daily Telegrapi, London, di dinding itu bukan hanya tulisan, tapi juga foto-foto mengandung kritik sosial yang tak mungkin mendapat tempat di media cctak. "Saya mau," demikian satu teks foto yang menunjukkan suatu bocah sedang membentang tangannya. Pemotretnya menjelaskan anak itu meminta banyak yang orangtuanya tak bisa mengabulkan. "Kami mau demokrasi," sebut teks foto lainnya di situ tentang seorang pemuda yang lagi berpikir, berpikir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus