Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Edisi Khusus 10 Tahun Jokowi: Bengkak Biaya Proyek Kereta Cepat Whoosh hingga Wika Teriak Rugi

Alih-alih untuk kepentingan orang ramai, pengamat menilai proyek kereta cepat Whoosh adalah ambisi yang difasilitasi keputusan politik.

30 Juli 2024 | 15.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pelataran stasiun kereta cepat di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, tampak sepi pada Jumat, 26 Juli 2024, sekitar pukul 6.15. Seorang calon penumpang kereta cepat Whoosh, Andi Maulana, mengatakan suasana lengang di Stasiun Halim adalah hal biasa. Sehingga, ia tak pernah khawatir kehabisan tiket untuk tugas perjalanan dinasnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya tidak pernah tidak kebagian tiket. Selalu dapat,” kata Andi yang setidaknya dua kali dalam sebulan ke Bandung, Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo menjajal kereta dengan teknologi canggih ini pada keberangkatan ketiga hari itu, yakni pukul 07.55 WIB dengan jurusan akhir Stasiun Tegalluar. Di dalam gerbong 2, kursi duduk dengan konsep 2-3 beberapa masih melompong. Kurang satu menit dari jadwal alias pukul 07.54, sepur yang disebut bisa melaju dengan kecepatan 350 kilometer per jam itu meluncur. Kereta berjalan deras melewati kota, menyigar sawah, menerobos terowongan, hingga menyalip kendaraan lain yang terlewati rel. 

Tiba di Stasiun Tegalluar sekitar pukul 08.40 WIB, kondisi di sana tak jauh beda dari Stasiun Halim. Sepi. 

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo alias Jokowi meluncurkan Whoosh pertama kali pada 2 Oktober 2023. Nama Whoosh konon berasal dari akronim Waktu Hemat, Operasi Optimal, dan Sistem Hebat. Bekas Gubernur DKI Jakarta itu mengklaim sepur berkecepatan 350 kilometer per jam ini sebagai kereta cepat pertama di Asia Tenggara. 

Corporate Secretary PT Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCIC) Eva Chairunisa mengatakan saat ini rata-rata penumpang harian Whoosh berkisar 16 ribu hingga 18 ribu penumpang pada hari kerja. Ketika akhir pekan Whoosh bisa mengangkut penumpang dari 18 ribu hingga 22 ribu. 

“Puncaknya pada 5 Juli 2024, kereta cepat melayani sebanyak 24 ribu penumpang per hari,” kata Eva dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo pada Senin, 22 Juli 2024.  

Hingga saat ini Whoosh telah mengangkut total 4,2 juta penumpang dengan 48 perjalanan reguler setiap hari. Pada rencana awal, Whoosh ditargetkan bisa melayani 60 kali perjalanan tiap hari. Namun, awal 2025 PT KCIC baru berencana menambah 14 perjalanan, sehingga menjadi 62 perjalanan reguler per hari.

Awalnya, gagasan proyek ini mengapung pada 2008 ketika pemerintah sempat membuat kajian bersama Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA). Namun, belakangan pemerintah Indonesia menggandeng Cina untuk menggarap proyek ini. Pada Januari 2016, groundbreaking atau peletakan batu pertama berlangsung di kawasan Walini, Bandung Barat. 

Selanjutnya baca: Bengkak Biaya Pembangunan Whoosh

Dalam perjalanannya, Whoosh menghadapi aneka situasi yang tak menguntungkan. Dari biaya pembangunan membengkak, menghapus perjalanan kereta konvensional Agro Parahyangan jurusan Jakarta-Bandung, hingga dituding biang rugi PT Wijaya Karya (WIKA) akibat menangani proyek ini. Walhasil, PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) berakrobat dengan bermacam jurus. 

Pembangunan proyek Whoosh menelan biaya tinggi. Awalnya biaya proyek hanya memerlukan investasi US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp86 triliun yang dananya ditanggung korporasi, bukan dari anggaran negara. Namun, rencana ini buyar karena ternyata biaya pembangunan membekak US$ 7,2 miliar atau Rp108 triliun. 

Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, menilai membengkaknya biaya ini merupakan buntut dari tata kelola proyek yang tak baik, terutama dalam manajemen risiko. Senyampang itu, pada akhirnya BUMN mesti menyuntik proyek dengan dana dari APBN. Herry meminta pemerintah menginvestigasi sekaligus mengaudit proyek kereta cepat ini.

“Audit proyek ini, khususnya terkait dengan pembengkakan biaya, nyaris tak terdengar,” kata dia saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan pada Jumat, 26 Juli 2024. “Biasanya ada ‘siluman’ berbaju manusia yang terkait dengan perencanaan proyek.”

Audit itu, menurut Herry meliputi pada masa konstruksi, pelaksanaan proyek, pembengkakan belanja untuk pembebasan lahan, dan pengadaan barang. Menurut dia, biaya yang menanjak tinggi itu tak logis. “Apalagi, proyek ini berpotensi meningkatkan beban APBN di masa-masa mendatang,” ujarnya. 

Oleh karena itu, dia mengatakan pemerintah tak boleh sungkan untuk mengevaluasi total proyek kereta cepat yang dinilai bermasalah tersebut. Kalau proyek ini akan menjadi beban yang makin berat ke depan, Herry menyarankan pemerintah bisa mengambil sikap menghentikan dengan kondisi rugi agar tak menular seperti virus dan mencari solusi agar kereta cepat ini surplus alias tidak rugi. 

“Rasanya yang kedua ini sulit, ya,” kata Herry. 

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus mengatakan pembekakan biaya ini akan berpengaruh terhadap kelayakan proyek ini di masa mendatang. Dia juga meminta pemerintah tak hanya menggunakan perspektif bisnis, tapi menganggap proyek ini bagian dari tugas negara dalam memperkecil kesenjangan infrastruktur nasional. 

“Kalau tidak feasible, tapi tetap harus dikerjakan, maka negara harus hadir memberikan insentif,” kata Yunus. 

Selain soal pembiayaan yang tinggi, PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga pernah menyetip beberapa perjalanan Agro Parahyangan dari Jakarta menuju Bandung pada 24 Februari 2024 demi menarik penumpang agar pindah ke Whoosh. Dari semula 14 perjalanan, Agro Parahyangan kini hanya enam perjalanan.

Dalam laporan Majalah Tempo pada 18 Februari 2024 menjelaskan dua orang yang mengetahui asal-usul proyek Whoosh mengatakan pemerintah menghapus layanan Agro Parahyangan karena bersaing langsung dengan Whoosh.

Studi kelayakan kereta cepat Jakarta-Bandung menetapkan Whoosh harus bisa mengangkut 31 ribu penumpang dalam sehari dengan tiket Rp 350 ribu per orang untuk mencapai target balik modal selama 38 tahun. Jika jumlah penumpang di bawah target tersebut, KCIC berpotensi tekor operasi alias cash deficiency yang pada ujungnya dipikul PT KAI sebagai pemimpin konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, pemegang saham terbesar Kereta Cepat Indonesia Cina. 

Meski demikian, tarif Whoosh jadi bervariatif sejak diumumkan pada 29 Januari 2024, dari awalnya Rp 200 ribu pada hari kerja dan Rp250 ribu pada di akhir pekan kini menjadi fleksibel. Harga tiket Whoosh bisa dari Rp 200 ribu, Rp 275 ribu, hingga 300 ribu tergantung beberapa faktor, seperti jam sibuk, momen liburan, hari kerja, dan waktu akhir pekan. Tempo ketika itu mendapat harga tiket Rp 300 ribu untuk perjalanan ke Stasiun Tegalluar pukul 07.55 WIB dan Rp 250 ribu untuk perjalanan ke Stasiun Halim pada pukul 17.35 WIB.

Selanjutnya baca: Babak Belur karena Whoosh

Presiden Jokowi memanggil Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi, Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, dan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), Didiek Hartantyo, ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 24 Juli 2024. Jokowi memanggil mereka di tengah tudingan PT Wijaya Karya atau WIKA bahwa proyek Whoosh menjadi musabab perseroannya rugi. 

Dwiyana mengklaim dalam pertemuan itu Jokowi mendukung dan mengapresiasi tren positif layanan Whoosh yang telah beroperasi selama sembilan bulan. “Presiden juga menyampaikan dukungannya terkait layanan Whoosh seperti percepatan pembuatan regulasi terkait Kereta Cepat, GSM-R (Global System for Mobile Communications-Railway) serta pembuatan aksesibilitas yang lebih baik untuk Stasiun Padalarang, Tegalluar, dan Karawang,” ujar Dwiyana dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 24 Juli 2024.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito, menuding proyek kereta cepat menjadi salah satu penyebab perseroan merugi pada 2023. Tingginya beban bunga PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PBSI) menyebabkan keuangan WIKA terguncang.

PBSI ialah anak usaha PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang memiliki mayoritas saham PT KCIC sebesar 60 persen. Namun Wijaya Karya menguasai 38 persen saham PSBI. WIKA disebut mencatatkan kerugian Rp7,12 triliun pada 2023. Angka itu membengkak 11,86 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp59,59 miliar.

Agung mengatakan perseroan rugi akibat membayar penyertaan untuk proyek kereta cepat, sehingga harus menerbitkan obligasi yang menambah beban keuangan. Ia mengatakan dari penyertaan yang sudah digelontorkan sebesar Rp6,1 triliun. “Kemudian yang masih dispute (belum dibayar) sekitar Rp5 triliun, sehingga hampir Rp12 triliun," kata dia saat rapat dengan Komisi VI DPR, Senin 8 Juli 2024.

Menanggapi fenomena ini, Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Herry Gunawan, mengatakan kerugian yang diderita WIKA pada tahun lalu sangat dramatis. Beban keuangan WIKA pada 2023 sebesar Rp 3.206 miliar, meningkat dari 2022 sebesar Rp 1.372 dan pada 2021 sebesar Rp 1.157 miliar.

Gayung bersambut, dia mengamini pernyataan Dwiyana. Menurut Herry, proyek Whoosh berdampak sangat serius pada beban keuangan Wijaya Karya yang pada 2023 naik 134 persen. Beban keuangan ini ongkos yang timbul dari pinjaman. Jadi biaya ini merupakan di luar kegiatan operasional dan produksi perusahaan. “Memang sangat dramatis,” kata dia. 

Pendapat Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus setali tiga uang. Dia menyebut kerugian itu bisa saja menimpa BUMN Karya lain yang terlibat dalam proyek ini. Meski demikian, menurut Yusuf kerugian ini pada ujungnya akan ditambal dengan fulus negara melalui Penyertaan Modal Negara. Langkah semacam itu dinilai lekat dengan pemerintahan Presiden Jokowi.

“Karakteristik dari Jokowinomics sepertinya begitu. Mengalihkan tanggung jawab negara untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur pada BUMN, akhirnya BUMN babak belur,” kata dia.

Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunisa, buka suara usai perseroannya ditunjuk hidung. Dia mengatakan seluruh proses pembangunan kereta cepat sudah dihitung dan dikoordinasikan dengan petinggi institusi yang terlibat.

Tak hanya itu, Eva mengklaim pembangunan kereta cepat ditujukan untuk kemajuan transportasi di Indonesia dan dapat meningkatkan konektivitas dan perekonomian antara Jakarta dan Bandung melalui transportasi massal ramah lingkungan yang modern. Terkait klaim penyertaan modal triliunan dari WIKA, Eva mengatakan semua sudah sesuai alurnya.

“Dapat kami sampaikan bahwa dalam prosesnya semua yang berkaitan dengan penagihan di KCIC, harus melalui prosedur administrasi agar semuanya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik,” kata Eva dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 16 Juli 2024.

Selanjutnya baca: Ambisi proyek Whoosh berdampak beban jangka panjang

Alih-alih untuk kepentingan orang ramai, Herry menilai proyek Whoosh ini adalah ambisi yang difasilitasi keputusan politik. Menurut dia fenomena ini berdampak pada beban jangka panjang yang harus ditanggung negara. Herry membaca indikasi itu usai munculnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Selain itu, BUMN juga diprediksi akan jadi korban dari ambisi proyek seperti ini. “Sekarang yang sudah teriak adalah Wijaya Karya. Ke depan, saat beroperasi, yang mungkin teriak adalah PT KAI, pemimpin konsorsium dan pemegang saham terbesar, sekaligus yang menjalankan operasional Whoosh,” kata Herry. 

Dalam catatan Herry, ketika BUMN rugi pemerintah akan menambal dengan Penyertaan Modal Negara yang tak bisa menjadi solusi karena menambah beban APBN . “Kelak, untuk menambal APBN, kalau tidak menambah utang, kemungkinan lainnya memangkas belanja. Biasanya yang kena jatah belanja subsidi. Tambah amblas kantong masyarakat,” kata dia.

PT KCIC mengklaim akan terus berinovasi di bidang angkutan penumpang agar pelanggan bisa terjaga dan meningkatkan pendapatan perusahaan. Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunisa, tak membantah saat ini perseroan ada negosiasi untuk restrukturisasi pembiayaan dari China Development Bank karena dampak tak tercapainya feasibility study yang berdampak pada keuangan perusahaan. 

Eva mengatakan PT KCIC juga akan berkolaborasi dengan destinasi wisata untuk memberi nilai tambah bagi penumpang Whoosh. Kerja sama dengan mitra bisnis untuk mengembangkan fasilitas dan pelayanan di area stasiun dan kereta pun juga dilakoni untuk meningkatkan pendapatan dari optimalisasi aset. “KCIC juga terus melakukan inovasi secara efektif dan efisien agar kinerja keuangan perusahaan dapat lebih lincah dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada,” kata dia. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus