Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pelaku usaha berupaya menahan kenaikan harga produk meski biaya produksi melonjak.
Harga gandum dunia naik 50 persen, jagung 28 persen, dan kedelai 27 persen.
Sri Mulyani menyatakan pemerintah berupaya meminimalkan dampak krisis pangan global.
JAKARTA — Krisis pangan dunia membuat sejumlah pelaku usaha kelimpungan. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Shinta Kamdani, menyatakan keluhan terutama datang dari industri makanan dan minuman yang menghadapi lonjakan harga bahan baku impor serta pasokan yang tersendat. "Di samping itu, ada keluhan dari sektor pertanian karena kenaikan harga pupuk dan pakan yang perlu impor," kata dia kepada Tempo, kemarin, 1 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shinta menyatakan para pelaku usaha berupaya menahan kenaikan harga produk meski biaya produksi melonjak. Setidaknya pada Mei dan Juni ini, mereka masih tertolong oleh sisa stok. "Tetapi setelahnya kami rasa akan sulit untuk menahan kenaikan harga jual di pasar karena peningkatan harga komoditas pangan di pasar global masih terus terjadi," tuturnya. Jika kondisi global masih sama atau lebih buruk, Shinta memperkirakan kenaikan harga terjadi pada akhir kuartal dua atau pada paruh kedua tahun ini.
Kesulitan mempertahankan harga juga dipengaruhi harga energi dalam negeri. Shinta memproyeksi akan ada kenaikan harga energi pada pertengahan tahun nanti sebagai akibat kebijakan kontrol terhadap subsidi hingga rencana pengenaan pajak karbon. Konsekuensinya berarti tambahan biaya pengeluaran pelaku usaha, seperti logistik dan biaya overhead.
Shinta menyatakan ancaman krisis pangan terhadap Indonesia terutama akan sangat terpengaruh kebijakan pemerintah untuk menciptakan stabilitas daya beli serta pasokan dan permintaan produk pangan. Dia menyadari bahwa intervensi yang perlu dilakukan bakal membebani fiskal maupun non-fiskal. "Namun, selama pemerintah bisa prudent menciptakan intervensi kebijakan yang dibutuhkan, saya rasa kita bisa mengendalikan atau meminimalkan efek negatif krisis pangan global terhadap ekonomi nasional," ujar Shinta.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, harga pangan dunia seperti gandum naik 50 persen, jagung 28 persen, dan kedelai 27 persen. Sedangkan Indonesia tercatat sebagai salah satu importir terbesar gandum di dunia dengan total impor 10,3 juta ton pada 2020.
Lonjakan Harga
Berdasarkan data Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan, harga tepung terigu dari gandum di pasar domestik pada April 2022 naik 2,77 persen menjadi Rp 10.840 per kilogram dibanding bulan sebelumnya, Rp 10.840 per kg. Sedangkan pada Januari 2022, harganya masih Rp 10.507 per kg dan pada Februari naik menjadi Rp 10.731 per kg.
Menurut analisis perkembangan harga bahan pangan pokok dari Kementerian Perdagangan, harga tepung terigu dalam negeri dipengaruhi dua hal utama. Pertama, harga gandum internasional, biaya produksi produsen terigu domestik, hingga biaya distribusi. Kedua, keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan pasokan di dalam negeri. Adapun harga gandum internasional pada April 2022, menurut data Chicago Board of Trade, ditutup pada level US$ 397 per ton atau naik US$ 11 per ton bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, US$ 386 per ton.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kenaikan harga pangan global ini dipicu gangguan pasokan bahan pangan akibat serangan Rusia ke Ukraina. Perang tersebut dibarengi dengan sanksi ekonomi, sehingga dampaknya semakin berat. Pada waktu yang sama, komoditas energi pun turut terkena dampak.
Sejak awal tahun, kedua jenis komoditas tersebut konsisten menunjukkan tren kenaikan harga. Harga gas alam, misalnya, melonjak sampai 143 persen, batu bara 137 persen, dan minyak bumi 51 persen.
Menghadapi situasi tersebut Sri Mulyani menyatakan pemerintah berupaya meminimalkan dampaknya. "Disrupsi suplai harus diantisipasi karena ini bukan krisis jangka pendek. Ini cukup struktural di level global," kata dia dalam rapat bersama Badan Anggaran RI pada Selasa lalu.
Penjualan telur di pasar Tebet, Jakarta, 17 Desember 2021. Tempo/Tony Hartawan
Salah satu indikator keberhasilannya adalah pengendalian tingkat inflasi. Dia menuturkan, negara tanpa ruang fiskal yang cukup tidak bisa menahan tekanan dari gangguan suplai dunia, sehingga kenaikan harga langsung disalurkan ke konsumen. "Ini menimbulkan inflasi besar di berbagai negara," kata dia. Inflasi Indonesia per April lalu terhitung masih terjaga di kisaran 3,5 persen.
Peneliti dari Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies, Deni Friawan, menuturkan penting menjaga ekspektasi masyarakat terkait dengan inflasi. "Jika masyarakat melihat inflasi besar, ini bisa diantisipasi dengan aksi menimbun barang dan produsen menahan barangnya," tutur dia. Pemerintah perlu mengelola ekspektasi tersebut dengan memberi sinyal upaya menjaga inflasi. Seperti yang teranyar dilakukan adalah menambah anggaran subsidi energi untuk memastikan masyarakat bisa mengakses energi murah.
Deni menyatakan potensi kenaikan inflasi masih bisa terjadi meskipun dia menilai lajunya tak akan terlalu tinggi. Sebab, belum ada kepastian mengenai akhir dari Perang Rusia versus Ukraina. Di sisi lain, sejumlah negara mulai melarang ekspor beberapa komoditas untuk mengamankan stok domestik mereka. India, contohnya, melarang ekspor gandum dan gula. "Dan ingat, permintaan dari Cina masih belum pulih karena gelombang Covid-19 terbaru. Kalau ekonomi mereka sudah berjalan, permintaan di pasar semakin bertambah, sementara suplainya masih terbatas," kata dia.
VINDRY FLORENTIN
Baca:
Kekhawatiran Defisit Pangan
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo