Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Eh, Diaduk-Aduk Juga

Sgs meminta bea cukai tanjung priok melakukan uji petik terhadap barang impor milik toyota astra motor, yasonta dan kangar. padahal sudah ber-lkp (laporan kebenaran pemeriksaan). (eb)

6 September 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SGS lagi. Surveyor dari Societe Generale de Surveillance itu kembali jadi gunjingan kalangan pengusaha. Gara-gara, belum lama ini, meminta Bea Cukai Tanjungpriok melakukan uji petik terhadap beberapa koli barang impor. Yang terkena ternyata barang impor dari sejumlah perusahaan terkenal seperti Toyota Astra Motor (mobil), Yasonta (barang elektronik Sharp), dan Kangar Consolidated Industries (produsen botol) -- yang dikenal memulai usaha bukan baru kemarin sore, dan bukan petualang. Barang impor milik Astra, misalnya, sempat tertahan lebih dari tiga minggu di Priok untuk ditentukan apakah isi lima peti kemas eks Nagoya itu sesuai dengan Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP). Nyatanya setelah diaduk-aduk, isi peti kemas berupa suku cadang asli mobil Toyota itu sesuai dengan LKP yang diterbitkan perwakilan SGS di Jepang sana. "Untungnya, yang tertahan di Priok itu bukan komponen untuk membuat mobil, hingga penahanan selama itu tak sampai mengganggu jadwal produksi," kata Soemitro Surachmad, Direktur TAM. Kendati masih merasa untung, agen tunggal mobil Toyota itu tetap saja terpaksa mengeluarkan ongkos untuk membongkar dan memuat kembali suku cadangnya ke peti kemas. Tak jelas apakah inspektur SGS yang memeriksa barang di negara eksportir yang membuat kesalahan, atau SGS perwakilan Jakarta yang iseng kirim teleks ke Bea Cukai. "Mungkin SGS dan Bea Cukai belajar dari yang sudah-sudah, ketika banyak usaha penyelundupan justru dilakukan oleh pemilik barang yang ber-LKP," kata Soemitro. Perwakilan SGS di Jakarta, tentu saja, berusaha menjelaskan insiden itu menurut kepentingannya. Menurut Nigel R. Gregory, Penasihat Teknis SGS, uji petik muncul hanya karena kesalahpahaman belaka. "Persoalannya sebetulnya sederhana saja: pengirim barang dari Jepang dan Inggris itu tidak memberitahukan kepada kami ketika proses pemuatan," katanya. Menurut aturan mainnya, memang, sebelum perwakilan SGS mengeluarkan LKP, para inspekturnya harus memeriksa di pelabuhan pemuatan. "Celakanya, ketika barang dimuat, SGS tidak dilibat," tambahnya. Alasan itu jelas terasa aneh. Sebab, menurut aturannya, LKP tak akan bisa terbit sebelum semua barang itu diperiksa dipotret kalau perlu -- dan dibuatkan deklarasinya oleh para inspektur SGS di lapangan. Sesudah itu, LKP dikirim ke Jakarta, yang fotokopinya sekalipun bisa digunakan importir untuk mengambil barang bersangkutan di pelabuhan tujuan. Di dalam LKP itu biasanya dirinci barang apa saja yang dimuat di peti kemas, nama eksportir, lalu harga patokan yang digunakan eksportir -- dan mungkin hasil koreksian pihak SGS bila harga patokan yang digunakan eksportir dianggap terlalu rendah. NYATANYA, barang milik Astra senilai US$ 524 ribu, sekalipun sudah ber-LKP, masih juga diaduk-aduk tidak terkecuali barang milik Kangar Consolidated Industries berupa bata tahan api tiga peti kemas eks Prancis. "Pemeriksaan ulang dilakukan karena di LKP dicantumkan bahwa barang tersebut belum diperiksa," kata Karnaen Sastrasudirdja, Manajer Pembelian Kangar. Kalau pernyataan itu benar, maka aturan main menerbitkan LKP tampaknya sudah diubah oleh pihak SGS. Artinya, dokumen seperti LKP, yang sesungguhnya digunakan untuk melindungi barang itu dari pemeriksaan ulang di pelabuhan tujuan yang terasa menghambat, bisa terbit tanpa ada pemeriksaan fisik inspektur SGS sekalipun. Jika sudah begitu, Inpres No. IV tahun 1985, yang hakikatnya dikeluarkan untuk memperlancar arus barang impor dan ekspor itu, jadi tidak ada artinya karena SGS sewaktu-waktu bisa minta Bea Cukai melakukan uji petik -- meskipun barang itu sudah dilindungi LKP. Perusahaan elektronik Asia Permai, Juni lalu, pernah mengalami uji petik semacam itu atas beberapa peti kemas komponen yang diimpornya dari Singapura. Nyatanya, setelah barang diaduk-aduk, yang teledor memeriksa adalah inspektur SGS di negara pengirim barang juga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus