Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menilai Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan menghadapi tantangan besar dalam membangun kepercayaan investor. Andry menyebut salah satu langkah utama untuk menarik minat investasi adalah memastikan bahwa pengurus Danantara tidak memiliki konflik kepentingan dengan jabatan di pemerintahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andry mengatakan trust dari investor adalah faktor utama dalam kesuksesan Danantara. Namun, struktur organisasi yang masih diisi oleh pejabat publik menimbulkan potensi moral hazard. "Minimal, pejabat publiknya bisa mengundurkan diri dari pemerintahan terkait. Itu akan menjadi sinyal kuat bahwa Danantara dikelola secara independen dan profesional," ujar Andry dalam diskusi "Danantara: Bagaimana dan Untuk Siapa?" secara daring, Senin, 24 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, investor hanya akan tertarik jika pengelola Danantara memiliki latar belakang yang kuat dalam investasi dan tidak terafiliasi dengan kepentingan politik. Selain itu, evaluasi kinerja yang jelas dalam setahun pertama menjadi kunci.
"Presiden harus berani menetapkan target yang bisa dicapai dalam satu tahun, seperti pengelolaan dividen untuk aset strategis. Danantara juga sebaiknya tidak hanya berinvestasi di dalam negeri, tetapi berani ekspansi ke luar, seperti yang dilakukan oleh Temasek atau Kasana," katanya.
Senada dengan Andry, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana Danantara. Menurutnya, tanpa kedua aspek tersebut, kepercayaan publik bisa runtuh, bahkan memicu ketidakstabilan di sektor keuangan.
"Kalau tidak ada transparansi, akan ada distrust dari masyarakat. Jangan sampai terjadi penarikan dana besar-besaran dari bank Himbara yang bisa mengarah ke krisis likuiditas, seperti yang terjadi pada 1997," tutur Esther.
Ia juga menekankan pengelolaan dana harus mengikuti prinsip kehati-hatian (prudential rule) layaknya di sektor perbankan. Dengan nilai aset yang diklaim mencapai US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.700 triliun, pengelolaannya tidak bisa dilakukan secara sewenang-wenang.
"Jika ingin dipercaya, harus ada laporan keuangan yang auditable dan evaluasi kinerja setidaknya setahun sekali untuk mitigasi risiko fraud," kata Esther.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto merespons keraguan yang muncul mengenai pembentukan BPI Danantara. Peresmian badan yang akan mengelola perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu dihelat Senin pagi, 24 Februari 2025, di Istana Presiden, Jakarta.
Kepala Negara memahami banyak pertanyaan yang muncul soal Danantara. “Mungkin ada yang ragu-ragu apakah ini bisa berhasil atau tidak. Hal ini adalah wajar karena inisiatif ini belum pernah ada sebelumnya,” tutur Prabowo dalam pidato peresmian Danantara yang dipantau melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Senin.
Prabowo mengklaim masyarakat patut berbangga lantaran Danantara merupakan salah satu sovereign wealth fund terbesar di dunia, dengan total US$ 900 miliar asset under management (AUM) atau aset dalam pengelolaan.
Prabowo menyebut Danantara bukan hanya lembaga pengelola dana investasi, tetapi juga instrumen atau alat pembangunan nasional. “Jangan salah, apa yang kami luncurkan hari ini bukan sekedar dana investasi, melainkan instrumen alat pembangunan nasional yang harus bisa mengubah cara mengelola kekayaan bangsa demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.
Presiden mengungkapkan akan mengalokasikan gelombang pertama investasi di Danantara senilai US$ 20 miliar untuk puluhan proyek strategis nasional. “Kurang lebih 20 proyek strategis bernilai miliaran dolar akan difokuskan pada hilirisasi nikel, bauksit, tembaga, pembangunan pusat data kecerdasan buatan, kilang minyak, pabrik petrokimia, produksi pangan dan protein, akuakultur, serta energi terbarukan,” kata Prabowo.