Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Direktur Dana Sosial Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Urip Budiarto mengatakan ekonomi syariah di Indonesia tumbuh sangat pesat dalam lima tahun terakhir. Dia menyebut pangsa aktivitas usaha syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 46,71 persen atau sekitar Rp 9.000 triliun dari yang awalnya Rp 5.000 triliun di 2020 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Urip menjelaskan, salah satu indikator pertumbuhan tersebut dilihat dari semakin bertambahnya masyarakat yang menggunakan produk perbankan syariah. "Secara umum ekonomi kita tumbuh dilihat dari perbankan syariah yang kini memiliki market share Rp 980 triliun atau naik 7,72 persen," kata Urip saat Kepada Tempo saat ditemui usai acara Indonesian Muslim Market Outlook 2025 di Jakarta Pusat, Kamis, 7 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya sektor perbankan saja, industri keuangan non-bank juga tumbuh sebanyak Rp 380 triliun. Kemudian, perputaran uang syariah di pasar modal juga mencapai Rp 8.500 triliun.
Urip menyampaikan sejauh ini tren keuangan syariah masih melaju kencang dan jadi life style yang paling laku di Indonesia. "Jadi keuangan syariah ini laku sekali di masyarakat. Hanya tinggal memperbaiki dan meningkatkan literasi keuangannya saja agar tidak menjadi konsumsif atau utang berlebihan," tutur dia
Menurut Urip, dari semua sektor ekonomi syariah, yang masih harus didorong pertumbuhannya adalah sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Urip menilai perlu ada pengurangan impor di sejumlah bahan baku. Bahan baku yang memang bisa di sediakan dalam negeri lebih baik diproduksi dalam negeri saja. Hal itu dilakukan agar produk lokal Indonesia tidak hanya berkualitas tetapi juga bersaing dari segi harga.
"Misal gelatin dan kolagen untuk produk kosmetik dan pangan yang impornya masih besar sekali sampai 90 persen.Padahal bisa kita produksi sendiri. Di ITB ada kolagen dan gelatin berbasis limbah ikan "
Jika impor bahan baku itu berkurang dan mendapat pasokan dari dalam negeri, Urip optimistis produk UMKM Indonesia bisa menguasai pasar dunia. "Karena dari sisi produk kita itu sudah unggul. Namun dari sisi volume dan pricing kita kalah, China lebih murah," katanya.