Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Berbagai rencana ekspansi tambang dan pengolahan hasil tambang mengiringi tren kenaikan harga emas.
Kian tipisnya cadangan emas dan tingginya biaya produksi jadi persoalan di sejumlah perusahaan.
SAHAM PT Bumi Resources Tbk yang telah lama mengendap di harga Rp 50 mendadak bergerak pada Rabu, 7 Oktober lalu. Sebuah pengumuman penting yang disiarkan sehari sebelumnya telah membuat saham itu naik tipis ke level Rp 51. Emiten berkode BUMI itu mengabarkan rencana anak perusahaannya, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BMRS), membangun pabrik pengolahan bijih emas tambahan, juga meningkatkan produksi dan cadangan bijih emas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur dan Hubungan Investor Bumi Resources Minerals Herwin Hidayat menjelaskan, kilang baru dirancang berkapasitas 4.000 ton bijih emas per hari. Ekspansi itu akan melipatgandakan kapasitas pabrik yang sekarang beroperasi sebesar 500 ton bijih emas per hari. “Pabrik ini diperlukan untuk meningkatkan volume produksi emas dan perak dari proyek tambang di Palu, Sulawesi Tengah,” ujarnya dalam keterbukaan kepada publik, Selasa, 6 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BMRS juga akan membangun fasilitas pendukung dan menambah peralatan penambangan. Pengeboran bakal dilakukan untuk menambah cadangan bijih emas dan perak di wilayah kerja anak perusahaan, PT Citra Palu Minerals. Hal serupa bakal dilakoni di area kerja PT Gorontalo Minerals, yang baru mengantongi izin produksi tambang emas dan tembaga. Untuk itu, perusahaan memerlukan dana segar melalui rencana penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu atau HMETD. “Rencana peningkatan produksi itu diharapkan berdampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan,” kata Herwin.
Seorang pegawai menunjukkan kepingan emas PT Aneka Tambang di sebuah toko perhiasan di Kota Tangerang, Banten, pada Jumat, 25 September 2020. Antara/Fauzan
Perusahaan tambang emas memang tengah menggeber rencana ekspansi. Sektor ini sedang mengkilap seiring dengan tren peningkatan harga emas dunia. Pada pertengahan 2019, logam mulia itu masih diperdagangkan US$ 1.400 per troy ounce. Tren kenaikan terus terjadi menyusul ketidakpastian ekonomi global yang diperparah oleh pandemi Covid-19. Puncaknya, pada Agustus 2020, harga sempat menembus US$ 2.000. Hingga Jumat, 9 Oktober lalu, harga tercatat US$ 1.914. Di pasar domestik, gerai logam mulia PT Aneka Tambang Tbk di Jakarta menawarkan harga Rp 1.007.000 per gram, naik dibanding hari sebelumnya yang sebesar Rp 1.004.000.
Para pemain baru sektor pertambangan emas pun kecipratan tren positif harga emas. PT United Tractors Tbk, misalnya, yang selama ini lebih dikenal sebagai kontraktor jasa pendukung pertambangan, seperti penyediaan alat berat. Emiten berkode UNTR ini mulai nyemplung ke bisnis pertambangan emas pada akhir 2018 dengan mengakuisisi tambang emas Martabe di Sumatera Utara yang dioperasikan PT Agincourt Resources.
Portofolio baru tambang Martabe berkontribusi signifikan terhadap penerimaan konsolidasi UNTR. Per semester I 2020, bisnis penambangan emas menyumbang pendapatan bersih Rp 4,04 triliun. Nilai itu meningkat dibanding perolehan pada periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3,63 triliun. Sepanjang tahun lalu, segmen emas berkontribusi terhadap pendapatan United Tractors hingga Rp 7,7 triliun.
Walhasil, laba sebelum pajak penghasilan perseroan sepanjang enam bulan pertama tahun ini mencapai Rp 1,7 triliun, naik dibanding pada Juni 2019 yang hanya Rp 1,27 triliun. Perusahaan menargetkan volume penjualan emas tahun ini sebanyak 255-300 ribu ons.
Ke depan, Presiden Direktur UNTR Frans Kesuma mengatakan, segmen ini akan menjadi salah satu fokus strategi perseroan untuk meningkatkan pendapatan. “Bila menemukan tambang emas yang sesuai dengan kriteria, akan kami akuisisi,” tutur Frans dalam paparan publik, 25 Agustus lalu.
Pada 2021, dengan asumsi pandemi berakhir, perseroan memproyeksikan proyek Martabe bisa menghasilkan 350 ribu ons emas. Untuk itu, UNTR mulai berancang-ancang menggelontorkan belanja modal hingga Rp 800 miliar bagi segmen pertambangan emas. Angka ini setara dengan 22,8 persen dari Rp 3,5 triliun total anggaran belanja perseroan. Sisanya dialokasikan untuk segmen mesin konstruksi dan lainnya.
Tambang Merdeka Copper Gold. https://www.linkedin.com/company/pt-merdeka-copper-gold-tbk
Pendatang baru lain, PT Indika Energy Tbk (INDY), juga sedang bersemangat. Perseroan, lewat anak usaha PT Indika Mineral Investindo, merambah bisnis tambang emas pada 2018 dengan membeli saham Nusantara Resources Ltd, perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Australia, secara bertahap hingga saat ini sebanyak 23,2 persen.
Nusantara Resources adalah pemegang saham PT Masmindo Dwi Area, pemilik hak eksklusif untuk melakukan eksplorasi di Awak Mas, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, hingga 2050. Wilayah kerja ini diperkirakan mengandung cadangan bijih emas sebanyak 1,1 juta ons dengan prediksi sumber daya mencapai 2 juta ons.
Dalam perjanjian penyertaan modal, Indika juga mendapat opsi meningkatkan kepemilikan secara langsung atau tak langsung di Masmindo hingga 52,6 persen. Bukan tak mungkin hal ini akan dilakoni lantaran Masmindo telah berkontribusi terhadap pendapatan INDY sebesar US$ 1,38 juta, atau 0,12 persen dari total pendapatan Indika, pada semester I 2020.
Kinerja positif juga dicapai PT Merdeka Copper Gold Tbk. MDKA—kode saham Merdeka Copper di lantai bursa—merupakan induk sejumlah perusahaan pertambangan emas, perak, dan tembaga. Satu aset terbesarnya adalah tambang emas Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur.
Hingga paruh pertama 2020, MDKA mencatat pendapatan sebesar US$ 199 juta, naik dibanding perolehan pada periode sama tahun lalu yang mencapai US$ 192 juta. Perusahaan membukukan laba bersih US$ 35,42 juta per semester I lalu.
Dalam paparan publik virtual pada 15 September lalu, Presiden Direktur MDKA Tri Boewono membuka sinyal bahwa perseroan tak hanya akan menyiapkan ekspansi di aset yang ada, tapi juga aset-aset baru. Sekretaris Perusahaan Adi Adriansyah Sjoekri menambahkan, Merdeka dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) tengah ngebut untuk merampungkan pembentukan perusahaan patungan yang akan menggarap tambang emas Gunung Pani di Gorontalo yang diprediksi bisa menghasilkan emas hingga 250 ribu ons per tahun.
Meski demikian, beraneka persoalan bukannya tak ada di antara penambang emas. PT Aneka Tambang Tbk, misalnya. Perusahaan tambang milik negara yang tergabung dalam holding badan usaha milik negara pertambangan, Mining Industry Indonesia (MIND ID), ini tengah dihantui kian tipisnya cadangan emas di wilayah tambang mereka.
Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak pernah mewanti-wanti tentang masalah ini. “Antam untuk emas dalam dua-tiga tahun ini akan makin berkurang reserve-nya,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, 30 Juni lalu. Karena itu, ia mengingatkan perlunya Antam serius melakukan eksplorasi tambang bekerja sama dengan perusahaan lain untuk mendongkrak cadangan emas.
Dalam laporan tahunan perusahaan, Antam saat ini masih bergantung pada operasi tambang di Pongkor, Bogor, Jawa Barat, yang menghasilkan 1.500-2.000 kilogram emas per tahun. Antam juga punya tambang Cibaliung di Pandeglang, Banten, yang bisa memproduksi 1.000 kilogram emas.
Tahun lalu, perseroan membukukan produksi emas sebanyak 1.788 kilogram, naik tipis dibanding pada 2018 yang mencapai 1.783 kilogram. Adapun cadangan bijih emas per akhir 2019 diperkirakan sebanyak 3.439.000 dry metric ton (DMT), sementara sumber daya bijih emas diprediksi 9.187.000 DMT.
Kini Antam tengah menunggu keputusan Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Menteri Arifin hingga kini belum menjawab surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir yang meminta Antam bisa mengelola wilayah kerja bekas PT Freeport Indonesia di Papua.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir di Gedung BUMN, Jakarta, Sabtu, 7 Desember 2019. Tempo/Hilman Fathurrahman W.
Menurut Erick, pengelolaan tambang eks Freeport oleh Antam akan membuat perusahaan pelat merah itu bukan sekadar menjadi perantara, tapi menjadi perusahaan penambang emas. “Pegawainya cukup banyak, hampir 1.000 pegawai dinas, tapi tidak punya tambang,” kata Erick dalam rapat kerja dengan Komisi Industri dan Investasi DPR di Jakarta, 22 September lalu.
Erick tak menyebutkan wilayah kerja yang dimaksud. Tapi Senior Vice President Corporate Secretary Antam Kunto Hendrapawoko mengatakan perusahaan tengah meninjau beberapa area prospek, seperti di wilayah Pegunungan Bintang, Papua; dan Papandayan, Jawa Barat.
Kunto menjelaskan, penunjukan perusahaan untuk mengelola tambang bekas Freeport merupakan inisiatif Kementerian BUMN yang diberikan kepada Antam melalui MIND ID. “Kami menyambut baik dukungan dan kesempatan yang diberikan pemerintah untuk mengelola tambang emas prospektif,” ucapnya, Kamis, 8 Oktober lalu. “Ini kesempatan untuk memperkuat portofolio komoditas emas perusahaan.”
PT Freeport Indonesia (PTFI), yang kini menjadi bagian dari MIND ID, memang masih menjadi pemain terbesar di Tanah Air. Namun kinerja keuangan PTFI sepanjang 2019 juga kurang menggembirakan.
Laporan tahunan 2019 PT Indonesia Asahan Aluminium, kepanjangan tangan pemerintah dalam penguasaan saham Freeport hasil divestasi, mencatat realisasi pendapatan usaha PTFI tahun lalu mencapai US$ 2,77 miliar—setara dengan Rp 38,7 triliun dengan kurs saat ini Rp 14.800 per dolar Amerika Serikat. Angka ini sebenarnya lebih besar 9 persen dari target US$ 2,54 miliar. Masalahnya, tingginya pendapatan itu tergerus oleh harga pokok produksi yang juga melonjak hingga 20 persen. Walhasil, tahun lalu perusahaan membukukan rugi bersih US$ 208 juta.
Juru bicara PTFI, Riza Pratama, menilai fluktuasi harga emas juga mempengaruhi biaya operasi. Adapun penjualan dan laba perusahaan dipengaruhi volume produksi dan harga komoditas. Tahun lalu, volume penjualan tembaga dan emas Freeport turun, masing-masing sebesar 41 persen dan 58,9 persen, dibanding tahun sebelumnya. “Kami price taker, bukan price maker. Harga komoditas ditentukan pasar,” tuturnya, Rabu, 7 Oktober lalu.
President & CEO Freeport-McMoRan Richard C. Adkerson sebelumnya juga mengungkapkan penurunan kinerja 2019 yang dipicu transisi operasi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah. Merujuk laporan operasi dan keuangan 2019 Freeport-McMoRan Inc, produksi emas Freeport Indonesia pada 2019 tercatat 863 ribu ons, anjlok sebesar 64,27 persen dibanding periode sama tahun lalu yang sebanyak 2,49 juta ons.
Penjualan pun merosot dari 2,37 juta ons menjadi 973 ribu ons sepanjang tahun lalu. Perusahaan tertolong sedikit oleh rerata harga jual emas 2019 yang naik menjadi US$ 1.416 per ons dari tahun sebelumnya hanya US$ 1.254 per ons. “PTFI akan terus meningkatkan produksi dari tambang bawah tanahnya. Produksi diharapkan meningkat signifikan pada 2021,” kata Adkerson.
Pemain besar lain yang kinerjanya sedang jeblok adalah PT Amman Mineral Nusa Tenggara Indonesia–dulu bernama PT Newmont Nusa Tenggara, anak perusahaan Newmont Mining Corporation. Kini perusahaan yang mengoperasikan tambang Batu Hijau dan Elang di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, ini merupakan bagian dari Medco Group, yang mengendalikan 32,34 persen saham.
Suasana kantor PT Freeport Indonesia di Plaza 89, Jakarta, Rabu, 9 September 2020. Tempo/Tony Hartawan
Amman Mineral memiliki dan mengoperasikan Batu Hijau dan Elang di Kabupaten Sumbawa Barat dan Sumbawa. Batu Hijau diperkirakan mengandung cadangan tembaga 4,2 miliar pon dan 3,9 juta ons emas. Sedangkan Blok Elang diprediksi memiliki cadangan 10,5 miliar pon tembaga dan 15,3 juta ons emas.
Serupa dengan PTFI, Amman Mineral membukukan kinerja negatif. Dalam laporan triwulan I 2020 Medco Energi, Amman mencatat kerugian US$ 20 juta. Keuntungan Medco dari bisnis minyak, gas, dan kelistrikan harus menopang kerugian Amman Mineral seiring dengan berlanjutnya pengembangan fase ketujuh tambang Batu Hijau. Tahun lalu, kerugian Amman yang mencapai US$ 49 juta pun telah menyebabkan kinerja keuangan Medco minus US$ 27 juta.
Juru bicara Amman Mineral, Kartika Oktaviana, mengatakan membaiknya harga komoditas akhir-akhir ini mulai mengimbangi situasi di awal tahun, ketika harga sempat jeblok diterjang pandemi Covid-19. “Harga komoditas tembaga yang merupakan produk utama kami sempat terhantam signifikan di awal tahun,” tuturnya, Rabu, 7 Oktober lalu.
Sementara itu, harga emas diproyeksikan terus menanjak. Vice President of Precious Metals Sales and Marketing PT Antam Iwan Dahlan mengatakan komoditas ini spesial karena selalu dikaitkan dengan perekonomian, baik domestik maupun global. Saat ekonomi dunia berantakan dihantam pandemi Covid-19 seperti sekarang, ucap Iwan, investor lari ke emas yang diyakini mampu memberikan lindung nilai terhadap aset mereka. “Makanya harga terus naik.”
Berburu emas bahkan dilakukan investor super-tajir dunia, Warren Buffett. Sepanjang triwulan II 2020, Buffett membeli 21 juta saham Barrick Gold Corporation, perusahaan tambang emas terbesar kedua di dunia yang bermarkas di Kanada, senilai US$ 564 juta atau sekitar Rp 7,9 triliun. Aksi ini mengejutkan pasar, mengingat orang terkaya keempat di dunia menurut majalah Forbes itu belum pernah berinvestasi di pertambangan emas.
Walau begitu, menurut Iwan, sebagai produk pertambangan, emas tergolong barang yang tidak dapat diperbarui. Proses produksi yang terus-menerus telah menyebabkan jumlah cadangan menipis. Biaya produksi pun kian mahal karena area operasi bergerak ke arah yang makin sulit dijangkau. Makanya, dia menambahkan, makin banyak tambang emas yang ditutup dibanding pembukaan baru. “Karena cadangan makin berkurang.”
Kepentingan menambah cadangan pulalah yang membuat Antam berharap pada keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral agar diberi mandat menggarap bekas wilayah kerja PTFI yang telah dikembalikan kepada negara. “Sebagai bagian dari holding industri pertambangan MIND ID, Antam akan terus berkoordinasi dengan MIND ID terkait dengan peluang-peluang yang ada,” ujar Kunto Hendrapawoko.
RETNO SULISTYOWATI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo