Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Intel Melayu dan Kiriman Popok

Bekas pengurus yayasan menerima teror setelah mengungkap dugaan korupsi penjualan tanah bekas Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerjasama Yogyakarta. Pembeliannya oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditengarai bermasalah.

10 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lahan seluas 5 hektare milik Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan bekas Kampus Sekolah Tinggi Ekonomi Kerjasama di Jalan Parangtritis, Sewon, Kabupaten Bantul, 8 Oktober 2020. /TEMPO/ Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penjualan lahan STIE Kerjasama Yogyakarta dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

  • Pelapor dugaan korupsi dijadikan tersangka penggelapan dan pencucian uang yayasan.

  • Lahan tersebut akan digunakan sebagai areal parkir dan taman budaya oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

SEORANG pria berbaju sipil mendatangi rumah keluarga Timbangan Ginting di Yogyakarta beberapa bulan lalu ketika Ginting sedang berada di luar kota. Ia mengaku sebagai personel Badan Intelijen Negara (BIN). Sang “intel” mengobrol dengan adik Ginting sekitar 30 menit. “Ia meminta laporan saya dicabut,” kata Ginting, Rabu, 7 Oktober lalu.

Pria itu juga menanyakan keberadaan Ginting. Ia berpesan agar Ginting tak meneruskan masalah penjualan tanah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerjasama Yogyakarta karena akan merembet ke keluarga Sri Sultan Hamengku Bowono X. “Kalau tidak berhenti, akan ada kedatangan pasukan BIN gelombang kedua,” ujar adik Ginting yang minta tak disebutkan namanya, menirukan kalimat pria yang mengaku intel tersebut, kepada Tempo.

Timbangan Ginting gencar mengadukan kejanggalan penjualan 5 hektare tanah bekas kampus STIE Kerjasama di Jalan Parangtritis Kilometer 3,5, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, sejak dua tahun lalu. Terakhir, ia melaporkan dugaan korupsi dalam transaksi itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Juli lalu.

Yayasan Pendidikan Kerjasama mendirikan STIE Kerjasama pada 1988. Bangunan kampus yang populer di era 1990-an itu rubuh saat gempa Yogyakarta pada 2006. Yayasan tak merenovasi gedung karena persoalan biaya. Lahan itu terbengkalai hingga satu dekade.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang Wisnu Handoyo./https://www.facebook.com/bambangwisnubenyamin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Persoalan internal kian membelit Yayasan Pendidikan. Para pengurus saling menggugat keabsahan kepengurusan. Belakangan, pengurus yayasan yang dipimpin Sindubudjono memailitkan kampus ke Pengadilan Negeri Semarang dengan alasan yayasan terbelit utang Rp 2 miliar. Pengadilan Negeri Niaga Semarang mengabulkan permintaan ini pada 12 Januari 2016.

Sejak saat itu, kurator membuka penawaran penjualan lahan STIE Kerjasama. Harga tanah di sana kala itu, kata Timbangan Ginting, berkisar Rp 10 juta per meter persegi. Ginting pernah menjadi Sekretaris Badan Pekerja Harian Yayasan Pendidikan Kerjasama periode 2003-2007. “Saya tahu persis bagaimana intrik di dalam yayasan dan motif penjualan tanah itu,” ucapnya.

Ia menuding penjualan aset kampus hanya akal-akalan pengurus yayasan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan tanah. Nilai aset yayasan jauh lebih besar ketimbang utang Rp 2 miliar yang menjadi alasan pemailitan.

Itu sebabnya, ia menduga ada aroma korupsi di balik penjualan tanah STIE. Ia menuding ada persekongkolan penjualan tanah antara Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan pengacara Yayasan. “Setelah digunakan untuk membayar utang, sebagian uang penjualan diduga disetor ke sejumlah pejabat dan aparat,” ujarnya.

Pemprov membeli lahan STIE hanya Rp 150 miliar. Ia mengatakan harga pasar tanah di sana mencapai Rp 10 juta per meter persegi kala itu. Kawasan kampus dikelilingi permukiman penduduk dan berada persis di tepi jalan. Ginting menaksir harga tanah STIE seharusnya mencapai Rp 500 miliar.

Keganjilan pembelian tanah muncul saat Gubernur Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan surat keputusan pembentukan tim teknis untuk masalah pembiayaan dan kajian hukum pengadaan tanah STIE Kerjasama pada 15 Maret 2017. Tim ini dipimpin Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Pemprov DIY waktu itu, Bambang Wisnu Handoyo.

Pemprov beralasan ada kebutuhan mendesak untuk menyediakan lahan parkir bus di perbatasan Kota Yogyakarta. Sebagai tujuan wisata, turis domestik selalu memenuhi Kota Gudeg, khususnya saat akhir pekan. “Lahan itu juga akan digunakan untuk taman budaya,” kata Bambang, Jumat, 9 Oktober lalu.

Sebulan setelah adanya surat Sultan, Komisi B DPRD DI Yogyakarta menggelar rapat. Mereka menyetujui pembelian tanah. Komisi turut mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah untuk membayar tanah sebesar Rp 150 miliar. Tak ada perdebatan dalam rapat yang berlangsung selama 1,5 jam tersebut.

Janu Ismadi./dprd-diy.go.id

Padahal, anggota Komisi B dan perwakilan pemerintah daerah Yogyakarta mengetahui sengketa Yayasan. Ketua Komisi B saat itu, Janu Ismadi, mengatakan ada perbedaan kesepakatan antar-pengurus Yayasan. Namun rapat pengesahan tetap berjalan. “Soal sengketa itu sudah dirampungkan sama pemda,” ujarnya pada Jumat, 9 Oktober lalu.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Penindakan, Ali Fikri, membenarkan adanya aduan lahan bekas STIE Kerjasama. Tim Pengaduan Masyarakat, katanya, sedang bekerja. “Berdasarkan informasi yang kami terima, tim Pengaduan Masyarakat KPK masih mengumpulkan bahan dan keterangan, telaah, dan analisis,” ujarnya.

Janu dan Bambang membantah ada suap di balik pembelian lahan STIE Kerjasama. Mereka belum diperiksa penyelidik KPK dalam laporan ini. “Enggak ada suap itu. Bagi-bagi duit juga enggak ada,” kata Janu. Bambang juga menyampaikan hal yang sama. “Saya enggak pernah minta dan enggak pernah terima,” ucapnya. “Jadi, kalau mau ribut, ya monggo.”

• • •


TIMBANGAN Ginting berpindah rumah sejak setahun belakangan. Ia meninggalkan rumahnya di Kota Yogyakarta. Ginting mengontrak sebuah rumah di salah satu kota di Pulau Jawa sejak beberapa bulan belakangan. “Keamanan saya dan keluarga terancam,” ucapnya dengan nada pelan.

Orang tua dan adiknya masih menghuni rumah lama Ginting di Yogyakarta. Mereka turut mengalami teror sejak beberapa bulan belakangan. Hampir saban malam, ada mobil yang parkir di depan rumah Ginting. Ia mengatakan semakin khawatir atas keselamatan keluarganya sejak ada seorang pria yang mengaku anggota BIN mendatangi rumahnya.

Deputi VII/Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto meragukan pengakuan pria asing di rumah Ginting. Ia mengatakan anggota BIN pasti menutup identitas saat bertugas. “Jadi, kalau ada yang mengaku dari BIN, perlu diverifikasi kebenarannya,” ujarnya.

Ginting juga berurusan dengan polisi sejak setahun lalu. Pengurus Yayasan Pendidikan Kerjasama melaporkannya ke Kepolisian Daerah Yogyakarta. Ia menjadi tersangka penggelapan dan cuci uang Yayasan. “Laporan ini mandek. Ini upaya kriminalisasi karena dibuat-buat,” kata pengacara Ginting, Wisnu Harto.

Timbangan Ginting, 7 Oktober 2020./TEMPO/ Shinta Maharani

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Burkhan Rudy Satria mengatakan belum bisa menjelaskan perkembangan kasus Ginting. Kasus ini, katanya, berjalan sebelum dia menjabat. “Aku harus tanya penyidiknya dulu,” ujarnya.

Berharap perlindungan, Ginting melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada Juli kemarin. Kedua laporan itu masih diproses hingga kini.

Sementara itu, keluarga Ginting di Yogyakarta terus menerima teror. Beberapa hari setelah kedatangan peneror yang mengaku anggota BIN, seorang pria mendatangi rumah keluarga Ginting. Ia mengaku orang suruhan Bambang Wisnu Handoyo, bekas Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Pemda DI Yogyakarta.

Pria itu meminta Ginting mencabut laporannya di Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia juga menawarkan perdamaian dan menyudahi “keributan” penjualan lahan STIE Kerjasama. Ginting menolak. Setelah itu, teror terus terjadi.

Adik Ginting kerap merasa dikuntit saat mengendarai sepeda motor di jalan. Selain itu, gerbang rumah Ginting sering kali ditempeli benda-benda seperti uang koin yang dibungkus plastik serta popok bayi. “Ini seperti upaya santet,” kata Ginting.

Bambang Wisnu membantah pernah memerintahkan seseorang meneror Ginting. “Enggak pernah neror-neror,” ucapnya. Ia menyebut isu ini mencuat karena menjelang pemilihan kepala daerah. Bambang menjadi salah satu calon Bupati Gunung Kidul dalam pemilihan mendatang. “Tapi saya enggak peduli karena saya enggak terlibat apa-apa sejak proses pengadaan,” tuturnya.

Setelah lahan dibeli, pembangunan di tanah bekas STIE Kerjasama di Jalan Parangtritis Kilometer 3,5 itu justru mangkrak. Hanya ada bedeng dan tumpukan sampah di sana pada Kamis, 8 Oktober lalu.

Bekas Ketua Komisi B DPRD Yogyakarta, Janu Ismadi, mengatakan informasi soal fungsi lahan itu kian simpang-siur. Sebelum lengser sebagai anggota dewan pada 2019, Janu pernah menanyakan pembangunan dan fungsi lahan itu ke pemda Yogyakarta. “Katanya menunggu anggaran turun, baru dibangun. Tapi kok malah belum dibangun juga sampai sekarang?” ucapnya.

Timbangan Ginting mendapat informasi tanah itu dibeli untuk dikelola salah seorang keluarga Gubernur Sultan Hamengku Buwono X. Tapi ia tidak mengetahui alasan Gubernur tak melanjutkan proyek di sana.

Bambang Wisnu Handoyo membantah keluarga Sinuhun terlibat. Apalagi mengaitkannya dengan bisnis lahan parkir. “Keraton enggak pernah ikut campur. Itu hebatnya kenapa saya suka mengabdi di pemda. Saya jamin enggak ada kaitan dengan Keraton,” tuturnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral Pemprov Yogyakarta Hananto Hadi Purnomo juga mengatakan hal yang sama. Ia menyebutkan tanah di sekitar lahan bekas STIE Kerjasama milik warga sekitar, bukan milik keluarga Sultan. Ia mengatakan Pemprov sudah menyiapkan masterplan di atas lahan itu. “Saya belum bisa ekspose karena Gubernur belum berkenan,” ujarnya.

Mustafa Silalahi, Linda Trianita, Shinta Maharani, Pito Agustin Rudiana (Yogyakarta)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus