BANYAK pihak yang menduga bahwa di Celah Timor terkandung minyak bumi sekitar 1 milyar barel. Mungkin karena itu, ketika tender dibuka antara Juni dan Oktober 1991, 55 perusahaan menyatakan minatnya. Dari 14 wilayah yang ditawarkan, akhirnya 11 wilayah yang dilamar. Kontrak untuk empat wilayah ditandatangani Rabu pekan lalu di Jakarta. Ini berarti, dari 14 wilayah di zone kerja sama Indonesia-Australia (zone A), tinggal tiga yang masih bebas. "Ini masih terus kita jajakan," kata Djek Zahar, Direktur Eksekutif Otorita Bersama Indonesia-Australia untuk Daerah Kerja Sama Celah Timor. Kaveling-kaveling tersebut, diakui Zahar, terletak di laut dalam sehingga belum laku. "Kami yakin mendapatkan wilayah terbaik," kata Iain Paterson, Direktur Eksplorasi Enterprise Oil, London. Itu sebabnya, Enterprise langsung mengontrak dua tempat. Di zone 9109, Enterprise siap melakukan survei seismik 6.000 km, dengan investasi US$ 28,5 juta. Sedangkan di zone 9114, Enterprise bersama Nippon Oil melakukan survei seismik yang juga 6.000 km, dengan investasi US$ 42,4 juta. Semua komitmen kontrak adalah untuk enam tahun. Menurut Paterson, biaya produksi minyak zone A (kedalaman 200-600 meter) akan mirip di Laut Utara. "Saya perkirakan 10- 1 dolar per barel," katanya. Namun, jika produksi komersialnya dimulai tahun 2000, harga minyak pasti lebih tinggi. Tapi, ia pun mewaspadai kemungkinan bahwa wilayah pilihannya tak punya sumber minyak. Namun, jika berhasil, pihak Otorita akan mendapat jatah 50% bila produksi di bawah 50.000 barel per hari, 60% bila produksi 50.001-150.000 barel, dan 70% bila di atas 150.000 barel. Sedangkan dari gas bumi, Otorita mendapat separuh. Pendapatan Otorita dibagi sama antara Indonesia dan Australia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini