Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Lombok Timur Dedi Sopian mengatakan budi daya masih lebih menguntungkan ketimbang ekspor benur yang instan.
Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia Budhy Fantigo mengatakan rencana ekspor benih bening lobster dan kerja sama budi daya dengan investor asing akan makin menurunkan semangat budi daya masyarakat lokal.
Juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Wahyu Muryadi, membenarkan masih ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pembudidayaan lobster Indonesia.
KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan mulai terbuka soal rencana kerja sama dengan Vietnam untuk pengembangan benih bening lobster di Indonesia. Ditemui di Jakarta pada Februari lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan ada lima perusahaan Vietnam yang akan menjalin kerja sama budi daya.
Menurut Trenggono, dengan adanya kerja sama tersebut, budi daya lobster di Indonesia akan tumbuh dari sisi kuantitas dan kualitas. Adapun Vietnam mendapatkan benih bening lobster sebagai bahan baku budi daya lobster secara legal.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Lombok Timur Dedi Sopian mengatakan budi daya masih lebih menguntungkan ketimbang ekspor benih bening lobster yang instan. “Di Lombok Timur, ini menjadi sumber penghidupan nelayan selain menjadi nelayan tangkap,” katanya kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Dedi, Indonesia memiliki banyak zona potensial untuk penangkapan benih. Benur lobster merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi dan budi dayanya bisa dilakukan oleh rakyat atau koperasi nelayan. Hal ini terlihat dari keberhasilan nelayan di Nusa Tenggara Barat.
Dedi mengatakan rencana kerja sama dengan pembudi daya asing berisiko merugikan pembudi daya lokal. Ruang kelola pembudi daya akan tersaingi oleh perusahaan asing yang masuk dan melakukan budi daya. “Selain itu, posisi tawar Vietnam akan lebih unggul dibanding Indonesia nantinya,” kata dia.
Lokasi Budi Daya Lobster
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pendapat Dedi diamini nelayan budi daya lobster di Telong-Elong, Lombok Timur, Abdullah. Dia sudah melakukan proses budi daya lobster sejak 2016. Dari aktivitas itu, keluarganya mampu membeli tanah dan menambah aset lainnya. Abdullah merasakan lebih berkah menjadi pembudi daya ketimbang menangkap dan menjual benih bening lobster. “Kalau jual benih bening lobster, itu terlalu mudah. Kalau budi daya, ada keringat yang kita keluarkan,” katanya.
Abdullah mengibaratkan menjual benih bening lobster seperti menjual tepung terigu untuk membuat donat. Padahal, jika bisa membuat donat sendiri, tepung terigunya tidak perlu dijual. Dia tidak pernah menghitung detail berapa biaya yang dikeluarkan untuk budi daya lobster. Menurut dia, biaya pakan untuk pembesaran lobster sampai panen selama lima bulan sekitar Rp 20 ribu. Bila dirata-rata harga penjualan per ekor Rp 50 ribu, keuntungan yang didapatkan sekitar Rp 30 ribu. Hal ini yang menjadi penyemangatnya.
Namun, jika ekspor dibuka, Abdullah khawatir benih bening lobster untuk dibudi daya sulit didapatkan.
Kecemasan serupa dirasakan Manager Operasional CV Lobster Origin Paradise Lalu Tantowi sebagai pengusaha budi daya dan ekspor lobster. Menurut dia, keran ekspor benih bening lobster akan mengancam keberlangsungan budi daya lobster lokal. Selain harga bibit yang bakal melonjak, hasil tangkap budi daya lobster lokal akan kalah bersaing dengan Vietnam.
Keramba budi daya lobster di pantai Telong-Elong, Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 13 April 2024. TEMPO/Abdul Latief Apriaman
Penasihat Himpunan Budi Daya Laut Indonesia (Hibilindo), Effendy Wong, mengatakan selama ini pembudi daya sudah sulit mendapatkan benih bening lobster. Rencana ekspor akan makin mengancam pasokan benur bagi pembudi daya. “Sebab, pembudi daya dalam negeri masih tingkat pemula sehingga kurang bisa bersaing dalam membeli benih benur dengan pihak asing,” katanya.
Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia Budhy Fantigo mengatakan rencana ekspor benih bening lobster dan kerja sama budi daya dengan investor asing akan makin menurunkan semangat budi daya masyarakat lokal. Penangkapan lobster bakal makin tinggi karena lebih cepat memberikan keuntungan. Sementara itu, perlu waktu sekitar setahun untuk membesarkan lobster dengan survival rate yang rendah.
Akibatnya, pembudi daya berpotensi berkurang. "Nelayan memilih mencari lobster karena lebih menguntungkan jika dijual langsung," katanya.
Guru besar dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Yonvitner, mengatakan melegalkan ekspor benih bening lobster makin membuat nelayan penangkap benur kian banyak. Potensi eksploitasi benih akan meningkat dan akan banyak yang tergiur menjadi penangkap.
Menurut dia, hal tersebut juga akan memicu gelombang alih profesi. “Beberapa kasus kami temukan di selatan Jawa Barat, pedagang keliling dan tukang ojek berubah profesi menjadi penangkap benih. Semua itu karena uang instan harga yang kompetitif,” katanya.
Yonvitner mengatakan budi daya benih lobster lokal masih perlu dikembangkan. Benih lobster yang ditangkap di alam, kesuksesan hidupnya rendah pada fase tertentu. Sebab, selama ini riset lobster belum memadai. Karena itu, langkah yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah memperkuat informasi tentang riset stok benih, distribusi, dan pakan secara lengkap. Selain itu, memperkuat riset budi daya dan menyebarnya di berbagai lokasi.
Budi daya lobster di pantai Telong-Elong, Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 13 April 2024. TEMPO/Abdul Latief Apriaman
Selain itu, kata Yonvitner, pemerintah perlu memperkuat pendampingan pasar dalam dan luar negeri bagi pembudi daya. Ketika produksi berkembang, maka pasar harus dikawal. Jangan sampai pembudi daya bertarung sendiri di pasar nasional dan luar negeri.
Juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Wahyu Muryadi, membenarkan masih ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pembudidayaan lobster Indonesia. Di antaranya jenis dan sumber pakan yang terbatas. “Saat ini di Indonesia masih mengandalkan pakan ikan rucah,” katanya.
Selain itu, menurut dia, pola bisnis belum tertata. Saat ini pembudi daya di Indonesia masih mengerjakan semua proses bisnisnya sehingga kegiatan budi daya menjadi kurang terfokus.
Menurut dia, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan produktivitas. Sejumlah upaya itu seperti melakukan pendampingan dan pembinaan budi daya lobster, yang meliputi pemanfaatan teknologi terkini, pelatihan, dan percontohan. Pemerintah juga menyalurkan bantuan benih lobster dan sarana budi daya.
Tahun ini, KKP juga mengembangkan modeling budi daya lobster. Modeling ini nantinya menjadi percontohan kawasan budi daya lobster yang terintegrasi, yang dapat menjadi contoh dan direplikasi di lokasi-lokasi potensial budi daya lobster di Indonesia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Abdul Latief Apriaman di Lombok berkontribusi dalam penulisan artikel ini.