Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan menyatakan siap menerima rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan defisit, setelah badan tersebut dinyatakan defisit Rp 9,1 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rapat mengenai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap BPJS Kesehatan, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menyatakan pihaknya siap menerima rekomendasi untuk mengatasi defisit, berkaitan dengan hasil audit BPKP.
Adapun, rekomendasi tersebut diberikan oleh BPKP, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada BPJS Kesehatan.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan, beberapa rekomendasi yang diterima BPJS Kesehatan di antaranya mengenai kepesertaan, pengumpulan iuran, dan pencegahan kecurangan (fraud) dalam klaim layanan kesehatan. Selain itu, terdapat pula rekomendasi pembersihan data peserta yang bermasalah dan pemutakhiran data kepesertaan.
“[Rekomendasi data kepesertaan] tentu segera kami tindak lanjuti, meskipun faktualnya kami selalu melakukan upaya perbaikan data, menyandingkan master file data kepesertaan BPJS Kesehatan dengan lembaga terkait. Apakah Dukcapil, BKN, atau institusi lain yang memiliki data kependudukan,” ujar Iqbal kepada Bisnis, Selasa, 28 Mei 2019.
Selain itu, menurut Iqbal, terdapat rekomendasi untuk mengembalikan klaim yang sudah dibayarkan guna memperbaiki kas BPJS Kesehatan. Pengembalian tersebut dilakukan untuk klaim yang diduga bermasalah.
Salah satu klaim yang diduga bermasalah nilainya mencapai Rp 816,07 juta, yakni klaim atas fasilitas kesehatan yang diduga non aktif tetapi dibayarkan. Selain itu, terdapat klaim Rp 172,18 juta melalui kompensasi untuk rumah sakit yang dokternya tidak hadir atau digantikan.
“Pak Direktur Utama sudah meminta BPKP bersurat resmi terkait biaya klaim yang dianggap kelebihan, agar ada payung hukum buat BPJS Kesehatan [dalam menarik klaim yang sudah dibayarkan],” ujar Iqbal.
Pada Senin, 27 Mei 2019, BPKP menyampaikan hasil auditnya bahwa BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 9,1 triliun pada 2018.
Kepala BPKP Ardan Adiperdana menjelaskan, defisit tersebut didorong oleh tidak berimbangnya pendapatan iuran dan biaya pelayanan yang dikeluarkan, khsusunya pada segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Bukan Pekerja (BP), dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Hasil audit kami melihat bahwa total kewajiban bayar [BPJS Kesehatan] sebesar Rp 19,41 triliun, sebagian telah diselesaikan melalui mekanisme bantuan pemerintah Rp 10,25 triliun. Posisi gagal bayar Rp 9,1 triliun,” ujar Ardan saat menyampaikan laporannya, Senin, 27 Mei 2019.
Dia pun menjelaskan, tingkat kepatuhan pembayaran iuran peserta segmen PBPU masih sebesar 53,7%. “Ada potensi piutang yang belum tertagih,” tambah Ardan.