Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan gaji ASN atau Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, Polri, serta pensiunan yang direncanakan oleh pemerintah pada tahun 2025, muncul bersamaan dengan kebijakan yang mewajibkan pemotongan gaji bagi pekerja sektor swasta untuk iuran dana pensiun. Kebijakan ini menimbulkan perdebatan mengenai prioritas kesejahteraan antara pegawai pemerintah dan pekerja swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintahan terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 297,71 triliun untuk gaji dan tunjangan PNS tahun 2025, meningkat Rp 21,37 triliun dari anggaran tahun sebelumnya yang sebesar Rp 276,34 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Buku II Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2025, dijelaskan bahwa anggaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas birokrasi melalui reformasi digitalisasi serta mempertahankan daya beli Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pada tahun 2024, anggaran pegawai K/L direncanakan sebesar Rp 276.340,1 miliar, seperti dikutip dari Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN Tahun 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah mengonfirmasi rencana kenaikan gaji ini. "Iya (rencana kenaikan gaji) disesuaikan," ungkap Airlangga pada 19 Juli 2024 . Meskipun begitu, Presiden Joko Widodo tidak secara spesifik menyebutkan kenaikan ini dalam Pidato Penyampaian RUU APBN 2025 pada 16 Agustus 2024.
Sementara itu, di sektor swasta, pemerintah juga mempersiapkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait dana pensiun wajib pekerja. Kepala Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa program ini merupakan tindak lanjut dari UU No. 4 Tahun 2023 tentang Penguatan Sektor Keuangan, yang bertujuan meningkatkan replacement ratio atau rasio penggantian pekerja, yang saat ini hanya sekitar 15-20 persen.
“Isu terkait ketentuan batas pendapatan berapa yang kena wajib program pensiun tambahan itu belum ada, karena PP belum diterbitkan. OJK dalam kapasitas pengawas,” kata Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers Dewan Komisioner yang dipantau secara daring pada Jumat, 7 September 2024.
Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa rencana pemerintah untuk meluncurkan program pensiun tambahan wajib adalah amanat dari UU P2SK. Berdasarkan Pasal 189 ayat (4), program ini memungkinkan pemerintah untuk mewajibkan pensiun tambahan bagi pekerja dengan kriteria tertentu. Program ini berbeda dari jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang sudah dikelola oleh BPJS, Taspen, maupun sistem jaminan sosial nasional lainnya.
“Program pensiun Pensiun wajib dengan kriteria tertentu yang akan diatur dalam peraturan pemerintah. Diamanatkan dalam UU P2SK ini itu ketentuannya itu harus mendapatkan persetujuan DPR,” kata Ogi.
Tujuan dari program ini, menurut Ogi, adalah untuk meningkatkan perlindungan hari tua bagi pekerja dan memajukan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menunggu penerbitan peraturan pemerintah (PP) terkait sebelum bisa melangkah lebih lanjut.
"Kami masih menunggu bentuk final PP tentang harmonisasi program pensiun. Belum ada tindakan lebih lanjut dari kami sebelum PP ini diterbitkan," jelas Ogi.
Tak hanya itu, upaya ini juga menjadi bagian dari Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia untuk periode 2024-2028. Targetnya adalah mencapai standar ideal yang ditetapkan oleh Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO), yakni memastikan pekerja menerima minimal 40 persen dari penghasilan terakhir sebelum pensiun. Namun, kenyataannya, saat ini penerima manfaat program pensiun di Indonesia masih kecil.
ADIL AL AHSAN | MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan editor: Tidak Disinggung di Pidato Jokowi Bagaimana Nasib Kenaikan Gaji ASN Tahun Depan