PENGARUH langsung perang Iran-Irak ternyata terasa juga di
Indonesla. Sekitar 3000 ton teh dan minyak kelapa sawit yang
direncanakan akan diekspor ke Timur Tengah saat ini menumpuk di
pelabuhan Belawan, Medan. "Kami kesulitan kapal untuk
mengangkutnya," kata Sarbaini dari kantor Inspeksi PN/PTP
Wilayah I Sumatera Utara.
Perang Iran-Irak pecah pada 22 September. Namun pada 28
September lalu kapal "M.V. 14 July" masih masuk Belawan. Setelah
memuat 1902 ton teh milik PTP VIII Sum-Ut, kapal milik pelayaran
Irak itu kembali ke Basra pada 6 Oktober lalu. Sejak itulah
pengangkutan bahan ekspor ke Timur Tengah dari Belawan terhenti.
Yang terkena bukan hanya teh dan minyak sawit. "M.V. Timur
Endovour", kapal berbendera Singapura yang diageni PN Pelni ikut
terjebak di pelabuhan Basra, Irak bersama sekitar 60 kal3al
dagang dari negara lain. Timur Endovour mengangkut 6000 m3 kayu
gergajian dan kayu lapis (plywood) dari Pontianak dan Palembang.
Kapal ini selesai membongkar muatan pada 21 September, namun
perang pecah esok harinya hingga terpaksa terkurung di Basra.
"Akibatnya sisa kontrak penjualan sebanyak 4500 meter kubik lagi
masih belum terangkut," kata Soegiarto, Kepala Biro 11 (Ekspor
Bahan Bangunan dan Bahan Konsumsi) dari Tim Koordinator Kegiatan
Ekspor ke Timur Tengah pada TEMPO. Perundingan mengenai ekspor
kayu ini dilakukan Maret 1980 dan L/C-nya baru dibuka Irak pada
Juni dan Juli lalu.
Tapi walau perang berkecamuk, 2 pekan lalu pihak Irak masih
mengirim teleks, meminta agar sisa kayu yang 4500 m3 segera
dikapalkan, bahkan atas dasar C&F sampai di Baghdad. Artinya,
semua ongkos kapal sampai ke Baghdad akan ditanggung Irak. Kini
eksportirnya, PT Hutrindo, berusaha mengapalkannya lewat Jedah,
Aqaba atau Kuwait yang lebih aman. "Namun sekarang sulit mencari
kapal yang mau mengangkutnya," ujar Soegiarto.
Perang ini jelas menghambat hubungan dagang Indonesia-Timur
Tengah yang prospeknya sebelumnya tampak cerah. Di antara
negara-negara Timur Tengah, tahun lalu Irak merupakan pengimpor
utama barang-barang Indonesia. Pada 1979 itu jumlah ekspor
Indonesia ke Irak tercatat sebesar US$ 34,4 juta, meliputi
antara lain minyak sawit US$ 20,2 juta, teh US$ 6,9 juta dan
bermacam tekstil serta benang sebesar US$ 6,4 Juta.
Tempat kedua diduduki Arab Saudi dengan jumlah US$ 24,5 juta,
kemudian disusul Mesir dengan US$ 12 juta. Ekspor ke Iran tahun
lalu relatif kecil, hanya mencapai US$ 281.181 terdiri dari teh,
barang kerajinan dan tekstil.
Juli lalu, suatu misi pengusaha swasta Indonesia bersama tim
Timur Tengah mengunjungi Iran. Hasilnya Iran minta kayu bulat
(log) sebanyak 6.000-7.000 m3 serta 350 m3 kayu jati sebagai
percobaan. Walau L/C sudah dibuka oleh pihak Iran, karena perang
semuanya tertunda.
Hubungan dagang dengan Irak yang paling cerah. Agustus lalu,
misi dagang Irak di bawah pimpinan Faroud Dawoud Salman datang
ke Indonesia. Hasilnya suatu kesepakatan antara lain Irak akan
mengimpor dari Indonesia 150.000 ton minyak sawit, 8.000 ton
teh, 300 ton kopi, 2.000 ton karet dan pakaian jadi. Mereka juga
merencanakan membeli kayu lapis, semen, barang elektrik dan
tekstil yang jumlahnya akan ditentukan kemudian. Sedang Irak
akan mengekspor ke Indonesia fosfat, fosfor dan 10.000 ton
kurma.
Menurut rencana, persetujuan ini akan ditandatangani di Baghdad
Oktober ini. Namun karena perang, hal ini tertunda. Yang juga
macet adalah pengiriman tim Indonesia guna melakukan studi dan
perencanaan pembangunan lapangan terbang internasional di Basra,
yang menurut Menteri PU Purnomosidi akan menggunakan konstruksi
"cakar ayam".
Ekspor tekstil ke Timur Tengah juga terhenti. "Sejak pecah
perang Iran-Irak tak ada lagi permintaan," ujar J. Aedy Adenan,
Manajer Koordinator PT Century Textile Industry (Centex) pekan
lalu. Sebelum perang, Centex mengekspor tekstil ke Irak sebanyak
500.000 yard.
Namun masih ada juga eksportir yang optimistis. "Ekspor kami ke
Irak tetap, tak ada gangguan. Hanya ganti pelabuhan saja. Kalau
biasanya ke Basra, sekarang ke Aqaba," kata Isran Siregar, wakil
direktur PT Nanlohy Tea Trading Company (Nanteatraco).
Menurut Isran, tak ada hambatan serius dalam ekspor ke Irak
meskipun pecah perang. "Kami tenang saja. Pengiriman yang kini
sedang dilaksanakan di Tanjung Priok, Belawan dan Teluk Bayur
malah yang terbesar -- lebih dari 40.000 peti," ujarnya.
Diakuinya harga teh belakangan ini turun akibat dumping RRC.
Isran yakin hubungan dagangnya dengan Irak terjamin sampai 1981.
Alasannya, bulan lalu perusahaannya baru saja menandatangani
kontrak baru dengan Direktur State Establishment for Foodstuffs
& Trading Irak, Ghassan B.E.L. Gharbawi yang datang ke Jakarta
secara diam-diam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini