Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gangguan Pada Teh

Ekspor Indonesia ke Timur Tengah a.l: teh, minyak kelapa sawit & kayu macet gara-gara perang iranirak. persetujuan dagang juga tertunda, namun masih ada eksportir yang optimis.

25 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGARUH langsung perang Iran-Irak ternyata terasa juga di Indonesla. Sekitar 3000 ton teh dan minyak kelapa sawit yang direncanakan akan diekspor ke Timur Tengah saat ini menumpuk di pelabuhan Belawan, Medan. "Kami kesulitan kapal untuk mengangkutnya," kata Sarbaini dari kantor Inspeksi PN/PTP Wilayah I Sumatera Utara. Perang Iran-Irak pecah pada 22 September. Namun pada 28 September lalu kapal "M.V. 14 July" masih masuk Belawan. Setelah memuat 1902 ton teh milik PTP VIII Sum-Ut, kapal milik pelayaran Irak itu kembali ke Basra pada 6 Oktober lalu. Sejak itulah pengangkutan bahan ekspor ke Timur Tengah dari Belawan terhenti. Yang terkena bukan hanya teh dan minyak sawit. "M.V. Timur Endovour", kapal berbendera Singapura yang diageni PN Pelni ikut terjebak di pelabuhan Basra, Irak bersama sekitar 60 kal3al dagang dari negara lain. Timur Endovour mengangkut 6000 m3 kayu gergajian dan kayu lapis (plywood) dari Pontianak dan Palembang. Kapal ini selesai membongkar muatan pada 21 September, namun perang pecah esok harinya hingga terpaksa terkurung di Basra. "Akibatnya sisa kontrak penjualan sebanyak 4500 meter kubik lagi masih belum terangkut," kata Soegiarto, Kepala Biro 11 (Ekspor Bahan Bangunan dan Bahan Konsumsi) dari Tim Koordinator Kegiatan Ekspor ke Timur Tengah pada TEMPO. Perundingan mengenai ekspor kayu ini dilakukan Maret 1980 dan L/C-nya baru dibuka Irak pada Juni dan Juli lalu. Tapi walau perang berkecamuk, 2 pekan lalu pihak Irak masih mengirim teleks, meminta agar sisa kayu yang 4500 m3 segera dikapalkan, bahkan atas dasar C&F sampai di Baghdad. Artinya, semua ongkos kapal sampai ke Baghdad akan ditanggung Irak. Kini eksportirnya, PT Hutrindo, berusaha mengapalkannya lewat Jedah, Aqaba atau Kuwait yang lebih aman. "Namun sekarang sulit mencari kapal yang mau mengangkutnya," ujar Soegiarto. Perang ini jelas menghambat hubungan dagang Indonesia-Timur Tengah yang prospeknya sebelumnya tampak cerah. Di antara negara-negara Timur Tengah, tahun lalu Irak merupakan pengimpor utama barang-barang Indonesia. Pada 1979 itu jumlah ekspor Indonesia ke Irak tercatat sebesar US$ 34,4 juta, meliputi antara lain minyak sawit US$ 20,2 juta, teh US$ 6,9 juta dan bermacam tekstil serta benang sebesar US$ 6,4 Juta. Tempat kedua diduduki Arab Saudi dengan jumlah US$ 24,5 juta, kemudian disusul Mesir dengan US$ 12 juta. Ekspor ke Iran tahun lalu relatif kecil, hanya mencapai US$ 281.181 terdiri dari teh, barang kerajinan dan tekstil. Juli lalu, suatu misi pengusaha swasta Indonesia bersama tim Timur Tengah mengunjungi Iran. Hasilnya Iran minta kayu bulat (log) sebanyak 6.000-7.000 m3 serta 350 m3 kayu jati sebagai percobaan. Walau L/C sudah dibuka oleh pihak Iran, karena perang semuanya tertunda. Hubungan dagang dengan Irak yang paling cerah. Agustus lalu, misi dagang Irak di bawah pimpinan Faroud Dawoud Salman datang ke Indonesia. Hasilnya suatu kesepakatan antara lain Irak akan mengimpor dari Indonesia 150.000 ton minyak sawit, 8.000 ton teh, 300 ton kopi, 2.000 ton karet dan pakaian jadi. Mereka juga merencanakan membeli kayu lapis, semen, barang elektrik dan tekstil yang jumlahnya akan ditentukan kemudian. Sedang Irak akan mengekspor ke Indonesia fosfat, fosfor dan 10.000 ton kurma. Menurut rencana, persetujuan ini akan ditandatangani di Baghdad Oktober ini. Namun karena perang, hal ini tertunda. Yang juga macet adalah pengiriman tim Indonesia guna melakukan studi dan perencanaan pembangunan lapangan terbang internasional di Basra, yang menurut Menteri PU Purnomosidi akan menggunakan konstruksi "cakar ayam". Ekspor tekstil ke Timur Tengah juga terhenti. "Sejak pecah perang Iran-Irak tak ada lagi permintaan," ujar J. Aedy Adenan, Manajer Koordinator PT Century Textile Industry (Centex) pekan lalu. Sebelum perang, Centex mengekspor tekstil ke Irak sebanyak 500.000 yard. Namun masih ada juga eksportir yang optimistis. "Ekspor kami ke Irak tetap, tak ada gangguan. Hanya ganti pelabuhan saja. Kalau biasanya ke Basra, sekarang ke Aqaba," kata Isran Siregar, wakil direktur PT Nanlohy Tea Trading Company (Nanteatraco). Menurut Isran, tak ada hambatan serius dalam ekspor ke Irak meskipun pecah perang. "Kami tenang saja. Pengiriman yang kini sedang dilaksanakan di Tanjung Priok, Belawan dan Teluk Bayur malah yang terbesar -- lebih dari 40.000 peti," ujarnya. Diakuinya harga teh belakangan ini turun akibat dumping RRC. Isran yakin hubungan dagangnya dengan Irak terjamin sampai 1981. Alasannya, bulan lalu perusahaannya baru saja menandatangani kontrak baru dengan Direktur State Establishment for Foodstuffs & Trading Irak, Ghassan B.E.L. Gharbawi yang datang ke Jakarta secara diam-diam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus