Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Gapki: Pelaku Usaha Belum Terima Kepastian Nominal Denda Kebun Sawit di Kawasan Hutan

Gapki menyebut dari Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan yang baru dibentuk pemerintah, belum ada informasi terbaru ihwal denda.

8 Maret 2025 | 08.00 WIB

Pekerja menunjukan buah kelapa sawit di lahan milik PT Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 4 November 2024. ANTARA FOTO/Alif Bintang
Perbesar
Pekerja menunjukan buah kelapa sawit di lahan milik PT Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 4 November 2024. ANTARA FOTO/Alif Bintang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, pelaku usaha belum menerima kejelasan ihwa nominal denda yang ditetapkan pemerintah bagi perkebunan sawit yang menyerobot kawasan hutan. Hingga kini, ia masih menunggu kepastian itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau Gapki ya pasti jangan sampai denda mematikan industri aja. Tapi dari pemerintah sendiri belum mengeluarkan angka dendanya,” ujar Eddy kepada Tempo di Jakarta Pusat, Kamis, 6 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Berdasarkan undang-undang, Eddy mengungkap, perhitungan denda telah diatur secara rigid. Beberapa hal yang dikalkulasi yakni keuntungan, luas lahan yang menyerobot kawasan hutan, dan lama waktu perusahaan sawit beroperasi.

Tapi dari Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan yang baru dibentuk pemerintah, belum ada informasi terbaru ihwal denda. Bahkan ia mengatakan, sosialisasi pun belum pernah berlangsung sama sekali. "Belum ada sama sekali. Untuk denda belum ada," ujarnya.

Sejumlah pelaku usaha anggota Gapki telah diperiksa Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Ada 230 pelaku usaha yang dipanggil sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025.

Setelah menjelaskan aktivitas bisnis kepada Satgas, para pelaku usaha diminta menandatangani surat pernyataan. Salah satunya tentang kesanggupan membayar denda. Tapi Satgas tak menyebutkan nominal denda yang harus pelaku usaha bayarkan.

Di Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 yang menjadi landasan pembentukan Satgas, pun tak ada ketentuan soal nominal denda bagi para pelaku usaha. Selama ini, penerimaan negara bukan pajak mengacu pada denda administratif di bisang kehutanan. Dasarnya adalah Peraturan Pemerintah Nompr 24 Tahun 2021. Tapi ketentuan ini tak pasti karena masih dalam proses revisi.

Prabowo Subianto membentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Satgas ini tak hanya mengutip denda dari pengusaha sawit, tapi juga menyasar perusahaan tambang yang menyerobot kawasan hutan.

Prabowo menunjuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Ketua Dewan Pengarah. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah ditunjuk menjadi Ketua Pelaksana.

Sebagai pengarah, Menteri Pertahanan dibantu oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta beberapa menteri, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Menteri Agraria.

Lani Diana dan Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus