DIRJEN Industri Logam & Mesin ir Suhartoyo suka juga bikin
kaget, terutama dalam hal bisnis mobil. Baru-baru ini ia bicara
lagi soal penciutan merek. Tapi sekali ini banyak pengusaha jadi
dag-dig-dug. "Pemerintah akan mempertimbangkan kembali pemberian
izin untuk merek-merek yang produksinya di bawah 500 unit per
tahun," katanya. Jumlah 500 itu, oleh kalangan mobil, dianggap
sebagai batas kritis yang dicanangkan Suhartoyo. Kurang dari itu
dianggap rugi. Atau harganya akan jadi terlalu mahal.
Maka Dirjen Suhartoyo menyerukan agar para agen tunggal
menyeleksi merek mobil yang diwakilinya. Pada akhir 1984
diharapkan "cukup 10merek saja," katanya.
Namun tampaknya penyederhanaan merek masih belum akan
dipaksakannya. Pemerintah masih membiarkan seleksi secara
alamiah, sebagaimana Dirjen ILM itu berulang kali
mengemukakannya, sejak dua tahun silam. Tapi terakhir ini dia
menegaskan betul "pendirian atau perluasan pabrik perakitan
untuk sementara tidak diberi ijin. Minimal untuk 2 tahun lagi,"
katanya.
Alasannya: Produksi maksimal tahun ini diperkirakan cuma sekitar
100 ribu unit. Padahal izin kapasitas dari semua 23 pabrik
perakitan yang ada berjumlah 140 ribu unit setahun, dengan 1
shift kerja. Jelas sekarang ini investasi di bidang perakitan,
yang berjumlah Rp 42,5 milyar dan yang mempekerjakan 9.300
orang, sudah berlebihan. Apalagi masih ada 4 perakitan tengah
dibangun, yang seluruhnya bakal punya kapasitas 20 ribu unit
setahun dengan rencana modal yang kabarnya menelan Rp 10 milyar.
Bagi Indonesia yang baru pintar merakit, jumlah merek yang
sekian banyaknya itu memang keliwatan. Hampir semua merek mobil
yang ada di dunia ada wakilnya di sini. Jadi masuk akal, kalau
pemerintah dan juga para pengusaha menilai situasi ini sungguh
tak menguntungkan.
Suasana bersaing pun makin kencang, mengingat kekuatan
masing-masing perakitan maupun agen tunggal berbeda. Kini ada
sekitar 37 merek yang diimpor secara terurai (CKD untuk sekitar
90 type model. Ternyata banyak merek berada di bawah garis
kritis 500 unit setahun.
Hanya 6 merek yang masing-masing bisa dijual di atas 3000 unit
setahun. Ini menurut data tahun 1977. Dan enam besar itu, siapa
lagi kalau bukan Jepang Ya Mitsubishi yang merajahi pasaran
dengan 30.080 unit, lalu juara kedua yang dikantongi Toyota
dengan 21.266, kemudian Daihatsu merebut kedudukan ketiga dengan
12.631, Datsun dengan 4065, Honda cuma 3651 dan Suzuki kebagian
3043.
Di bawah 2.000 unit setahun, Jepang memang masih harus membagi
pasar dengan keluaran Eropa. Paling top di barisan ini adalah
Mercedez Benz (1846), disusul Mazda (1547), Volkswagen (1451),
Ford (1081) dan Peugeot (1025). Baru menyusul Holden (901) dan
Hino (526). Sisanya, 23 merek, berada di bawah garis kritis itu.
Terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu, tapi Volvo dan
Fiat, juga yang sesederhana Morina, termasuk di dalamnya.
Tolong-menolong
Umumnya pengurus Gaakindo tidak setuju dengan gagasan Dirjen
Suhartoyo yang memakai garis kritis 500 unit setahun. Tahun
1974, kata mereka, para agen tunggal telah berkelompok.
Masing-masing merakit mobilnya di pabrik yang berada dalam
kelompoknya. Semua kelompok ini berjumlah 20.
Sekarang ini mereka yang kuat diharuskan juga merakit mobil di
luar kelompoknya. Dengan demiklan mereka yang lemah pabriknya
supaya tidak gulung tikar. Tapi pihak Gaakmdo pesimis terhadap
cara tolong-menolong itu.
Kalau mereka yang berproduksi di bawah 500 unit setahun pada
akhirnya dicoret, banyak pabrik perakitan yang jatuh korban.
Terutama mereka yang selama ini merakit mobil-mobil Eropa dan
Amerika.
Suhartoyo menganjurkan agar agen tunggal dari merek yang tidak
diproduksi lagi supaya bergabung dengan agen tunggal dari merek
yang masih bertahan. Dan agen tunggal yang besar dimintanya
supaya memberi pekerjaan kepada perakit yang hidupnya payah.
"Anjuran sih boleh saja, tapi pelaksanaannya sulit," kata
seorang agen tunggal.
Ada pula pengusaha yang menganjurkan supaya pabrik perakitan
yang kini menganggur agar bergabung saja, kemudian memproduksi
komponen parts. Toh mereka itu sudah punya modal, tinggal
bergabung dan mengalihkan bidang usahanya. Pasaran komponen akan
terjamin. Apalagi sudah ada keharusan agen tunggal mobil untuk
meningkatkan pemakaian komponen dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini