Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Garis Kritis Suhartoyo

Dalam usaha penciutan merek mobil, dirjen industri logam dan mesin, Suhartoyo, akan mempertimbangkan kembali pemberian izin untuk merek-merek yang produksinya di bawah 500 unit per tahun. (eb)

14 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIRJEN Industri Logam & Mesin ir Suhartoyo suka juga bikin kaget, terutama dalam hal bisnis mobil. Baru-baru ini ia bicara lagi soal penciutan merek. Tapi sekali ini banyak pengusaha jadi dag-dig-dug. "Pemerintah akan mempertimbangkan kembali pemberian izin untuk merek-merek yang produksinya di bawah 500 unit per tahun," katanya. Jumlah 500 itu, oleh kalangan mobil, dianggap sebagai batas kritis yang dicanangkan Suhartoyo. Kurang dari itu dianggap rugi. Atau harganya akan jadi terlalu mahal. Maka Dirjen Suhartoyo menyerukan agar para agen tunggal menyeleksi merek mobil yang diwakilinya. Pada akhir 1984 diharapkan "cukup 10merek saja," katanya. Namun tampaknya penyederhanaan merek masih belum akan dipaksakannya. Pemerintah masih membiarkan seleksi secara alamiah, sebagaimana Dirjen ILM itu berulang kali mengemukakannya, sejak dua tahun silam. Tapi terakhir ini dia menegaskan betul "pendirian atau perluasan pabrik perakitan untuk sementara tidak diberi ijin. Minimal untuk 2 tahun lagi," katanya. Alasannya: Produksi maksimal tahun ini diperkirakan cuma sekitar 100 ribu unit. Padahal izin kapasitas dari semua 23 pabrik perakitan yang ada berjumlah 140 ribu unit setahun, dengan 1 shift kerja. Jelas sekarang ini investasi di bidang perakitan, yang berjumlah Rp 42,5 milyar dan yang mempekerjakan 9.300 orang, sudah berlebihan. Apalagi masih ada 4 perakitan tengah dibangun, yang seluruhnya bakal punya kapasitas 20 ribu unit setahun dengan rencana modal yang kabarnya menelan Rp 10 milyar. Bagi Indonesia yang baru pintar merakit, jumlah merek yang sekian banyaknya itu memang keliwatan. Hampir semua merek mobil yang ada di dunia ada wakilnya di sini. Jadi masuk akal, kalau pemerintah dan juga para pengusaha menilai situasi ini sungguh tak menguntungkan. Suasana bersaing pun makin kencang, mengingat kekuatan masing-masing perakitan maupun agen tunggal berbeda. Kini ada sekitar 37 merek yang diimpor secara terurai (CKD untuk sekitar 90 type model. Ternyata banyak merek berada di bawah garis kritis 500 unit setahun. Hanya 6 merek yang masing-masing bisa dijual di atas 3000 unit setahun. Ini menurut data tahun 1977. Dan enam besar itu, siapa lagi kalau bukan Jepang Ya Mitsubishi yang merajahi pasaran dengan 30.080 unit, lalu juara kedua yang dikantongi Toyota dengan 21.266, kemudian Daihatsu merebut kedudukan ketiga dengan 12.631, Datsun dengan 4065, Honda cuma 3651 dan Suzuki kebagian 3043. Di bawah 2.000 unit setahun, Jepang memang masih harus membagi pasar dengan keluaran Eropa. Paling top di barisan ini adalah Mercedez Benz (1846), disusul Mazda (1547), Volkswagen (1451), Ford (1081) dan Peugeot (1025). Baru menyusul Holden (901) dan Hino (526). Sisanya, 23 merek, berada di bawah garis kritis itu. Terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu, tapi Volvo dan Fiat, juga yang sesederhana Morina, termasuk di dalamnya. Tolong-menolong Umumnya pengurus Gaakindo tidak setuju dengan gagasan Dirjen Suhartoyo yang memakai garis kritis 500 unit setahun. Tahun 1974, kata mereka, para agen tunggal telah berkelompok. Masing-masing merakit mobilnya di pabrik yang berada dalam kelompoknya. Semua kelompok ini berjumlah 20. Sekarang ini mereka yang kuat diharuskan juga merakit mobil di luar kelompoknya. Dengan demiklan mereka yang lemah pabriknya supaya tidak gulung tikar. Tapi pihak Gaakmdo pesimis terhadap cara tolong-menolong itu. Kalau mereka yang berproduksi di bawah 500 unit setahun pada akhirnya dicoret, banyak pabrik perakitan yang jatuh korban. Terutama mereka yang selama ini merakit mobil-mobil Eropa dan Amerika. Suhartoyo menganjurkan agar agen tunggal dari merek yang tidak diproduksi lagi supaya bergabung dengan agen tunggal dari merek yang masih bertahan. Dan agen tunggal yang besar dimintanya supaya memberi pekerjaan kepada perakit yang hidupnya payah. "Anjuran sih boleh saja, tapi pelaksanaannya sulit," kata seorang agen tunggal. Ada pula pengusaha yang menganjurkan supaya pabrik perakitan yang kini menganggur agar bergabung saja, kemudian memproduksi komponen parts. Toh mereka itu sudah punya modal, tinggal bergabung dan mengalihkan bidang usahanya. Pasaran komponen akan terjamin. Apalagi sudah ada keharusan agen tunggal mobil untuk meningkatkan pemakaian komponen dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus