KOMANDAN Garnisun Ibukota, Kol. Eddy Nalapraya, Senin pekan ini
tampak di kantor pusat PT Garuda Indonesia Airways, Jl. Juanda,
Jakarta. Kehadiran perwira menengah yang juga Asisten Intel
Kodam V Jaya itu menarik perhatian para pilot yang berkerumun di
lantai bawah. Apalagi Eddy baru saja bertemu Dir-Ut Garuda,
Wiweko.
Bicara apa? "Saya minta discount untuk rombongan pencak silat
yang mau ke Singapura," katanya. Kol. Eddy juga duduk sebagai
ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia, Jakarta. Tapi ia menjangkau
bahu Subekti, kapten pilot DC-9 yang "dirumahkan". Di muka pintu
keduanya bicara sebentar. Lalu? "Saya diminta untuk meninggalkan
tempat ini bersama teman-teman," sahut Subekti. "Tapi besok
harus menghadap Dir-Ut."
Peristiwa 6 pilot dan 11 tehnisi Garuda yang "dirumahkan" itu
sudah memasuki minggu ketiga. Meskipun hari itu ada 3 pilot yang
sudah dibebaskan (release), Irawan, Darmadi dan Rizali, serta 3
tehnisi lain.
Tak jelas siapa yang memulai menyulut api. Tapi dengan bantuan
aparat Laksusda Jaya dan Skogar, telah dilakukan suatu
penggerebekan terhadap 12 karyawan tehnisi dan pilot, pada 14
Juni malam, di sebuah rumah di Kebayoran Baru. Ditahan semalam,
mereka telah ditanyai, lalu dinasehati seperlunya oleh bagian
Intel Kodam V Jaya. Tapi menjelang mereka akan dilepaskan,
petugas keamanan Garuda menyerahkan 5 orang mekanik lagi untuk
diperiksa.
Apa soalnya? "Ini adalah luapan ketidakpuasan," begitu kata
seorang pilot. Persoalan gaji dan suasana kerja, menurut
beberapa pilot, memang merupakan masalah belum terselesaikan.
Sukses Garuda di bawah kepemimpinan Wiweko vang keras, dianggap
tak seimbang dengan balas jasa yang diperoleh para karyawan
umumnya.
Garuda di bawah asuhan Wiweko memang maju pesat. Tahun depan
perusahaan yang selama 11 tahun dipimpinnya itu sudah akan
mengoperasikan 4 Boeing 747. Tapi janji untuk menaikkan gaji
rupanya belum juga dipenuhi. Pemerintah sejak awal Maret lalu
sudah mengizinkan Garuda untuk menaikkan tarif kapal terbang
dengan 35%, untuk mengimbangi akibat dari Kenop-15 dan kcnaikan
harga BBM.
Kekesalan karyawan konon mencapai puncaknya ketika menerima
amplop gaji akhir Mei lalu. Mereka sebenarnya mengharapkan
menerima bonus 'uang pendidikan anak'. Tapi yang hari itu
disodorkan oleh kasir adalah pengumuman baru direksi, tentang
keharusan untuk memakai topi pengaman (helm) bila mengendarai
sepeda motor.
Bonus memang dibagikan, dua minggu setelah adanya maklumat helm
itu. Tapi, kata seorang pegawai administrasi di Jl. Juanda
"kejadian di hari gajian itu telah menimbulkan sikap yang
masabodoh (apati) karyawan, terutama dari bagian teknik, yang
umumnya masih muda dan naik motor."
Seorang kapten penerbang yang ikut ditahan, menerangkan,
sebenarnya yang mereka lakukan adalah ingin "minta perhatian
pimpinan." Kata pilot itu: "Kami yang bertanggungjawab atas
keselamatan penerbangan, dan mencoba untuk mengusahakan cara
yang kami anggap terbaik bagi semuanya." Itu pula sebabnya "para
pilot menerima ajakan rekan-rekan di bagian teknik untuk mencari
dan menelurkan perumusan yang baik."
Ke 17 orang itu pun bertemu beberapa kali, untuk mengajukan
suatu konsep perbaikan. Tapi mereka dianggap bikin "rapat
gelap."
Kalau Cuaca Buruk
Surat keputusan yang mengharuskan para karyawan yang ditindak
itu untuk "tinggal di rumah" memang ditakuti. Sebab semua
tunjangan, termasuk tunjangan terbang, akan dihapuskan. Dengan
kata lain, "orang seperti saya yang biasa menerima Rp 200 ribu
sebulan, jadinya cuma menerima Rp 17.000," kata seorang
karyawan.
Tapi pihak direksi, seperti dinyatakan sekretaris perusahaan
Lumenta, rupanya tak melihat keresahan itu disebabkan tingkat
gaji yang kecil. Dia lalu mengungkapkan berapa saja yang dibawa
pulang pilot sebulan antara Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu
sebulan untuk seorang pilot DC-10 misalnya. Sedang bagian
tehnik, berpenghasilan antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu
sebulan. "Saya tak mengatakan gaji mereka besar, tapi lihat saja
sendiri," katanya.
Apa yang dikatakan Lumenta mungkin berlaku untuk para pilot itu.
Tapi seorang tehnikus golongan V dengan masa kerja lebih 4
tahun, berpenghasilan Rp 40 ribu sebulan. Lalu baru-baru ini
seorang tehnikus golongan IX yang sudah bermasa kerja 15 tahun,
mendapat tambahan gaji pokok sebesar 75 perak terhitung 1
Januari lalu. Dan uang lembur mereka? Harian Kompas menyebutkan
lembur di Garuda adalah Rp 15 per jam. Maka seorang tehnikus
yang kelebihan 100 jam kerja dengan uang makan 100 perak sehari,
sudah harus senang mendapat tambahan Rp 6.500 sebulan. "Bayangin
mas, kami yang sehari-hari berhadapan dengan mesin-mesin yang
vital ini, bagaimana nggak kropos badan," keluh seorang tehnikus
muda.
Kalau benar demikian, yang terjadi di perusahaan negara yang
tergolong paling maju itu, apalagi kalau bukan keresahan? Kini
anak-anak Garuda yang tidak puas itu diminta untuk "kembali ke
pangkalan" (return to base), seperti ucap Lumenta. Bila cuaca
buruk di tempat tujuan, para pilot memang disarankan untuk balik
putar haluan. Apakah kini pimpinan Garuda sendiri tak perlu
putar haluan, karena cuaca buruk?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini