Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pramita Rachman salah satu yang mendapat kemudahan dengan kehadiran dompet pembayaran elektronik. Di era digital, karyawati bank yang berdomisili di Bandung itu tak lagi repot mengatur uangnya. Masuk kelompok usia produktif 25-30 tahun, Pramita salah satu yang mulai mengurangi transaksi menggunakan uang tunai.
Berbekal satu telepon pintar berisi tiga dompet digital (e-wallet), Pramita enteng bepergian tanpa mengantongi dompet atau uang fisik sepeser pun. Sejak perempuan 27 tahun itu menginstal aplikasi dompet virtual di ponselnya, urusan bayar-membayar kini terasa mudah. “Pakai GoPay untuk naik Gojek sehari-hari, lalu pakai DANA dan Ovo untuk belanja,” kata Pramita, -Jumat, 11 Oktober lalu.
Ke mana pun Anda berbelanja, promosi GoPay, Ovo, dan DANA pasti terpampang di sana. Tak aneh jika tiga dompet digital ini yang paling diingat masyarakat ketika berbelanja. Sejumlah survei menyebutkan ketiga perusahaan finansial itu merajai pasar dompet elektronik Indonesia dalam dua tahun terakhir.
Sebelumnya, Mita—panggilan akrab Pramita—biasa bertransaksi melalui mobile banking. Setelah muncul layanan GoPay di aplikasi Gojek, Ovo, dan DANA, kini ia lebih banyak memakai aplikasi tersebut. Di ketiga aplikasi itu, Mita tercatat sebagai pengguna teregistrasi alias premium. Ia bisa menyimpan uang dalam dompet di ponselnya dengan batas jumlah yang lebih besar dibanding pengguna standar. “Jadi tinggal dipakai bergantian, mana yang masih ada saldonya atau lebih besar uang kembaliannya,” ujar Mita.
Cash-back atau uang kembali memang menjadi gulali bagi pengguna dompet digital. Promosi ini gencar dilakukan tiap aplikasi pembayaran untuk menarik pengguna. Bulan ini, misalnya, Ovo menawarkan uang kembali hingga Rp 200 ribu per transaksi dan diskon 50 persen. Sementara itu, tawaran uang kembali Gopay berkisar Rp 5.000-30.000 dan diskon hingga 50 -persen.
Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata mengatakan perusahaan mulai selektif dalam memberikan subsidi kepada penggunanya. Sementara perang diskon awalnya dipakai untuk menggaet pengguna baru, GoPay kini perlahan mengurangi strategi tersebut. Menurut dia, pengguna GoPay yang sudah nyaman dengan kemudahan transaksi tentu tidak peduli pada tawaran promosi. GoPay kini memasang beberapa fitur syarat bernama “Mission” untuk mendapatkan uang kembali. “Kami ingin bisnis ini jangka panjang. Perang cash-back itu tidak akan lama,” kata Budi saat ditemui pada Rabu, 9 Oktober lalu.
PT Dompet Anak Bangsa dengan produknya, GoPay, tak khawatir kalah saing di pasar uang elektronik meskipun strategi “bakar duit” melalui uang kembali dan diskon dikurangi. Sebab, menurut Budi, GoPay memiliki basis pengguna yang kuat melalui ekosistem yang terbentuk dalam aplikasi Gojek, induk usahanya di bawah naungan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa.
Budi Gandasoebrata/ iqpc.com
Riset iPrice Group bersama App Anie menyebutkan GoPay bertengger di peringkat pertama e-wallet dengan pengguna aktif bulanan terbanyak atau terpopuler di Tanah Air. Posisi kedua dan seterusnya ditempati Ovo, DANA, LinkAja (dulu T-Cash), dan Jenius.
Sebanyak 30 persen dari total transaksi uang elektronik di Indonesia disumbang oleh transaksi dari GoPay, yang pertama kali meluncur pada 2016. Dengan memiliki 2 juta mitra pengemudi taksi dan ojek online serta 400 ribu mitra GoFood, 1,5 juta agen, dan 60 ribu penyedia layanan (merchant), gross transaction value GoPay hingga Februari 2019 menyentuh angka US$ 6,3 miliar.
Jika dihitung-hitung, GoPay memiliki sepuluh layanan melalui aplikasi Gojek ataupun di luar itu. Di antaranya untuk pembayaran pengantaran makanan, taksi dan ojek online, pembelian tiket bioskop, pembayaran e-commerce, pinjaman online, pembayaran tagihan bulanan, serta penarikan tunai. Belakangan, GoPay juga bisa dipakai untuk membayar penerbitan surat izin mengemudi, transaksi di Google Play, dan pembayaran game online. “Intinya, 50 persen dari pengguna Gojek sudah pakai GoPay. Pertumbuhan kami sangat besar,” ujar Budi.
Dua tahun setelah diluncurkan pertama kali untuk transaksi di Gojek, pada April 2018 aplikasi ini bisa dipakai di merchant offline, seperti mal; usaha mikro, kecil, dan menengah; serta layanan publik di daerah. Walhasil, transaksi GoPay di luar ekosistem Gojek pun tumbuh 25 kali sejak diperkenalkan. GoPay mencatat penggunaan dompetnya telah dipakai di 370 kota di Indonesia atau lebih banyak dibanding sebaran penggunaan aplikasi Gojek.
Saat GoPay baru lahir, sebetulnya banyak pemain uang elektronik yang telah lama beroperasi di Indonesia. Namun saat itu jumlah transaksinya masih sangat minim. Bank Indonesia melaporkan volume uang elektronik pada 2016 hanya Rp 7,1 triliun dari 683 juta transaksi.
Pada 2017, Bank Indonesia membekukan sementara beberapa uang elektronik yang beroperasi, termasuk GrabPay—yang diperkenalkan Grab sebelum menggandeng OVO. Saat itu, GoPay berhasil bertahan. Tak lama kemudian, Grab menggandeng OVO, yang lahir di bawah naungan PT Visionet Internasional.
Semula OVO didirikan oleh Grup Lippo sebagai program loyalty untuk transaksi Ovo di Matahari Department Store dan Lippo Mall. Baru pada April 2018, OVO resmi dipakai sebagai dompet digital untuk transaksi di luar dan dalam aplikasi Grab. Saat itu, OVO memanfaatkan mitra usaha kecil agen Kudo dan PayTren yang tersebar di 500 kota di Indonesia.
Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, sejak 2017 hingga 2018, pengguna OVO tumbuh hingga 400 persen. Aplikasinya terpasang di 115 juta perangkat. Jumlah pengguna aktif OVO mengalahkan LinkAja, yang dulu dikenal sebagai T-Cash. OVO memberlakukan transaksi tiket parkir di hampir semua mal milik Grup Lippo serta menggandeng Tokopedia dan platform investasi Bareksa.
Kini OVO tercatat telah digunakan oleh 9 juta mitra Grab, 3 juta pedagang di Tokopedia, dan 500 mitra usaha offline. Berbeda dengan laporan iPrice, riset Snapcart menunjukkan 58 persen dari total 1.800 responden menggunakan OVO.
Karaniya membenarkan peningkatan pengguna aktif dan transaksi di OVO didorong oleh layanan yang tersedia di e-commerce dan merchant Ovo melalui transaksi pindai QR code. OVO menilai meningkatnya transaksi uang elektronik akan memudahkan Bank Indonesia memonitor peredaran uang. “Ini bagus untuk stabilitas dan pengendalian moneter kita,” kata Karaniya saat ditemui pada Kamis, 10 Oktober lalu.
Belakangan, rencana ekspansi OVO terdengar santer. GrabHoldings, pemegang saham OVO, dikabarkan sedang membahas rencana penggabungan OVO dengan DANA—dompet digital yang diinisiasi PT Elang Mahkota Teknologi (Emtek Group). Tujuannya tak lain untuk membendung dominasi GoPay di Tanah Air. Artikel di Reuters, Rabu, 11 September lalu, menyebutkan Grab dikabarkan akan mengakuisisi DANA dari Emtek, yang masih mengantongi 50 persen saham DANA.
Laporan itu menyebutkan Grab dan DANA perlu bernegosiasi dengan bank sentral, sebagai regulator, perihal batasan kepemilikan asing dalam perusahaan lokal. Juli lalu, Grab menerima kucuran uang segar lagi dari SoftBank senilai US$ 2 miliar atau setara dengan Rp 28 triliun. Uang itu memang ditujukan untuk ekspansi Grab di Indonesia.
Rencana akuisisi Grab ini disebut-sebut dibahas saat CEO SoftBank Masayoshi Son berkunjung ke Jakarta pada Juli lalu. DANA dan Grab memang memiliki hubungan dekat. Emtek pernah memiliki saham minor di Grab. Sementara itu, uang SoftBank juga masuk ke DANA melalui Ant Financial, servis keuangan terafiliasi dengan Alibaba, yang saham terbesarnya dimiliki SoftBank.
Karaniya Dharmasaputra mengatakan wacana tersebut masih rumor. Menurut dia, rencana investasi lumrah dibicarakan oleh banyak pemain teknologi, termasuk untuk menggandeng pemain dalam negeri. “Itu terjadi di semua sektor, dengan investasi supaya bisa terjadi sinergi,” ujarnya.
Saat dimintai konfirmasi, Chief Communications Officer DANA Chrisma Albandjar mengatakan, “Saya tak mau mengomentari rumor yang terjadi di pasar.” Ia menyebutkan SoftBank bukanlah investor DANA. Ihwal hubungan Ant Financial dengan SoftBank, Chrisma meminta hal itu ditanyakan langsung kepada Ant Financial.
Di tengah isu merger, OVO terus memperluas layanannya untuk menggaet pengguna baru. Setelah memberlakukan fitur PayLater, OVO kini bekerja sama dengan 10 bank mitra jaringan ATM Prima untuk layanan isi ulang saldo. Berikutnya, akan ada 22 mitra bank dan nonbank yang terhubung untuk layanan yang sama. Selain itu, OVO telah melayani pembayaran premi asuransi, pinjaman, dan investasi.
Karaniya mengatakan ceruk kue industri pembayaran masih cukup besar untuk dikuasai para pemain aplikasi dompet digital. Apalagi saat ini tingkat penetrasi perbankan masih di bawah 50 persen. Masuknya layanan dompet digital berbasis Internet, dia melanjutkan, akan membantu menjembatani perbankan dengan masyarakat yang belum terlayani. “Musuh kami sebetulnya bukan kompetitor atau perbankan, melainkan sistem tunai,” kata Karaniya.
DANA pun turut melakukan inovasi dengan memperkenalkan fitur penyimpanan kartu yang terintegrasi dengan kartu debit dan kredit perbankan, yang dinamai DANA Card. Dengan begitu, nasabah tak perlu lagi mengisi ulang saldo ke aplikasi. Pengguna DANA meningkat hingga 65 persen. “Kami mencatat jumlah transaksi lebih dari 1 juta per hari,” tutur Chrisma, Juli lalu.
Sementara itu, GoPay tak mau tinggal diam. Menurut Budi Gandasoebrata, GoPay membuka peluang kerja sama dengan LinkAja, pemain dompet digital pelat merah untuk pembayaran pelayanan umum, seperti pajak, tiket tol, transportasi, dana bantuan sosial, dan zakat. “Kami terbuka karena masih banyak masyarakat di luar kota besar yang belum terlayani ekonomi digital,” kata Budi. GoPay juga sedang mematangkan rencana mengembangkan operasinya di Thailand dan Vietnam, menyusul sang induk, Gojek, yang lebih dulu beroperasi di sana.
PUTRI ADITYOWATI, GHOIDA RAHMAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dompet Digital Makin Terkenal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo