Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Nusa Dua - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mendorong negara-negara ASEAN mempromosikan mata uang digital bank sentral. Langkah ini dilakukan seiring dengan perkembangan mata uang kripto yang semakin pesat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada akhirnya aset digital swasta perlu mengacu kepada satuan hitung mata uang digital yang berdaulat," ujar Perry dalam seminar tingkat tinggi di Nusa Dua, Bali, Selasa, 28 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, Bank Indonesia tengah mengembangkan rupiah digital. Dalam prosesnya, BI telah menerbitkan Consultative Paper Tahap I berjudul “Proyek Garuda: Wholesale Rupiah Digital Cash Ledger” pada 31 Januari 2023 sebagai tindak lanjut dari penerbitan White Paper Proyek Garuda pada 30 November 2022.
Consultative Paper bertujuan untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari para pemangku kepentingan mengenai desain, dampak, dan manfaat Rupiah Digital yang sesuai dengan kebutuhan saat ini dan masa depan.
Consultative Paper itu pun menjelaskan tentang desain pengembangan Rupiah Digital tahap immediate state, yaitu wholesale Rupiah Digital cash ledger meliputi pengenalan teknologi dan fungsi dasar seperti penerbitan, pemusnahan dan transfer dana. Dokumen tersebut juga akan membahas dampak dari penerbitan Rupiah Digital pada sistem pembayaran, stabilitas keuangan dan moneter.
Setelah terbitnya dokumen tersebut, Perry mengatakan institusinya akan mulai mengembangkan rancangan proyek rupiah digital di bawah Proyek Garuda. Sehingga, di masa depan, mata uang digital akan menjadi satu-satunya mata uang digital yang berdaulat yang dapat dijadikan acuan satuan hitung oleh aset digital swasta.
Mata uang digital dan kripto menjadi salah satu topik pembahasan dalam pertemuan pertama Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan ASEAN di Bali pada 28-31 Maret 2023. Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan mata uang digital menjadi sorotan lantaran memiliki risiko pada perekonomian, tak terkecuali pada mata uang digital yang diterbitkan bank sentral.
"Kami akan bicara masalah risiko dan implikasi (dari aset kripto), terutama dampak kepada ekonomi makro dan kepada keuangan. Kami bersama meyakini ada risiko," tutur Dody. Salah satu risikonya adalah mengenai imbasnya kepada aliran modal. "Volatilitas lebih cepat, gejolak lebih besar."
Dengan volatilitas yang tinggi, kata Dody, penggunaan mata uang digital untuk perdagangan bisa berdampak kepada kenaikan laju inflasi apabila tidak bisa dikendalikan. Katena itu, transaksi aset kripto dan penerbitan mata uang digital bank sentral harus dilihat secara menyeluruh terhadap perekonomian.
Pilihan Editor: Rupiah Digital BI Tak Tambah Jumlah Uang Beredar di Indonesia
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.