Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi PPN 12 Persen mulai 1 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan ini tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa, melainkan difokuskan pada produk yang dikategorikan sebagai barang mewah. Dengan penerapan ini, pemerintah berharap dapat menciptakan keseimbangan fiskal dan meningkatkan penerimaan negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, apa sebenarnya definisi barang mewah yang menjadi target kenaikan tarif ini?
Definisi Barang Mewah
Dikutip dari Britannica, barang mewah adalah barang atau jasa yang tidak termasuk kebutuhan pokok dan memiliki nilai tinggi yang sering kali dikonsumsi oleh kalangan atas. Barang mewah dapat diidentifikasi melalui elastisitas permintaannya yang rendah, artinya konsumen tetap membelinya meskipun harganya naik.
Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyebut, definisi barang mewah perlu diperjelas agar tidak menimbulkan kebingungan atau dampak negatif bagi kelas menengah.
“Pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas mengenai barang apa saja yang termasuk dalam kategori mewah. Hal ini penting untuk menghindari kesalahan pengenaan pajak pada barang yang sebenarnya merupakan kebutuhan bagi masyarakat menengah,” kata Achmad sebagaimana dilansir dari Antara.
Menurut Achmad, misalnya, barang seperti elektronik berkualitas tinggi dapat masuk kategori mewah, padahal barang tersebut juga digunakan oleh kelas menengah untuk keperluan pekerjaan. Jika kebijakan ini tidak memiliki batasan yang jelas, dikhawatirkan akan memperbesar kesenjangan ekonomi.
Tujuan barang mewah dikenakan pajak tak hanya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga mengubah pola konsumsi atau membatasi akses terhadap barang yang dianggap tidak esensial. Hal ini mirip dengan kebijakan pajak barang mewah di negara lain, seperti Kanada, yang mengenakan pajak pada kendaraan dan kapal dengan nilai tertentu di atas ambang batas.
Di Kanada, pajak barang mewah dikenakan pada kendaraan dengan harga atau nilai di atas ambang batas $ 100.000. Pajak ini berlaku untuk penjualan, impor, pendaftaran, penyewaan, atau peningkatan kendaraan yang memenuhi kriteria tersebut.
Namun, beberapa kendaraan dikecualikan dari pajak ini, seperti ambulans, mobil jenazah, kendaraan dengan tanda polisi atau respons darurat medis atau pemadam kebakaran, serta kendaraan rekreasi yang dilengkapi fasilitas tempat tinggal sementara seperti dapur, toilet, dan sistem pemanas atau pendingin udara.
Apa Saja yang Termasuk Barang Mewah?
Berdasarkan kebijakan terbaru, pemerintah menyasar beberapa kategori barang dan jasa yang dianggap sebagai barang mewah dan akan dikenakan tarif PPN 12 persen. Contohnya layanan kesehatan dan pendidikan premium, yakni rumah sakit dengan fasilitas VIP atau sekolah internasional dengan biaya tinggi.
Kemudian bahan pangan berkualitas premium seperti beras premium, daging wagyu, ikan salmon, king crab, atau udang berkualitas tinggi, dan buah-buahan kategori premium. Adapun konsumsi listrik rumah tangga berdaya 3.600–6.600 VA yang biasanya digunakan oleh kalangan ekonomi atas juga dikenakan kenaikan pajak.
Sementara itu, barang kebutuhan pokok seperti beras biasa dan layanan kesehatan esensial tidak termasuk dalam kategori ini. Pemerintah juga menjamin bahwa kelompok ekonomi kecil tetap memiliki akses terhadap barang dan jasa esensial dengan tarif pajak yang lebih rendah atau bahkan bebas pajak.
Bercermin dari kebijakan di Indonesia, tentunya penerapan kenaikan menjadi PPN 12 Persen ini semestinya dikaji kembali agar tidak salah sasaran dan justru menyengsarakan rakyat kecil.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara untuk mendanai pembangunan. Namun, seperti yang dijelaskan Achmad Nur Hidayat, pemerintah harus mewaspadai efek spillover, di mana kenaikan harga barang mewah dapat memengaruhi biaya barang lain yang lebih esensial, seperti logistik dan transportasi.
Untuk memitigasi dampak negatif, pemerintah direkomendasikan menerapkan tarif pajak progresif sesuai nilai barang dan memberikan insentif bagi produsen lokal agar tersedia alternatif yang lebih terjangkau.