Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selebriti dan aktivis lingkungan Hamish Daud Wyllie juga ikut serta mengampanyekan kepada masyarakat untuk berhenti memakan sirip ikan hiu. Karena, hal tersebut membuat para nelayan akan terus menangkap ikan hiu yang populasinya kian menurun dari tahun ke tahun. Data terakhir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2016, produksi hiu mencapai 6 ribu ton per tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena bukan peneliti, saya bekerjasama dengan tim Conservation International dan mendapatkan banyak informasi. Di antaranya, dalam 20 tahun ini, 90 persen populasi hiu sudah punah karena ulah manusia," ujar Hamish kepada Tempo saat ditemui di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat pada Rabu, 28 Marert 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hamish menjelaskan, informasi-informasi tersebutlah yang dia sampaikan kepada masyarakat ketika berkunjung ke daerah-daeah. "Saya ingin menjadi jembatan informasi kepada masyarakat terkait hal ini," kata Hamish.
Berdasarkan data KKP, sejak tahun 2005, total produksi hiu terus meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari sekitar 4,3 ribu ton pada 2005, hingga mencapai 6 ribu ton pada 2016. Bahkan pada 2016, total produksi hiu sampai melebihi 6 ribu ton.
Sekretaris Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Agus Dermawan mengatakan, dari semua total produksi tersebut memang tidak semua yang merupakan spesies hiu yang dilindungi. Untuk itu, dia akan menyosialisasikan kepada para nelayan terkait hiu mana yang boleh ditangkap dan tidak. "Kita tentu tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak nelayan yang bergantung hidup kepada hiu," kata Agus saat ditemui Tempo di lokasi yang sama.
Dalam daftar Appendix II Convention on International Trade of Endangered Species atau CITES (Konvensi Perdagangan Spesies Terancam Punah), terdapat 5 spesies hiu dan 2 spesies pari yang dilindungi. Ketujuh spesies hiu dan manta itu adalah, Porbeagle Shark (Lamna nasus), Hiu Martil Scalloped (Sphyrna lewini), Hiu Martil Besar (Sphyrna mokarran), Hiu Martil Caping (Sphyrna zygaena), serta Ikan Pari Manta Oseanik (Manta birostris) dan Ikan Pari Manta Karang (Manta alfredi).
Adapun penangkapan dan perdagangan terhadap ke-7 jenis hiu dan pari manta tersebut, baik hidup, mati, atau bagian tubuhnya diatur secara ketat oleh CITES.
Agus menjelaskan, selain dari tujuh jenis hiu dan pari manta tersebut, masih bisa dimanfaatkan oleh para nelayan. Untuk itu selanjutnya KKP bersama Litbang akan menyosialisasikan kepada nelayan terkait hiu dan pari manta yang boleh ditangkap dan tidak. "Kita bisa membedakan jenisnya dari sirip dan morfologinya. Ini yang akan disosialisasikan," ujar Agus.
Baca berita lainnya tentang Hamish Daud di Tempo.co.