Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Pusat, Iing Ichsan Hanafi, kelimpungan sepanjang akhir tahun lalu. Per Agustus 2024, ia menerima banyak keluhan dari rumah sakit yang klaimnya mengalami pending atau mandek di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pending claim adalah klaim yang ditahan sementara oleh BPJS Kesehatan. Mengacu Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, rumah sakit dapat mengajukan kembali klaim kepada BPJS Kesehatan maksimal 6 bulan setelah pelayanan kesehatan. Jika tidak, klaim akan dinyatakan hangus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terpantik oleh ramainya keluhan dari rumah sakit-rumah sakit, Ichsan mengadakan survei tentang klaim yang mandek itu untuk periode Agustus hingga Oktober 2024. Total 211 rumah sakit swasta di Jawa, Bali, dan Kalimantan mengisi sigi. “Selama ini kan mereka mengeluh klaimnya di-pending, makanya kami minta data ke teman-teman rumah sakit,” ujar Ichsan kepada Tempo, Sabtu, 4 Januari 2025.
Data mencatat lonjakan yang signifikan. Pada Agustus 2024, rata-rata klaim mandek mencapai 14 persen. Artinya, hanya 84 persen pengajuan klaim rumah sakit yang dinyatakan layak oleh BPJS Kesehatan. Sisanya, masih tersangkut di proses verifikasi. Total nominal klaim mandek setara dengan Rp395,6 miliar.
Bulan berikutnya, persentase rata-rata pending claim naik menjadi 16,2 persen. Dari rumah sakit peserta survei, didapatkan nominal klaim mandek mencapai Rp396,5 miliar. Pada Oktober 2024, klaim mandek tiba-tiba melonjak menjadi 19,6 persen. Nominalnya juga meningkat drastis Rp 575,4 miliar.
Pending claim tak hanya dialami rumah sakit swasta. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat, rata-rata klaim rumah sakit anggotanya baik milik pemerintah maupun swasta yang tertahan di BPJS Kesehatan naik sekitar 20 persen. Di ujung 2024, rata-rata klaim rumah sakit yang tertahan mencapai 30 persen.
Di Riau, Persi mencatat, rata-rata klaim mandek berangsur-angsur naik dari 8 persen pada Juli 2024, 10 persen pada Agustus 2024, menjadi 19 persen pada September 2024. Puncaknya, klaim mandek pada Oktober 2024 melonjak menjadi 37 persen. Dengan kata lain, Rp 97 miliar dari total Rp 261 miliar klaim yang diajukan rumah sakit pada Oktober 2024 tertahan di BPS Kesehatan. Pada Juli, klaim yang tertahan “hanya” Rp 21 miliar dari total klaim Rp 266 miliar.
Terhambatnya klaim rumah sakit di BPJS Kesehatan dapat disebabkan oleh alasan administrasi. Misalnya, BPJS Kesehatan menyatakan berkas klaim yang diajukan rumah sakit tak lengkap. Klaim mandek bisa juga karena tindakan medis dinilai lembaga jaminan sosial itu tak sesuai dengan diagnosis. Klaim juga dapat terhambat karena ada kekurangan dalam proses koding.
Sejumlah direktur rumah sakit yang ditemui Tempo paling banyak mengeluhkan klaim yang mandek karena alasan administratif dan data medis. Ada ketidaksepahaman antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan ihwal jenis-jenis klaim yang dapat diterima dan tidak.
Proses verifikasi untuk menentukan kelayakan klaim diperketat dengan adanya sistem verifikasi berbasis komputer per September 2024. Lewat sistem ini, BPJS Kesehatan ditengarai memperketat proses verifikasi klaim yang diajukan rumah sakit. Banyak klaim dinyatakan pending tanpa perlu lagi melalui verifikator dari BPJS Kesehatan.
Ichsan tak yakin apa alasan klaim mandek melonjak begitu signifikan. Padahal, layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah bergulir paling tidak selama sepuluh tahun. Ia mempertanyakan mengapa lonjakan pending claim baru terjadi akhir-akhir ini, pada saat BPJS Kesehatan tengah diterpa isu mengenai keterbatasan dana.
Pada 2024 lalu, BPJS Kesehatan diperkirakan mengalami defisit Rp16 triliun. Estimasi ini didapat dari rencana kerja anggaran BPJS Kesehatan 2024. Badan ini mencatat, perkiraan pendapatan sepanjang tahun itu hanya Rp160 triliun, sedangkan pengeluarannya mencapai Rp176 triliun.
Klaim yang mandek di BPJS Kesehatan akhirnya menganggu operasional rumah sakit. Mereka terpaksa menalangi dana untuk layanan pasien peserta BPJS Kesehatan. Sebuah rumah sakit di Sumatera mengaku kepada Tempo mulai terlambat membayarkan gaji karyawan per Januari 2025 ini.
“Kami dari rumah sakit ingin masalah ini juga jadi prioritas pemerintah. Kami hampir betul-betul tenggelam. Anggaran habis untuk makan bergizi gratis. Masalah ini jadi tidak tersinggung,” tutur Ichsan.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menampik kondisi keuangan cekak mengakibatkan melonjaknya angka klaim pending itu. Menurut dia, realisasi kondisi aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sampai 2024 masih positif, sekitar Rp52 triliun.
Namun, Rizzky mengakui BPJS memperketat verifikasi klaim yang diajukan oleh rumah sakit. Pengetatan ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Tim Pencegahan Kecurangan JKN untuk mecegah kecurangan (fraud).
“BPJS Kesehatan perlu untuk melakukan penguatan pada area pengajuan dan verifikasi klaim sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan keberlangsungan Program JKN,’ ujar Rizzky kepada Tempo, Senin, 13 Januari 2025.
Dalam Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan di Jakarta, Kamis, 19 September 2024, Wakil Ketua KPK saat itu, Alexander Marwata mengungkap kerugian dari fraud di bidang kesehatan adalah 10 persen dari pengeluaran untuk kesehatan masyarakat atau sekitar Rp 20 triliun.