Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Harga gabah anjlok hingga di bawah harga pembelian pemerintah.
Turunnya harga gabah seiring dengan pernyataan pemerintah soal impor beras.
Kabar impor beras mempengaruhi psikologi pasar dan mengganggu stabilitas harga.
JAKARTA – Meski impor beras belum terwujud, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mulai anjlok hingga di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 4.200 per kilogram. Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan, sejak pemerintah menyatakan akan mengimpor beras untuk cadangan atau iron stock, harga GKP turun Rp 500-1.000 per kilogram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Said, harga GKP Rp 3.700-3.900 per kilogram. Penyerapan gabah oleh Bulog, kata dia, sedikit menggerakkan harga. "Tapi nilainya sangat terbatas," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Said mengatakan harga gabah selalu turun saat panen raya. Namun penurunan harga saat ini terjadi lebih awal karena belum semua daerah serentak menggelar panen. Dia menduga hal ini berkaitan dengan pernyataan pemerintah soal rencana impor beras. Selain itu, kata Said, harga gabah tak pernah anjlok hingga Rp 3.000 per kilogram.
"Rencana impor sejuta ton bukan jumlah sedikit. Psikologi pasar, mau besar atau kecil, akan sama besar dampaknya karena bisa menjadi alat untuk menekan petani," ujar dia.
Petani memanen padi di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 21 Maret 2021. TEMPO/Prima Mulia.
Menurut Said, pernyataan rencana impor beras menjadi indikasi bahwa pemerintah memahami aspek psikologi pasar. Menurut dia, sangat tidak tepat jika pemerintah mengumumkan rencana impor menjelang panen raya. Untuk itu, kata dia, perlu ada klarifikasi dari pemerintah bahwa impor tidak akan dilakukan saat panen raya dan rencana itu akan ditinjau ulang dengan penuh kehati-hatian. Pemerintah juga diminta mendorong Bulog menyerap gabah dan beras petani lebih banyak agar harga stabil serta pemerintah tak perlu melakukan impor.
Wakil Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Billy Haryanto, mengatakan, meski pemerintah menegaskan tidak akan impor saat musim panen raya, psikologi pasar tetap terpengaruh. Untuk itu, Billy mendesak pemerintah menyatakan tidak akan melakukan impor meskipun impor beras memang dibutuhkan di kemudian hari. "Istilah menunda impor di luar musim panen itu pernyataan mengambang," ujar Billy.
Billy mengatakan hingga saat ini ia masih membeli gabah petani dengan harga rendah. Menurut dia, 94 persen perputaran uang dalam transaksi beras itu melibatkan pihak swasta. Penyaluran Bulog pun sangat terbatas setelah program beras untuk keluarga sejahtera (rastra) sudah tak ada dan bantuan pangan non-tunai (BPNT) juga melibatkan swasta. "Artinya, Bulog tak bisa menampung terlalu banyak pasokan."
Kementerian Pertanian menyatakan harga GKP hingga di bawah patokan sudah terjadi di sejumlah daerah. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Suwandi, memberi contoh, harga GKP terendah saat ini Rp 3.000 per kg di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, dan harga gabah tertinggi Rp 5.000 per kg di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. "Harga jatuh di bawah Rp 4.200 terjadi di 459 kecamatan, 85 kabupaten," ucap dia.
Bongkar-muat beras di gudang Bulog, di Kelapa Gading, Jakarta, 19 Maret 2021. Tempo/Tony Hartawan.
Menurut Suwandi, anjloknya harga GKP terjadi seiring dengan masuknya masa panen raya. Ia merinci harga GKP pada 17 Maret lalu turun di 310 kecamatan dan lima hari kemudian meluas ke 501 kecamatan. "Ini terjadi di Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," kata dia.
Suwandi menyatakan masa panen raya berlangsung sampai April. Puncak panen raya kedua diperkirakan pada Agustus-September. Menurut dia, GKP masih tersedia di luar musim panen raya. "Di Indonesia, setiap hari ada tanam, setiap hari ada panen," ujar dia.
Direktur Utama Bulog, Budi Waseso, mengatakan penurunan harga gabah terjadi di provinsi yang memiliki sentra persawahan dengan produksi tinggi, seperti di Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat. "Kami akan semaksimal mungkin menyerap gabah petani. Begitu ada daerah yang produksinya banyak, akan kami beli. Kami akan suplai ke daerah yang defisit atau tidak produksi pangan."
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo