Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Fajar Budiyono mengatakan kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$ 70 per barel berimbas kepada industri petrokimia di Indonesia. Tak terkecuali produsen industri plastik. Peningkatan harga minyak dunia membuat kenaikan harga bahan baku plastik hingga mencapai US$ 10-25 per metrik ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kenaikan ini telah terjadi sejak pertengahan Januari 2018. Cenderung sekarang harganya menguat terus ini untuk bahan baku plastik," kata Fajar di Hotel Pullman, Jakarta Barat, Senin, 5 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia memprediksi kenaikan harga ini akan terus berlangsung hingga Maret 2018. Namun, ia memastikan naiknya harga plastik tidak akan memengaruhi penjualan plastik di dalam negeri. Sebab, industri makanan dan minuman yang membutuhkan kemasan plastik masih terus mengalami pertumbuhan.
Pada tahun ini, industri plastik memperkirakan penjualan tumbuh 5,4-5,5 persen dari pencapaian 2017 yang diperkirakan mencapai 2,8 juta ton. Permintaan industri plastik diperkirakan meningkat dengan adanya pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 2018.
Adanya gelaran Pilkada di 171 titik kota dan kabupaten kebutuhan, permintaan akan kemasan sandang makanan dan minuman ini diperkirakan akan meningkat. "Mudah-mudahan tahun politik ini konsumsi makanan dan minuman naik, karena banyak tambahannya, banyak pilkada, kampanye. Artinya kalau tahun politik ini adem ayem, tidak bergejolak, kami optimistis akan ada kenaikan," kata dia.
Saat ini, harga bahan baku plastik jenis polypropylene pada Januari 2018 sebesar US$ 1.400 per ton, Polyethylene sebesar US$ 1.567 per ton. Kemudian, propylene sebesar US$ 950 per ton dan ethylene sebesar US$ 1.000 per ton.
Secara keseluruhan, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil,dan Aneka (IKTA), Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono pun menargetkan pertumbuhan industri petrokimia sebesar 7,6 persen. "Tahun lalu sekitar itu jadi targetnya hampir sama 7-8 persen di 2018 ini," kata Sigit.