Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Saham INCO berpotensi melanjutkan pelemahan.
Pemerintah berharap divestasi Vale rampung pada tahun ini.
Harga nikel terus turun sejak awal tahun.
JAKARTA — Kabar teranyar mengenai divestasi PT Vale Indonesia Tbk tak mampu mendongkrak harga saham emiten berkode INCO ini. Dalam sepekan terakhir, saham produsen nikel ini turun 5,88 persen. Tren pelemahan pun berpotensi berlanjut pada pekan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Investment Consultant PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk, Reza Priyambada, menyatakan bahwa pelaku pasar cenderung menahan investasi sembari menunggu keputusan resmi ihwal divestasi Vale. Jika kepemilikan negara semakin besar, para investor mengharapkan ada dukungan lebih besar dari pemerintah untuk operasional perusahaan. "Misalnya terkait perizinan bisa lebih terjamin," kata dia, ketika dihubungi kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itu sebabnya, saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyampaikan bahwa Vale Canada Limited telah sepakat menjual 14 persen saham miliknya di Vale Indonesia, INCO masih di zona merah.
Reza menuturkan, di samping persoalan divestasi, faktor harga komoditas yang sedang turun memiliki efek lebih besar. Selain itu, masih banyak investor yang menantikan pengembangan ekosistem kendaraan listrik sebagai penopang permintaan nikel ke depan.
Divestasi Vale Rampung Tahun Ini
Pabrik pengolahan nikel PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. TEMPO/Nita Dian
Vale Indonesia sedang dalam proses divestasi sahamnya sebagai syarat perpanjangan izin operasi di dalam negeri. Arifin Tasrif mengabarkan bahwa pemegang saham Vale telah sepakat menyerahkan 14 persen sahamnya kepada MIND ID, holding badan usaha milik negara di bidang pertambangan. "Dalam tahun ini selesai," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Energi, kesepakatan ini akan menambah kepemilikan saham MIND ID menjadi 34 persen dari saat ini 20 persen. Sedangkan porsi kepemilikan Vale Canada Limited yang sekarang mayoritas dengan total saham 43,79 persen akan berkurang menjadi 33,29 persen. Porsi Sumitomo Metal Mining juga akan berkurang dari 15,03 persen menjadi 11,53 persen.
Sejak beroperasi di Indonesia, Vale Indonesia sudah menyerahkan 40,64 persen sahamnya untuk Indonesia. Sebanyak 20 persen diserahkan melalui MIND ID pada 2020. Sedangkan sisanya dilepas ke publik di pasar modal pada 1999. Arifin menuturkan, pemerintah mengakui saham publik tersebut sebagai bagian negara.
Research Analyst PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rizkia Darmawan, menyatakan investor masih bersikap wait and see berkaitan dengan divestasi Vale. Namun dia memandang aksi korporasi tersebut bisa berdampak positif bagi perusahaan dalam jangka panjang. Kehadiran perwakilan negara dalam tubuh perusahaan diharapkan bisa mendukung perusahaan meningkatkan kinerja keuangan dan fundamental. "Dan membantu pergerakan saham ke depannya."
Harga Nikel Terus Melemah
Lokasi tambang nikel milik PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Dok. TEMPO/Fahmi Ali
Saat ini, pergerakan saham INCO masih lebih didominasi tren harga komoditas. Rizkia mencatat, pelemahan saham Vale dalam sepekan terakhir terjadi berbarengan dengan emiten tambang lainnya. Sebab, harga komoditas dunia seperti nikel dan batu bara sedang turun, sehingga akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
Harga nikel menunjukkan tren pelemahan sejak awal tahun ini. Bank Dunia mencatat harga rata-rata nikel dengan kadar kemurnian minimal 99,8 persen di London Metal Exchange terus turun dari Januari yang mencapai US$ 28.194 per metrik ton. Pada Oktober lalu, harganya anjlok ke US$ 18.281 per metrik ton. Nilai tersebut merupakan nilai terendah sejak semester III 2021.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia, Meidy Katrin, mengatakan bahwa salah satu pemicu penurunan harga adalah pasokan bijih nikel kadar rendah yang sedang berlebih. "Kelebihan pasokan terjadi di Cina, yang membuat harga nikel turun drastis," kata dia. Tak hanya itu, pasar untuk baja tahan karat pun sedang lesu.
Ditambah lagi, ekonomi Cina sebagai tujuan ekspor produk turunan nikel Indonesia tengah melemah. Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan krisis properti di Cina yang berlangsung lebih dari dua tahun menjadi salah satu pemicunya. Bank Dunia bahkan memangkas perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto di Cina untuk tahun depan, dari 4,8 persen menjadi 4,4 persen. Selain akibat krisis properti, pemangkasan ini didorong kenaikan utang serta populasi penduduk usia renta.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo