Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemulihan produksi di beberapa negara memicu penurunan harga pupuk.
Pasokan pupuk berbasis nitrogen diperkirakan masih terhambat.
Presiden mendorong tambahan produksi pupuk lokal.
JAKARTA - Harga pupuk global mulai menunjukkan tren melandai meski masih dalam level yang tinggi. Pemulihan produksi dari berbagai sentra produksi menjadi salah satu pemicu penurunan tersebut. Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur, Rahmad Pribadi, menyatakan tren penurunan harga pupuk secara umum mulai terasa setelah angka kasus Covid-19 melandai tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nilai komoditas ini sempat melonjak ketika pandemi menghantam, yang diperparah oleh pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina. "Tapi sekarang tren harganya diperkirakan turun terus meskipun tidak mulus, tetap ada volatilitasnya," kata Rahmad, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indikator tren penurunan ini, antara lain, pertumbuhan ekspor fosfat sebagai bahan baku pupuk dari Cina, meskipun dari sisi volume angkanya belum mencapai separuh dari permintaan pra-pandemi. Di Amerika, kapasitas produksi urea juga meningkat karena pemerintah mereka memberikan insentif kepada perusahaan yang bisa mempercepat produksi.
Sementara itu, produksi di kawasan perang Rusia dan Ukraina sudah bergeliat. Pupuk buatan Rusia dikecualikan dari daftar sanksi atas invasi mereka ke Ukraina. Pupuk asal Belarus juga sudah mulai diekspor, meskipun rute distribusinya lebih jauh untuk menghindari sanksi akibat perang.
Petani menabur pupuk di ladang kentang di perbukitan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia
Untuk pupuk berbasis nitrogen, Rahmad memperkirakan tingginya harga bakal berlangsung selama 3-4 tahun. Pemicunya adalah pasokan dan permintaan yang belum berimbang. Pasalnya, sekitar 70 persen kapasitas produksi amonia di kawasan Eropa tutup pada paruh kedua 2022. "Tak mudah menghidupkan kembali pabrik, dan kalau mau bangun baru, butuh waktu empat tahun," tuturnya.
Bank Dunia juga mencatat tren penurunan harga pupuk. Harga pupuk jenis diamonium fosfat yang menyentuh level tertingginya sejak 2016, yaitu US$ 954 per metrik ton pada April 2022, per Desember 2022 sudah turun ke kisaran US$ 625 per metrik ton pada Desember 2022. Untuk urea, harganya sudah turun dari US$ 925 per metrik ton menjadi US$ 519 per metrik ton pada periode yang sama. Sementara itu, pupuk KCL terpantau masih stabil di level tertingginya, yaitu US$ 562 per metrik ton, sejak April hingga November 2022.
Menurut Bank Dunia, penurunan harga yang sangat terbatas ini mencerminkan permintaan dari petani yang melemah. Para petani berusaha mengurangi penggunaan pupuk kimia karena harganya yang tinggi dan ketersediaan pasokan yang menipis. Masalah pasokan ini, antara lain, karena tutupnya pabrik amonia di Eropa. Namun Bank Dunia menilai ada potensi para produsen itu memulai operasi lagi karena ada penurunan biaya produksi setelah ada kenaikan impor gas.
Bank Dunia juga menyoroti penyebab lain harga pupuk masih akan tinggi: pembatasan ekspor pupuk dari Cina untuk memenuhi konsumsi domestik mereka meski sekarang mulai ada pelonggaran. Pupuk diamonium fosfat Cina menyumbang 30 persen kebutuhan pasar global, tapi ekspornya turun sekitar 50 persen selama 10 bulan pertama 2022. Sementara itu, ekspor urea mereka turun sekitar 60 persen pada periode yang sama.
Pekerja memuat pupuk urea ke truk di gudang PT Pupuk Indonesia (Persero), Kota Bengkulu, 13 Februari 2023. ANTARA/Muhammad Izfaldi
Efek terhadap Indonesia
Guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, pun mencatat tren penurunan harga pupuk tapi tak signifikan. Terutama pupuk berbasis nitrogen yang harganya turun sangat tipis. "Sebesar 20-25 persen," katanya. Disebut tipis lantaran harga sekarang sudah naik 2,5 kali lipat dibanding pada 2021. Masalah kenaikan harga gas alam masih menjadi penyebab utama tingginya harga pupuk.
Tingginya harga pupuk ini, menurut dia, bakal menyulitkan para petani. Pupuk berkontribusi sekitar 15 persen dari total biaya produksi. Sedangkan pilihan pupuk bersubsidi masih terbatas, begitu juga dengan pemanfaatan pupuk organik. Dwi menuturkan pemanfaatan pupuk organik butuh lahan pertanian yang luas dan dukungan pertumbuhan industri peternakan untuk bisa optimal.
Masalah mahalnya harga pupuk ini sempat menjadi sorotan Presiden Joko Widodo. Menurut dia, tingginya harga juga dipicu oleh banyaknya impor bahan baku untuk pupuk. Salah satunya untuk produk NPK karena fosfor dan kaliumnya tak tersedia melimpah di dalam negeri. Dia menyebutkan perlu ada tambahan produksi pupuk di dalam negeri sebagai solusi. "Kalau pupuknya tidak cukup, yang ingin beli banyak, terus pripun (bagaimana)? Hukum pasar apa? Harganya pasti naik. Problemnya di situ,” katanya pada 10 Maret lalu.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo