Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Harga saham Bukalapak terus merosot pada perdagangan sepekan pertama.
Peluang rebound ke arah positif masih belum akan terwujud dalam waktu dekat.
Investor asing yang masuk menunjukkan potensi saham Bukalapak di masa mendatang.
JAKARTA – Saham PT Bukalapak.com Tbk sulit keluar dari zona merah pada perdagangan pekan pertamanya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada penutupan perdagangan, kemarin, harga saham berkode BUKA ini turun 1,04 persen dibanding pada hari sebelumnya menjadi Rp 955 per lembar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak sesi awal perdagangan, saham Bukalapak bergerak fluktuatif. Saham ini mencatatkan harga tertinggi Rp 1.035 per lembar dan harga terendah di level Rp 910 per lembar saham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analis dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, mengatakan kenaikan harga saham Bukalapak dipicu oleh aksi beli (net buy) investor asing yang mencapai Rp 310 miliar. Kondisi tersebut berbeda dengan perdagangan pada tiga hari terakhir, saat investor asing melepas saham Bukalapak demi mengambil untung (profit taking), sehingga menyebabkan tekanan jual di pasar domestik.
Menurut Sukarno, investor mulai melakukan buyback karena harga yang dianggap sudah terlalu rendah. “Ini terjadi setelah penurunan harga dalam sepekan,” kata dia kepada Tempo, kemarin. Nilai transaksi saham Bukalapak menjadi yang tertinggi di BEI, yaitu Rp 3,15 triliun, dengan volume perdagangan 3,24 miliar lembar saham.
Meski demikian, kata Sukarno, secara keseluruhan, saham BUKA masih belum dapat membendung tekanan jual, sehingga pada akhir perdagangan kembali merosot. “Proyeksi kami, jika terjadi bearish dan tekanan jual meningkat, harga bisa terus turun karena posisinya masih belum aman,” kata dia.
Peluang rebound atau berbalik ke arah positif, menurut dia, masih belum akan terwujud dalam waktu dekat. “Investor masih melihat pergerakan ke depan, atau bagi investor yang belum masuk akan cenderung wait and see.”
Start-up Tada merupakan platform retensi pelanggan berbasis data berupa program loyalty. Mitra Bukalapak menunjukkan aplikasi Bukalapak di warungnya, Kampung Melayu, Jakarta, 10 Oktober 2020. TEMPO/Tony Hartawan
Saham BUKA baru sekali menyentuh batas kenaikan tertinggi alias auto rejection atas (ARA) sebesar 25 persen, yakni pada Jumat pekan lalu atau hari penawaran perdana di BEI. Pada perdagangan awal pekan ini, saham BUKA mulai melorot, saat net sell asing pada Senin lalu mencapai Rp 492 miliar.
Sehari kemudian, saham BUKA harus menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) untuk pertama kalinya dengan penurunan harga 7 persen ke posisi Rp 1.035 per lembar saham. Pada perdagangan Kamis lalu, saham ini lagi-lagi menyentuh batas ARB dengan penurunan harga 6,76 persen ke posisi Rp 965 per lembar saham.
Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo, Maximilianus Nico Demus, mengatakan aksi jual sudah tak seagresif hari-hari sebelumnya yang banyak diwarnai aksi panic selling. “Investor asing yang masuk menunjukkan potensi valuasi saham BUKA di masa yang akan datang,” ujarnya.
Penurunan harga saham Bukalapak, kata Nico, masih dalam batas wajar dan, jika momentum rebound terjadi, harga saham ini bisa menguat ke batas atas Rp 1.500 per lembar. Saham Bukalapak menjadi fenomenal dan berhasil menarik animo investor ketika dilakukan penawaran perdana dengan harga Rp 850 per lembar saham dan meraup dana segar Rp 22 triliun.
Vice President Corporate Affairs Bukalapak, Siti Sufintri Rahayu, mengungkapkan gejolak perdagangan saham perseroan terjadi karena aksi jual-beli investor dan trader. “Transaksi saham setelah listing murni merupakan mekanisme pasar,” kata dia.
GHOIDA RAHMAH
Broker Terbesar Saham Bukalapak
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo