SEMEN Cirebon dari PT Tridaya Manunggal Perkasa Cement berhenti berproduksi? Berita itu tak hanya dibantah, malah perusahaan yang baru diresmikan Februari lalu itu, menurut komisaris utamanya, Sukamdani Sahid Gitosardjono, sudah menerima pesanan untuk ekspor dalam jumlah lumayan besarnya. Perusahaan yang 62,5% sahamnya milik Indocement Group itu sudah memisahkan diri dari jalur pemasaran semen Tiga Roda. Tapi untuk pemasarannya, menurut Ketua ASI (asosiasi semen Indonesia) Bidang Pemasaran Dalam Negeri, Soetrisno Hamidjojo, belum diberi jatah. "Daerah pemasaran khusus bagi semen Cirebon memang perlu. Tapi hal itu harus melalui rapat gabungan antara ASI, Departemen Perindustrian, dan Departemen Perdagangan," kata Soetrisno, yang juga menjabat Direktur Keuangan PT Semen Gresik di Jawa Timur. Tapi volume produksi PT Tridaya, kata Sukamdani, sudah sesuai dengan kuota yang diberikan asosiasi, yakni 60% dari seluruh kapasitas yang terpasang: 1,2 juta ton per tahun. Agustus lalu, pabrik memang sempat tiga minggu tak berproduksi, tapi itu katanya tidak ada hubungan dengan lesunya pemasaran atau tingginya biaya. Kabarnya, sebagian mesin jebol, hanya karena setelan tegangan listrik dari generator pabrik itu turun. Kini pabrik sudah berjalan stabil. Semen Cirebon masih memiliki kemampuan hidup dan mampu memikul utangnya. "Para pemegang saham belum perlu menjual saham atau menambah investasi," tutur Sukamdani. Sementara ini semen Indonesia ternyata lebih terpusat di pasar dalam negeri. Sebab, menurut kalangan ASI di Jakarta, pasaran ekspor sedang memburuk: Taiwan dan Korea Selatan menjual dengan harga US$ 26 prangko kapal (FOB) per ton, Jepang pasang harga US$ 25, bahkan Jerman Timur melego dengan cuma US$ 18 per ton. Ekspor Indonesia, yang telah ikut melorot dari US$ 49, tiga tahun lalu, ke US$ 30 sekarang ini, mungkin akan segera menjadi US$ 27 per ton FOB atau sekitar Rp 30 per kg. Sedangkan pasar dalam negeri masih sekitar Rp 83-Rp 125 per kg prangko toko material - sesuai dengan HPS yang berlaku Rp 3.250-Rp 5.000 per kantung ukuran 40 kg. Sejak tahun ini, impor semen telah dibatasi khusus hanya boleh untuk Provinsi Timor Timur. Menurut laporan mingguan Bank Indonesia, sampai Oktober, impor semen tahun ini hanya bernilai US$ 17.000, padahal tahun lalu masih bernilai sampai US$ 1.239.000. Sedangkan menurut data ASI, sampai September ini, ekspor hanya berjumlah 700.000 ton dan bernilai US$ 16 juta. Ekspor antara lain ke Bangladesh (371.000 ton), Singapura (126.000), Sri Lanka (80.000), dan Hong Kong (59.000). Sedangkan dari seluruh produksi sampai September, sebesar 10.054.000 ton, 9.100.000 bisa diserap di dalam negeri. Target produksi ideal tahun ini sebenarnya 13.650.000 ton dari total kapasitas terpasang 17.400.000 ton. Semen Cirebon dianggap cukup beruntung bisa beroperasi awal tahun ini, setelah tertunda pembangunannya sejak 1972. Sumber ASI mengatakan bahwa BKPM telah menetapkan tidak ada lagi perusahaan semen baru yang akan dibuka hingga 1990. Perkiraan para investor industri semen, laju kenaikan kebutuhan semen dalam negeri sekitar 5 1/2%-7% per tahun. Diperhitungkan, kebutuhan pasar dalam negeri pada akhir dasawarsa ini baru sekitar 12.000.000 ton, masih jauh di bawah kapasitas terpasang. Karena itu, beberapa pabrik yang sedang dibangun, seperti semen Madura, Sugih Harapan, dan Purwadadi (Jawa Tengah), serta Manado, terpaksa dihentikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini