PEKAN silam, Menteri Hubungan Ekonomi Internasional Hungaria, Bela Kadar, berkunjung ke Indonesia. Tujuan utamanya, meningkatkan hubungan dagang kedua negara. Hungaria, yang sejak dua tahun lalu aktif membina hubungan dengan Masyarakat Eropa, lewat kunjungan ini tampak bersiap mengantisipasi boom ekonomi kawasan Pasifik. Bela Kadar, 58 tahun, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Budapest, pertama-tama merintis kariernya di Bank Nasional Hungaria. Kemudian ia bekerja sebagai peneliti yang mengkhususkan diri pada studi negara-negara berkembang di Pusat Riset Afro-Asia. Pada tahun 1980 ia memperoleh gelar doktor dengan tesis: perubahan struktural dalam ekonomi dunia. Ilmuwan yang tidak pernah menjadi anggota partai politik mana pun ini banyak berperan menyukseskan masa transisi di negerinya, ketika Hungaria beralih ke ekonomi pasar. Di tengah acara kunjungan yang padat, ia sempat meluangkan waktu untuk sebuah wawancara dengan Isma Sawitri dari TEMPO. Petikannya: Hungaria adalah negara pertama dari blok sosialis yang merintis perubahan dari sistem ekonomi tertutup ke ekonomi pasar. Dunia luar melihat bahwa perubahan itu cukup lancar dan tanpa keguncangan politik. Penjelasan Anda tentang ini? Semua negara sosialis di Eropa Timur kini memasuki masa transisi ekonomi. Kami meninggalkan sistem totaliter ke sistem parlementer, melepaskan ekonomi yang direncanakan dan dikontrol secara sentral, lalu memilih ekonomi pasar. Hungaria berhasil melalui perubahan tanpa keguncangan politik, karena terlebih dulu sudah ada kesepakatan politik antara dua partai oposisi dan partai komunis yang waktu itu berkuasa. Kesepakatan itu menyetujui introduksi sistem parlementer secara bertahap, lalu dilanjutkan dengan pemilu. Kesepakatan itu dicapai tiga bulan sebelum Presiden George Bush dan Mikhail Gorbachev bertemu di Malta, Desember 1989. Dari pembicaraan Malta, Uni Soviet menerima realitas bahwa negara-negara Eropa Timur menghendaki perubahan tanpa kekerasan. Bukankah Hungaria waktu itu masih berstatus sebagai anggota Comecon? Benar, tapi sayalah yang menjadi ketua Comecon, dan di bawah saya, kami berhasil mengeliminasi Comecon. Juni 1991, Comecon praktis tidak berfungsi lagi. Mengapa negara-negara Eropa Timur tidak membentuk organisasi pengganti bagi Comecon? Kami tidak memerlukan organisasi lain, terutama karena negara-negara bekas anggota Comecon sudah merencanakan akan menjadi anggota Masyarakat Eropa (ME). Tentu saja sebelum menjadi anggota ME, kami harus mampu menyesuaikan diri dengan sistem ekonomi pasar. Itu mungkin agak sulit. Dalam segala hal kami kurang, baik modal, teknologi, maupun manajemen. Apabila negara-negara Eropa Barat dapat diajak menjadi partner, mungkin bisa diharapkan adanya transfer dana dan tranfer tekonologi dari mereka. Apakah Hungaria melakukan swastanisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik negara? Hal itu tidak mudah. Swastanisasi membutuhkan banyak persyaratan. Harus ada kalangan pengusaha yang tangguh, menguasai teknik manajemen, dan mempunyai entrepreneurship. Dan mereka harus didukung oleh sistem perbankan yang maju. Selain itu, kami harus ada landasan filsafat yang cocok. Kuncinya, swastanisasi kami harus dapat menanggulangi kemiskinan yang ada. Bagaimana strategi swastanisasi Hungaria? Masalahnya terletak pada ada atau tidaknya strategi dalam mengendalikan masa transisi. Masalah terbesar adalah ketertinggalan ekonomi di negara-negera Eropa Timur dan Uni Soviet selama 40 tahun. Pihak-pihak oposisi di Eropa Timur belum siap dengan konsep pembangunan yang matang. Mereka juga berbeda pandangan mengenai proses swastanisasi. Ceko-Slovakia cenderung membagibagi perusahaan milik negara kepada swasta dan menarik mundur peran pemerintah dari semua sektor. Hungaria beranggapan bahwa lebih dulu harus ada reorientasi, lalu baru swastanisasi secara bertahap dan berkesinambungan. Harus ada timing dan approach yang tepat. Subsidi pemerintah juga tak dapat dihentikan tiba-tiba. Soalnya, kami ingin menciptakan jajaran pengusaha yang benar-benar pengusaha, yang mampu menjadi tulang punggung ekonomi bangsa. Dewasa ini, sektor swasta di Hungaria sudah menghasilkan 35% dari GDP (gross domestic product). Apa yang menjadi prioritas pembangunan Hungaria? Restrukturisasi ekonomi Hungaria agar bisa mendukung terwujudnya industrialisasi berorientasi ekspor. Yang penting, kami bisa mempertahankan harmoni dalam pertumbuhan, dan kalau bisa hanya sedikit kesenjangan. Manakah yang lebih penting, pertumbuhan atau restrukturisasi? Yang penting, menyesuaikan ekonomi Hungaria dengan perubahan yang sedang dirintis. Kirakira sama dengan kebijaksanaan pemerintah Soeharto yang menegakkan stabilitas politik agar bisa menunjang pertumbuhan ekonomi. Bagaimana prospek hubungan dagang Hungaria-Indonesia? Melihat dinamika perekonomian Indonesia, saya optimistis kedua negara bisa membina kerja sama (catatan: Pada tahun 1960an Indonesia pernah mengimpor bus merek Ikarus buatan Hungaria. Pekan lalu, dalam pembicaraannya dengan Presiden Soeharto, Bela Kadar menyatakan niat Hungaria untuk mendirikan pabrik perakitan bus di sini, dan kabarnya disetujui). Indonesia, yang dulu hanya mengekspor komoditi primer, kini juga dikenal sebagai eksportir barang-barang manufaktur. Angka-angka pertumbuhan ekonominya juga cukup meyakinkan. Saya harap, dalam waktu dekat, Hungaria dapat ikut ambil bagian dalam pemasaran barang-barang Indonesia di kawasan Eropa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini