Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mendorong presiden yang terpilih pada 2024 dapat menggunakan hasil Sensus Pertanian 2023 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik atau BPS sebagai basis untuk membuat kebijakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Wakil rakyat di Senayan, elite partai politik, dan pasangan calon presiden dan wakil presiden serta tim pendukung perlu memastikan bahwa siapapun yang menang dalam Pilpres 14 Februari 2024 mesti menggunakan hasil Sensus Pertanian 2023 sebagai basis untuk membuat kebijakan publik,” ucap Khudori dalam keterangannya yang dikutip pada Rabu, 6 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Khudori menyebut, jika hasil Sensus Pertanian 2023 tidak dimanfaatkan sebagai dasar untuk membuat kebijakan, maka data tersebut akan menjadi tidak bermakna. Padahal, kata Khudory, sensus 10 tahunan itu selain memakan anggaran triliunan juga menghasilkan data yang bisa dijadikan dasar membuat kebijakan berbasis bukti (eviden based policy).
“Selama ini kebijakan publik yang dibuat para pemangku kepentingan pertanian seringkali tidak berbasis data yang valid. Karena data tidak akurat, kebijakan yang dibuat pun bisa melenceng dan salah,” kata Khudori.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik atau BPS merilis hasil Sensus Pertanian 2023. Dalam rilis itu, BPS mencatat kenaikan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) dan penurunan jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) hasil Sensus Pertanian 2023 (ST2023) dibandingkan hasil ST2013 di Indonesia.
Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian sebanyak 28.419.398 rumah tangga. Sedangkan, jumlah usaha pertanian hasil ST2023 sebanyak 29.360.833 unit yang terdiri atas 29.342.202 Usaha Pertanian Perorangan (UTP), 5.705 Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB), dan 12.926 Usaha Pertanian Lainnya (UTL).