Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Heboh Dana di Saku Kiri

11 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AWALNYA bernama dana jaminan reboisasi (DJR), yang diatur dengan Keputusan Presiden No. 35/1980. Dana ini dipakai untuk memastikan bahwa pemegang konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) akan merehabilitasi kawasan hutan yang sudah mereka tebang. Bila program dijalankan, pemerintah akan mendanai proyek penghijauan itu. Sebaliknya, jika pemegang HPH lalai, dana itu tetap ditahan pemerintah.

Delapan tahun kemudian, presiden mengubah dana jaminan reboisasi itu menjadi dana reboisasi. Dari setiap meter kubik yang ditebang, pemilik HPH harus menyetor US$ 16. Diperkirakan, setiap tahun dana reboisasi yang masuk ke kas negara mencapai Rp 800 miliar. Dana ini dipakai merehabilitasi lahan, baik di areal HPH maupun di luar HPH.

Pada 1994, Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan sepakat menggunakan dana reboisasi untuk mendanai pengembangan hutan tanaman industri (HTI). Perusahaan negara, yakni Inhutani (I-V), ditunjuk sebagai pelaksananya, berpatungan dengan perusahaan swasta. Mereka mendapat kucuran kredit tanpa bunga. Program ini berjalan lima tahun. Sejak itu, triliunan dana reboisasi mengucur. Sampai 2000, jumlah dana reboisasi yang tersalurkan mencapai Rp 22 triliun. Tapi, sayangnya, tak semuanya dipakai untuk penghijauan.

Hasil audit Ernst & Young yang dirilis pada 31 Juli 2000 menunjukkan, dari Rp 22 triliun yang disalurkan, Rp 15 triliun diselewengkan. Pada 1994, pemerintah Soeharto menggunakan dana reboisasi untuk membantu Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) mengembangkan pesawat jet N-2130 sebesar Rp 400 miliar. Setelah itu, Rp 500 miliar dipakai untuk membangun lahan gambut sejuta hektare. Masih banyak penempatan dana reboisasi yang melenceng, misalnya dipakai membeli sertifikat Bank Indonesia dan disalurkan ke Tabungan Kesejahteraan Rakyat.

Dana reboisasi juga mampir ke sejumlah pengusaha kehutanan, antara lain Bob Hasan, Prajogo Pangestu, dan Probosutedjo. Target hutan tanaman industri tak tercapai, dan hutan Indonesia makin gundul. Karena itulah, pada 1999 pemerintah dan DPR sepakat mengalihkan dana reboisasi, yang semula berada di saku kiri (off budget), secara resmi masuk ke anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sejak itu, dana reboisasi tak bisa begitu saja dipakai pemerintah untuk menambal hal-hal yang tidak perlu.

Sejak 2002, pemerintah pusat juga tak lagi bisa "semau gue" menggunakan dana reboisasi. Daerah-darah penghasil kayu menuntut sebagian dana reboisasi itu kembali ke daerah. Akhirnya, penggunaan pendapatan dana reboisasi dibagi dua, 40 persen untuk daerah penghasil, dan 60 persen disetor ke kas pemerintah?masuk dalam pos penerimaan negara bukan pajak. Saat ini, berdasarkan data di Departemen Kehutanan, jumlahnya sekitar Rp 11 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus