Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kian ketatnya persaingan bisnis retail memaksa pengusaha mengatur strategi untuk bertahan, salah satunya dengan menutup sebagian gerai mereka. Seperti yang dilakukan PT Hero Supermarket Tbk, yang menutup enam gerai hipermarket Giant di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada 28 Juni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Tutum Rahanta, mengatakan industri retail tengah berevolusi mengikuti perubahan gaya hidup masyarakat. Menurut dia, dulu gerai retail besar, seperti supermarket dan hipermarket, banyak dipilih masyarakat karena dianggap dagangannya lebih lengkap. Namun, kata Tutum, kehadiran minimarket yang berlokasi di dekat permukiman dinilai konsumen lebih memudahkan mereka berbelanja. "Persaingan kian berat setelah bisnis online atau e-commerce semakin marak," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tutum, laju daya beli masyarakat tidak sebanding dengan pertumbuhan outlet retail, baik konvensional maupun online. Dia pun menduga penutupan gerai yang terjadi saat ini akibat merugi dan untuk menjaga kinerja perusahaan. "Yang tidak bisa bertahan dengan situasi ini pasti jadi korban," ujarnya.
Sebelum mengumumkan penutupan enam gerai Giant, manajemen Hero telah menghentikan operasi 26 gerai mereka awal tahun ini. Direktur Hero, Hadrianus Wahyu Trikusumo, mengatakan perusahaan retail makanan di Indonesia terlibat dalam persaingan yang kian ketat lantaran perubahan pola belanja konsumen. Hero, kata Wahyu, sedang melakukan transformasi bisnis dengan menutup gerai Giant. "Kami mengatur kembali Giant demi preferensi pelanggan," ucapnya.
Vice President Corporate Communication PT Trans Retail Indonesia, Satria Hamid, mengatakan pelaku bisnis retail bersaing dengan pedagang online dan sesama pemilik gerai konvensional. Dia mengaku telah memperkirakan kondisi ini sejak 2010, sehingga Trans Retail mulai berbenah. "Kami mengembangkan konsep baru di retail Transmart, yaitu 4 in 1," tuturnya.
Konsep itu, kata Satria, menyatukan sarana berbelanja dengan hiburan, seperti area kuliner, wahana permainan, dan bioskop. Dia menuturkan konsep ini dapat berkembang menjadi 8 in 1, misalnya, dengan menambahkan hotel dan apartemen di dekat toko.
Adapun Hypermart, hipermarket yang dioperasikan PT Matahari Putra Prima Tbk, tengah mengevaluasi kondisi gerainya, terutama terkait dengan luas area. Head of Corporate Communication Matahari Putra Prima, Fernando Repi, mengatakan masyarakat sudah tak suka berbelanja di lokasi yang luas. Menurut dia, Matahari tak segan mengurangi outlet besar jika tak produktif. "Sejak akhir 2018, kami memilih gerai yang lebih compact," kata dia.
Hypermart pun membangun gerai dengan konsep baru di beberapa kabupaten dan kota. Fernando menuturkan perusahaan ingin lebih dekat dengan pembeli dan menyiapkan strategi untuk bersaing dengan e-commerce.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan model bisnis yang berkembang saat ini adalah toko yang tidak hanya mengandalkan keuntungan dari penjualan barang. Meski begitu, Darmin yakin tidak akan banyak gerai retail yang tutup sekaligus. Dia melihat masih ada beberapa merek perusahaan yang kinerjanya bertumbuh.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira, menuturkan industri retail menghadapi perlambatan konsumsi rumah tangga akibat penurunan daya beli. "Kelas atas cenderung menahan belanja karena faktor kebijakan pajak pasca-tax amnesty dan gaduh politik," ujarnya. Adapun kemampuan belanja kelas menengah, kata Bhima, menurun akibat pendapatan di sektor komoditas, real estate, dan industri kian melemah. HENDARTYO HANGGI | CAESAR AKBAR | VINDRY FLORENTIN
Tertinggal oleh Bisnis Digital
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo