Indikator

RRC membuat kejutan di Dumai. Senin lalu, sebuah kapal tanker ukuran 60.000 ton yang dicarter Negeri Cina itu datang untuk mengambil minyak bumi. Bukankah Minas yang diambilnya itu berkualitas hampir sama dengan Taching yang biasa dipasarkan RRC ke Jepang dengan harga lebih bersaing? Menurut Hideo Okamoto, manajer dari Perta Oil Marketing Ltd., anak perusahaan Pertamina di Hong Kong, minyak itu dibeli China National Chemical Import and Export Corp. (Sinochem). Transaksi pertama sebesar 200.000 ton akan diselesaikan dalam dua minggu. "Kesan kami, transaksi ini sebagai alasan politik. Tapi mungkin juga produksi Taching sedang terganggu," tutur Okamoto dari Hong Kong kepada Seiichi Okawa dari TEMPO, yang meneleponnya dari Tokyo. Sumber dari sebuah perusahaan importir minyak Indonesia di Jepang menyatakan bahwa transaksi itu dilakukan Perta Oil dengan campur tangan Japan Indonesia Oil Corp. (JIOC) perusahaan patungan milik Pertamina dan Toyota Motor Co. Ltd. Ia menduga RRC membeli minyak Indonesia dengan harga tak jauh dari harga spot. Padahal, di awal April, RRC baru saja menurunkan harga minyak Daqing dari US$ 25,95 menjadi US$ 17,58 per barel, berlaku surut sejak Januari. Harga itu berlaku untuk transaksi 65 juta barel bagi perusahaan-perusahaan importir minyak, Jepang yang terikat kontrak jangka panjang. Menurut Asian Wall Street Journal, sejak harga minyak jatuh 50%, Sinochem menolak menjual minyaknya kecuali bagi pemegang kontrak jangka panjang. Mungkinkah RRC membeli minyak Indonesia untuk dijual kepada Jepang dengan untung sekitar US$ 3 per barel? Sinochem bulan lalu dikabarkan menawarkan sebagian minyak Daqing di pasar bebas dengan harga US$ 12,50 per barel, sedangkan para pedagang minyak meminta harga US$ 1 lebih rendah. Harga minyak Minas di pasar bebas kurang lebih sama dengan harga Daqing.