DI bagian lain laporannya, Development and Debt Service, juga mencatat perkembangan penting: peranan bank komersial dalam memberikan pinjaman, pada periode 1982-1985 (September), ternyata merosot. Sebaliknya, dana yang ditarik dari pasar uang oleh negara-negara peminjam cenderung meningkat, baik lewat obligasi maupun promes. Di tahun 1982, misalnya, pinjaman sindikasi yang diberikan perbankan komersial masih tercatat Us$ 98 milyar lebih. Tapi, sampai September lalu, kurang dari US$ 33 milyar. Sebaliknya, penerbitan obligasi dengan tingkat bunga tetap, naik dari US$ 60 milyar lebih (1982) jadi US$ 78 milyar lebih (September 1985). Sementara itu, pada periode yang sama, penerbitan promes dengan bunga mengambang bergerak dari US$ 15 milyar jadi US$ 43 milyar. Hanya sedikit negara berkembang - di antara Malaysia, India, dan Korea Selatan - yang dengan baik bisa memanfaatkan penarikan dana dengan instrumen pasar uang itu. Para pemilik dana sendiri, sementara itu, memang lebih suka menanamkan uangnya di pelbagai macam surat berharga yang bisa diperjualbelikan - daripada menyimpannya dalam bentuk deposito. Apalagi, setelah Amerika tidak mengenakan pajak atas bunga dari surat berharga yang, misalnya, diterbitkan Departemen Keuangan sejak 1984 untuk merangsang pemilik uang dari luar Amerika mau membeli. Model pembiayaan semacam itu, belakangan ini memang banyak dikembangkan banyak lembaga keuangan, untuk mengatasi persaingan yang makin sengit. Mereka sendiri merasa cukup dengan menerima fee dan komisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini