PERUSAHAAN Listrik Negara (PLN)J d/h Aniem, di zaman kemajuan ini, malah dianggap momok. Jika tiba-tiba listrik padam, orang hanya bisa mengeluh. Rekening listriknya, kendati cuma Rp 5.000, tak bisa ditunggak lewat batas tanggal 20. Selain kena denda, akan datang petugas PLN memutuskan sambungan, tanpa bisa ditawar. PLN pun, belum lama ini, mulai unjuk gigi kepada instansi pemerintah. Stasiun RRI Kendari, yang menunggak rekening sembilan bulan dan berjumlah Rp 18,3 juta, adalah instansi pertama yang mengalami pemutusan. Menurut juru bicara Departemen Pertambangan dan Energi, Harjoko-7 PLN sudah 13 kali mengirim surat teguran tanpa mendapatkan jawaban. Diakuinya bahwa keadaan keuangan instansi pemerintah di daerah sering sulit. Untuk itu, mereka masih bisa dimaafkan, bila terlambat membayar tiga bulan. "Kalau teguran diabaikan, tidak bijaksana, dong, kalau diam saja," katanya. "PLN 'kan perusahaan yang dituntut bekerja dengan manajemen rapi," tambahnya. Dari pihak Direktorat Radio, Kepala Tata Usaha Jamalul mengakui, 40% dari jumlah stasiun RRI yang ada dewasa ini mempunyai tunggakan listrik - dan memang dianggap biasa - tapi akhirnya dibayar. Sejak RRI melancarkan program mengudara 24 jam setiap hari, mulai 1983, dana anggaran listrik dinaikkan 25% per tahun. Tapi memang belum cukup untuk menutup biaya listrik. Itulah sebabnya ada konsensus, kalau terjadi penunggakan rekening di RRI, Departemen Penerangan yang akan membereskan. Namun, konsensus itu rupanya belum sekuat model yang diterapkan Departemen Hankam. Sejak beberapa tahun berselang, ada Surat Keputusan Bersama Menteri Hankam dan Menteri Pertambangan & Energi, yang menyatakan bahwa instansi-instansi di bawah Hankam tidak perlu membayar rekening langsung, melainkan diselesaikan lewat sekretariat kedua departemen. Menurut Harjoko, untuk sementara, model itu yang terbaik. Namun, sumber lain memperkirakan bahwa PLN, kini, lebih banyak menyubsidi instansi pemerintah ketimbang bekerja efisien. Padahal, menurut sumber itu, bila mau mencari dana lewat pasar modal, PLN lebih layak dibandingkan Perumtel, yang tahun ini akan menjual obligasi bernilai Rp 90 milyar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini