MASALAH yang menimpa industri kayu lapis nasional (IKN), pekan lalu, didramatisasikan Apkindo (Asosiasi Produsen Kayu Lapis Indonesia): "Bila gagal dipelihara kelangsungan hidup IKN, akan teramat berat akibat yang harus dipikul bangsa dan negara." Demikian jeritan Musyawarah Nasional Apkindo itu. Modal yang telah ditanamkan dalam IKN bernilai kurang lebih Rp 2 trilyun. Investasi itu untuk 108 pabrik yang memberikan kehidupan kepada sekitar 325.000 keluarga atau 1,6 juta jiwa. Belum termasuk tenaga kerja yang berkecimpung dalam industri hilirnya (seperti pengolah papan partikel dan pengolah kayu lapis) serta usaha penunjang (misalnya transpor, makanan, dan suku cadang). Kayu lapis sudah merupakan komoditiekspor nonmigas, dengan devisa yang dihasilkannya tahun lalu bernilai US$ 666,8 juta. Tapi, berbarengan dengan itu, kerugian produsen semakin besar sehingga sudah sekitar 20 pabrik yang tutup atau mengurangi kegiatannya. Para bankir sudah enggan memberikan kredit, tetapi kehancuran IKN bukan tak mungkin akan mengeroposkan juga industri perbankan. Munas Apkindo 25-26 Juli itu menghasilkan tekad memerangi ekonomi biaya tinggi di bidang industri kayu lapis. Antara lain, meminta keringanan pungutan-pungutan pemerintah yang berkaitan dengan penebangan kayu, mempercepat proyek bahan baku perekat yang lebih murah, memanfaatkan teknologi minyak diesel dan listrik yang lebih murah, dan terutama mengatasi kejenuhan pasar dengan mencari pasar baru yang potensial, misalnya RRC dan negara-negara di sekitar Laut Tengah, serta mendapatkan sumber permodalan murah dari bank-bank pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini