PABRIK-PABRIK rokok kretek bakal tidak bisa lagi jor-joran menebar hadiah untuk menggaet langganan. Promosi yang dianggap merugikan produsen kecil merangsang persaingan tidak sehat, dan tidak mendidik itu, mulai 1 Oktober mendatang akan dihentikan sama sekali - tanpa kecuali - oleh Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri). Larangan resmi yang diiklankan lewat koran, belum lama ini, ternyata justru mendapat sambutan baik dari para pabrikan. "Promosi berhadiah sekarang ini bukan hanya jor-joran, tetapi sudah menjurus brengsek," ujar Sujoso Notokusumo, direktur pabrik rokok kretek Gudang Garam, itu. Bahkan John Soenaryo, kepala divisi pemasaran PT H.M. Sampoerna Surabaya, yang menghasilkan Dji Sam Soe dan Sampoerna, memperkirakan bahwa pabrik-pabrik rokok kecil akan segera mati bila suasana seperti selama ini tidak segera diatasi. "Mereka tidak punya cukup dana untuk ikut-ikutan," ujarnya. Untuk mengatasi perebutan pasar yang makin tidak sehat itu, Gappri dan Ditjen Bea Cukai sudah berkali-kali mengeluarkan imbauan agar perang hadiah dihentikan. Hingga tahun 1979, Gappri mengeluarkan larangan resmi, yang sempat berjalan setahun. "Entah siapa yang melanggar duluan," ujar Djuffan, sekretaris Gappri. Anehnya, model promosi yang sanggup mengguncang pasar itu dipelopori oleh pabrik rokok Grendel, yang sudah duluan bangkrut beberapa tahun lalu di Jawa Timur. Pabrik rokok itu mempromosikan dagangannya dengan menukar setiap bungkus kosong Grendel dengan sebuah gelas. Setelah itu, baru perusahaan-perusahaan raksasa ambil bagian. Gudang Garam, misalnya di Jawa Timur dan beberapa daerah di Jawa Barat, menukar lima bungkus kosong Gudang Garam dengan sebungkus isi. Dan Sampoerna menghadiahkan sebuah korek api gas untuk setiap pembelian tiga bungkus Sampoerna A. Lebih dari itu, sekarang ini hampir di setiap keramaian - pekan raya, bazaar, panggung-panggung pertunjukan perusahaan-perusahaan rokok besar selalu muncul sebagai sponsor, sekaligus menebar hadiah dengan berbagai cara: menyebar kaus gratis dan menjual dagangannya di bawah harga adalah cara yang paling populer. Lalu, efektifkah promosi model Grendel itu? "Dengan cara itu, selama tiga bulan terakhir ini pemasaran kami naik 5% per bulan," ujar Saiful Anas, manajer pemasaran pabrik rokok Djambu Bol, yang mengaku setiap bulan mampu menjual 12S juta batang. Konon, pabrik rokok kretek dari Kudus itu menghabiskan dana sekitar Rp 4 milyar per tahun untuk promosi. Sayangnya, promosi modcl Grendel itu, tampaknya, sudah mulai digunakan untuk main kayu. Di Cirebon sejak dua minggu lalu, beredar rokok Gudang Garam yang bungkusnya diisi kupon yang dapat ditukar dengan uang Rp 20 ribu. Sehingga, mereka yang mendapatkan itu mengirim kuponnya ke Kediri untuk menagih. Nyatanya, iming-iming itu hanya angin belaka. "Kami tidak pernah menyisipkan apa pun dalam bungkus Gudang Garam.Cara ini rupanya digunakan untuk menghilangkan kepercayaan langganan," ujar Sujoso Notokusumo. Pelarangan melakukan promosi itu agaknya akan menyebabkan penghasilan Departemen Sosial berkurang. Selama ini, setiap promosi berhadiah harus membayar pajak 20% kepada Departemen Sosial. Plus 20% sampai 25% untuk hadiah yang bernilai Rp 10 juta sampai Rp 100 juta untuk Yayasan Dana Bakti yang berada di bawah pengawasan departemen itu. "Rata-rata bisa terkumpul Rp 10 juta sampai Rp 15 juta tiap bulan dari izin promosi," ujar Jusuf Thalib, direktur jenderal bantuan sosial, tanpa merinci penghasilannya dari rokok kretek. Praginanto Laporan Gatot Triyanto (Jakarta), Widi Yarmanto (Surabaya), dan Yusro MS (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini