KEBUTUHAN yang sangat mendesak untuk pendidikan manajemen Indonesia telah menjadi fokus penelitian Bank Dunia baru-baru ini. Laporannya belum jadi, tapi konsepnya diungkapkan majalah Far Eastern Economic Review, minggu lalu. Penyebab utama kurangnya manajer Indonesia, menurut penelitian itu, ialah pendidikan manajemen yang sangat rendah, baik dalam jumlah maupun mutu. Dari mereka yang masuk ke universitas negeri, cuma 7% yang lulus sampai sarjana. Lulusan universitas swasta lebih sedikit. Program di universitas juga didominasi oleh kuliah, dan cenderung menabaikan behavioural sciences. Materi kuliah dan bahan bacaan kebanyakan diimpor, dan tidak disesuaikan dengan lingkungan. Faktor budaya yang cenderung paternalistis dan menghindarkan konflik (diskusi) juga sangat dominan. Perencanaan dan penyusunan anggaran menjadi proforma dan bersifat mekanistis. Manajemen sering dipandang sebagai "proses mengarahkan, menatalaksanakan, dan mengontrol", kurang dipandang sebagai salah satu penyusunan sasaran dan pencarian kesempatan. Pandangan manajemen sebagai fungsi kontrol sangat menonjol di lembaga pemerintah tapi, anehnya, krisis Pertamina dan Bank Bumi Daya, pada tahun 1970-an, terutama disebabkan kurang kontrol. Pengembangan manajemen di sektor swasta terpaksa mengikuti iklim - karena pemerintah adalah pembeli terbesar barang-barang dan jasa. Kemampuan perusahaan swasta untuk berurusan dengan birokrasi lebih penting daripada mengembangkan keahlian manajemen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini