EMPAT hari setelah lima bank pemerintah menurunkan suku bunga deposito 0,25%-0,50%, beberapa bank swasta tampak mengikutinya. Bank Perniagaan Indonesia, misalnya, sejak 12 Mei lalu telah menurunkan suku bunga deposito setahun menjadi 19%, tadinya 20%. Tapi penurunan suku bunga itu tampaknya tak mengendurkan semangat para pemilik uang mendepositokan uangnya di bank, terutama untuk jangka sebulan dan tiga bulan, dengan tingkat bunga setahun 17%-17,5%. Menurut sumber resmi BI, penurunan suku bunga itu disebabkan pengerahan dana dari masyarakat dianggap, "Sudah cukup menggembirakan." Alasan lain ialah untuk memperlancar arus kredit investasi yang suku bunganya sampai sekarang masih tinggi: rata-rata 24%-25% setahun. Kalangan swasta di Indonesia masih suka meminjam dari luar negeri, karena suku bunga yang lebih rendah, dan prosesnya yang lebih cepat. Bunga pinjaman antarbank di Singapura (Sibor) berkisar antara 10% dan 14% sedangkan syarat penyertaan modal bagi peminjam cukup 10%. Di sini sampai 35% dari jumlah pinjaman. Daya tarik kredit luar negeri, sekalipun tanpa ada garansi dari BI, diperkirakan akan tetap kuat. Tahun 1981, pinjaman swasta itu berjumlah US$ 19,3 milyar, dua tahun kemudian menjadi US$ 27,3 milyar, dan tahun 1985 diperkirakan akan mencapai US$ 34,2 milyar. Bank Dunia dalam laporan 1984 mengingatkan, jumlah pinjaman swasta dari luar negeri itu perlu dijaga agar tak keluar dari "batas-batas yang wajar," dan "disalurkan untuk proyek-proyek yang bisa memperkuat posisi neraca pembayaran pemerintah." Tentang bunga deposito, Bank Dunia beranggapan, kecil sekali selisih tingkat bunga untuk deposito berjangka yang tiga bulan dengan setahun. Akibatnya, demikian Bank Dunia struktur deposito perbankan menjadi pendek, dan mengurangi hasrat pemilik uang untuk membeli obligasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini