BANK-bank utama AS, yang dipelopori Chase Manhattan Bank, menaikkan lagi suku bunga pinjaman nasabah utama (prime rate) dari 12%, menjadi 12%, sejak pekan lalu. Kenaikan itu untuk ketiga kalinya dalam tempo tujuh minggu terakhir. Pihak pemerintah AS mengecam kenaikan itu dan meminta Federal Reserve Bank menambah suplai uang -- asalkan tidak sampai menyebabkan inflasi. Suplai uang sekarang ini sudah berada pada titik terendah (M-1). Tetapi kecaman pemerintah itu tampaknya tidak diladeni. "Dalam beberapa minggu lagi besar kemungkinan suku bunga akan naik lagi menjadi 13%," kata ekonom dari Crocker National Bank (AS). Akibat kenaikan suku bunga pinjaman, terlihat bahwa kurs dolar di bursa valuta asing meningkat. Negara-negara Amerika Latin, yang dililit utang USS 360 milyar, juga memprotes keras. Dengan bunga pinjaman 1% di atas prime rate 10% (sampai Februari lalu) saja, mereka sudah kewalahan. Kenaikan 1% saja menambah beban bunga mereka sekitar US$ 500 juta per tahun. Bagi pinjaman besar Indonesia, yang ditandatangani Gubernur Bank Indonesia Arifin Siregar, April lalu, kenaikan itu belum berpengaruh. Indonesia meminjam US$ 750 juta sebagian berasal dari bank-bank AS dengan bunga 0,2% di atas prime rate, yang berlaku sejak 1989. Namun, "Kalau prime rate itu naik sampai 18% (pernah sampai 21%)," kata seorang pejabat Bank Indonesia, "tentu bunga deposito di sana akan mencapai 15%, dan ada bahaya para pemilik uang di sini melarikan deposito ke sana".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini