Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Indofarma di Ambang Pernikahan

Grup Nutricia, Belanda, berminat menguasai 51 persen saham Indofarma. Namun, pemerintah masih lirik kiri-kanan.

25 November 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBARAT mempersiapkan sebuah perkawinan, Nutricia dan Indofarma sekarang ini sedang menjalani proses lamar-melamar. Nutricia telah menyatakan minatnya membeli saham pemerintah Indonesia di perusahaan obat Indonesia itu. Memang masih belum jelas apakah perusahaan Belanda itu sendiri yang akan menggandeng Indofarma atau melalui Sari Husada, anak perusahaannya. Yang jelas, pekan ini direksi Indofarma gantian berkunjung ke Negeri Kincir Angin tersebut. Elvira Luykx, juru bicara Royal Numico NV, induk usaha Nutricia International BV, membenarkan bahwa Nutricia memang sudah mengutarakan niatnya melamar Indofarma kepada pemerintah. Namun, pemerintah agaknya masih melirik kanan-kiri untuk mendapatkan "mempelai" yang berani menyodorkan harga yang lebih bagus. Seperti diungkapkan Sekretaris Perusahaan Indofarma, Sudibyo, Nutricia hanyalah salah satu calon pembeli Indofarma. Selain Nutricia, katanya, ada perusahaan dalam negeri serta perusahaan obat dari Cina dan Australia yang berminat membeli Indofarma. "Semua masih berpeluang," kata Sudibyo. Nutricia sendiri sudah mengajukan syarat untuk membeli saham Indofarma. Menurut Presiden Komisaris Sari Husada, Johnny Widjaja, Nutricia akan masuk jika pemerintah memberikan jaminan bahwa mereka bisa menguasai 51 persen saham Indofarma. "Jika tidak ada jaminan, kami akan menarik diri," katanya. Saat ini pemerintah menguasai 80,73 persen saham Indofarma. Sisanya dimiliki publik. Sebelumnya, pemerintah berencana menjual 10-49 persen sahamnya pada Oktober lalu. Namun, kondisi pasar modal dan iklim investasi di Indonesia agaknya tak terlalu bagus, sehingga penjualannya ditunda. Sampai kini, masih belum jelas kapan saham Indofarma akan dijual. Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi menolak mengungkapkan hal itu. "Nanti, kalau sudah pasti, akan saya umumkan," katanya. Meski calon pengantin Indofarma belum diputuskan, pemerintah agaknya bisa lega karena kemungkinan besar uang bakal dikantongi awal tahun ini. Dengan harga saham sekarang Rp 200 per lembar, pemerintah bisa men-dapatkan Rp 300 miliar atau sekitar Rp 350-400 miliar jika ditambah premium atas kontrol perusahaan?tentu saja dengan catatan jika semua proses penjualan berjalan lancar. Bagaimana dengan Indofarma sendiri? Sampai Juni lalu, kinerja Indofarma sebenarnya justru sedang dalam kondisi mengkhawatirkan. Penjualannya cuma di bawah Rp 200 miliar, sementara manajemen menargetkan penjualan pada tahun ini mencapai Rp 625 miliar. Kinerja sahamnya pun tak terlalu bagus. Ketika masuk bursa Jakarta pada Maret lalu, saham Indofarma dilepas dengan harga Rp 250 per lembar, sedangkan pada penutupan Kamis pekan lalu harganya Rp 200 atau turun sekitar 25 persen. Namun, Sudibyo tak sepakat bila perusahaannya dinilai mengkhawatirkan. Menurut dia, ada sejumlah faktor yang menyebabkan target perusahaan tidak tercapai. Di antaranya desentralisasi. Selama ini, 80 persen produk Indofarma adalah obat yang harus dibeli dengan resep (ethical) dan sebagian besar lagi adalah obat generik yang dijual ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Sebelum tahun 2001, pemerintah pusatlah yang melakukan belanja obat untuk puskesmas di seluruh Indonesia. Namun, sejak tahun ini, belanja obat diserahkan ke daerah masing-masing. "Jadi, kita sama-sama masih belajar mengenai sistem yang baru ini," katanya. Hal itu dibenarkan Danny Mulyawan dari Trimegah Sekuritas. Danny mengakui bahwa dia sempat pesimistis ketika membaca laporan keuangan per Juni 2001. Tapi, setelah melihat kinerja Indofarma per September 2001, Danny mengatakan, "Perusahaan ini sudah on the right track." Per September itu, penjualan Indofarma sudah mencapai Rp 390 miliar, sedangkan laba bersihnya Rp 90 miliar. Utang Indofarma pun bisa dibilang sangat kecil. Sementara itu, pangsa pasarnya di obat generik mencapai 50 persen. Jadi, dengan net profit margin 23,11 persen, siapa pun yang akan menguasai Indofarma bakal mendapatkan perusahaan yang tergolong bagus. Memang Indofarma masih akan menghadapi masalah bahan baku?90 persen masih diimpor. Dengan komposisi obat ethical sampai 80 persen, ketergantungan Indofarma pada bahan baku impor masih tinggi. Ini akan merepotkan terutama ketika nilai tukar rupiah masih terus melemah seperti sekarang. Di sisi lain, harga obat generik ditentukan oleh pemerintah. Mei lalu, pemerintah menetapkan harga obat generik naik 20 persen, padahal mestinya kenaikannya bisa sampai 45 persen. Tapi Indofarma sudah punya jawabannya. "Kami akan mengubah komposisi produksi kami menjadi 60 : 40 (ethical : generik). Dengan begitu, kita bisa mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor," kata Sudibyo. Nah, apakah itu akan membuat Indofarma semakin memikat? M. Taufiqurohman, Purwani Diyah Prabandari, Rommy Fibri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus