KISAH sukses pembangunan ekonoml Indonesia disajikan dalam
delapan halaman. Majalah berita mingguan Time memuat artikel
sponsor itu sebagai Advertiserment, iklan, dalam edisi 21
Agustus 1978 untuk sirkulasinya di Asia yang dicetak di Tokyo.
Sebagaimana terbaca edisi itu di Jakarta, iklan yang bernama
Focus on Indonesia ini dipasangnya di antara halaman 28 (rubrik
Energi) dan 29 (Ekonomi-Bisnis), yaitu persis di bagian tengah
majalah itu.
Time beredar luas di dunia dengan oplah 5 juta lebih yang
dicetak di banyak tempat, dengan tanggal berlainan untuk kawasan
tertentu. Edisi 21 Agustus itu yang memakai Laporan Utama
mengenai Agama -- In Search of a Pope, misalnya, beredar di
Amerika Serikat dengan tanggal 14 Agustus. Redaksinya berpusat
di Manhattan, New York. Isi halaman beritanya sebagian besar
serupa untuk seluruh edisinya. Jikaada sedikit berbeda, ini
dijumpai dalam edisi domestik dan edisi internasionalnya. Tapi
isi halaman iklannya bisa banyak berbeda dari satu ke lain
tempat peredarannya. Maka iklannya yang kita baca di Indonesia
atau Malaysia, umpamanya, belum berarti juga beredar di Jepang
atau di negara Asia lainnya walaupun edisinya tertanggal sama.
Dipikul Bersama
Ternyata iklan Indonesia itu, menurut PT Selindo Multi-Marketing
& Advertising, dimuat Time seluruhnya dalam 692.000 eksemplar
saja. Perincian peredarannya di AS 300.000, Eropa 244.000,
Jepang 58.000 dan Asia Tenggara 90.000 (termasuk Indonesia 11.
000). Selain itu, diterbitkannya 10.000 eksemplar yang khusus
memuat artikel sponsor itu dengan cover bergambar Garuda,
lambang RI, dengan tulisan Time di atasnya. Lembaran khusus ini
diedarkan oleh Departemen Penerangan untuk para pejabat tinggi.
Deppen tidak membayar satu sen pun untuk itu. Biaya iklan itu
dipikul bersama oleh sejumlah perusahaan swasta dan asosiasi
usaha sejenis. Karena nama kontributor masing-masing disebut,
maka iklan itu sekaligus merupakan promosi untuk mereka. Tidak
kurang hebatnya promosi itu mungkin dinikmati oleh PT Selindo
yang secara terpisah menyusun dan mengerjakan iklan itu untuk
Deppen.
Berapa biayanya? PT Selindo sendiri, seperti diakui pimpinannya,
menerima bersih komisi 15% dari semua ongkos (produksi dan
penempatan) yang US$ 182.000. Berarti, biaya keseluruhannya: ($
27.300 plus $ 182. 000) $ 209.300 yang dibebankan pada para
penyumbang. Bahwa beberapa perincian pembayaran untuk produksi
(oleh PT Selindo) dan penempatannya (di Time), tidaklah jelas.
Biro iklan biasanya membebankan biaya penempatan riil (sesudah
dipotong rabat sekitar 20% dari media) dan ongkos produksi
(penulisan, disain dan layout dan sebagainya) pada klien.
Kemudian biro iklan mengutip pula dari klien sekian prosen
komisi dari keseluruhan biaya produksi dan penempatannya.
Demikian praktek yang lazim di dunia bisnis periklanan. Tingkat
komisi 15% yang dipungut PT Selindo itu termasuk rendah,
walaupun dari order besar seperti untuk Deppen ini ia bisa
meraih $ 27.300 (Rp 11,3 juta lebih). Tapi biro iklan biasanya
kecipratan rezeki juga dari kalkulasi produksinya.
Perlu Penulisan Kembali
Khusus iklan untuk Deppen ini, PT Selindo mengerjakan seluruh
produksinya di Jakarta. Kemudian ia mengirim bahan filmnya untuk
Time. Jadi, majalah itu tinggal memuat saja seperti adanya bahan
film itu yang dipakai oleh para pencetaknya.
Bagi mata para redaktur di New York iklan untuk Deppen itu
mungkin memerlukan rewriting, penulisan kembali. Sebab bahasanya
masih kurang bergaya, tidak lincah. Penulisannya masih mendatar
saja. Bagi mata pembaca awam, iklan itu minimal memerlukan
editing, perbaikan sana-sini. Misalnya, penulisnya menyebut
Pertamina tapi tanpa menjelaskan bahwa itu adalah perusahaan
minyak milik negara. Dianggapnya semua pembaca non-Indonesia
sudah paham. Juga misalnya disebut bahwa sebagian besar (65%
lebih) orang Indonesia berdiam di Jawa dan Madura, dan bahwa ada
masalah penduduk di negara ini. Tapi pembacanya dibiarkan
bertanya: Berapa sih penduduk Indonesia?
Artikel sponsor ini dibuka dengan kutipan langsung (agak
panjang) dari Wakil Presiden AS, Walter Mondale tentang
pentingnya kerjasama kedua bangsa dan kekagumannya pada kemajuan
ekonomi Indonesia. Kunci pembuka seperti itu lemah, tapi mungkin
tepat bila perhatian Amerika terutama sekali yang hendak dicapai
artikel tersebut. Jelas pesannya, walaupun diterbitkan oleh
suatu majalah Amerika, juga banyak beredar di Eropa, Jepang dan
Asia Tenggara. Jadi, tujuannya bukanlah Amerika saja.
Akhirnya, menarik sekali bahwa sebelum nomor ini, tangan sensor
di Jakarta menjamah edisi Time 14 Agustus. Cat hitam dilekatkan
pada satu halamannya yang memuat cerita Indonesia, hingga tidak
bisa dibaca. Tentu isinya negatif, menurut kacamata sensor.
Bahwa satu minggu kemudian iklan itu muncul, tentu karena sudah
dijadwalkan jauh hari sebelumnya. Toh cerita tentang Indonesia
satu minggu sebelum itu, jika benar negatif, mungkin membuat
iklan tadi kurang efektif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini