Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Harga Pangan Pemicu Inflasi Tinggi

Harga pangan kembali menjadi pemicu inflasi tahunan pada Maret 2024. Didorong kenaikan harga daging, telur ayam, dan beras.

 

2 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Beras di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, 11 Maret 2024. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Badan Pusat Statistik, kemarin, 1 April 2024, mencatat harga daging, telur ayam ras, serta beras menjadi penyumbang tertinggi inflasi.

  • Kenaikan harga pangan lumrah terjadi menjelang Idul Fitri. Tapi inflasi kali ini lebih tinggi dari Ramadan sebelumnya.

  • Pemerintah terus berupaya memitigasi risiko gejolak harga pada masa Ramadan dan menjaga inflasi.

SEJUMLAH komoditas pangan kembali menjadi pemicu inflasi tahunan pada Maret 2024. Badan Pusat Statistik, kemarin, 1 April 2024, mencatat harga pangan seperti daging, telur ayam ras, serta beras menjadi penyumbang tertinggi inflasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap bulan BPS mengeluarkan data inflasi dengan memantau perkembangan harga. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 150 kabupaten/kota, secara umum harga berbagai komoditas meningkat selama Ramadan.

Tingkat inflasi tahunan (year on year) pada Maret 2024 sebesar 3,05 persen. “Pengeluaran kelompok makanan memberi andil inflasi sebesar 2,09 persen terhadap inflasi umum,” kata pelaksana tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Secara bulanan, komoditas pangan juga memberi sumbangan kenaikan inflasi yang tinggi. Dari inflasi 0,52 persen secara bulanan pada Maret 2024, kenaikan harga bahan pokok menyumbang sebesar 0,41 persennya. Beras, telur ayam, dan daging ayam ras masing-masing menyumbang inflasi sebesar 0,09 persen. Sementara itu, cabai rawit dan bawang putih masing-masing menyumbang 0,02 persen.

Masyarakat saat ini tengah menghadapi kenaikan harga pangan secara signifikan. Data BPS juga memaparkan inflasi pangan bergejolak (volatile food) bergerak meningkat menjadi 10,33 persen (yoy) pada Maret 2024, dari 8,47 persen (yoy) pada Februari 2024. Komoditas yang dominan memberi andil inflasi pada komponen harga bergejolak adalah beras, daging ayam ras, cabai merah, telur ayam ras, bawang putih, dan tomat.

Warga membeli bahan kebutuhan pokok di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, 11 Maret 2024. TEMPO/Prima Mulia


Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kenaikan harga pangan memang lumrah menjelang Idul Fitri. “Tapi inflasi kali ini lebih tinggi dibanding pada Ramadan sebelumnya,” katanya saat dihubungi kemarin. Berdasarkan data, terjadi peningkatan indeks harga konsumen dari 102,99 pada Maret 2023 menjadi 106,13 pada Maret 2024.

Harga beras terus melonjak berturut-turut bahkan sejak tahun lalu. Kenaikan harga yang terjadi pada tahun ini diperkirakan akibat naiknya kebutuhan pada masa pemilihan umum. Namun Faisal yakin harga beras mulai turun pada bulan ini. Penurunan ini disebabkan oleh bertambahnya stok serta panen raya yang akan mengalami puncaknya.

Pemerintah terus berupaya memitigasi risiko gejolak harga pada masa Ramadan dan menjaga inflasi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan stabilisasi harga pangan dilakukan dengan menjaga kecukupan stok domestik dan keterjangkauan harga. Di antaranya melalui operasi pasar dan pasar murah, percepatan pengadaan impor, pelonggaran harga eceran tertinggi beras, dan penyaluran beras SPHP.

Inflasi pasca-hari raya keagamaan diharapkan dapat melandai seiring dengan koreksi harga dan dukungan kebijakan stabilisasi harga pangan. “Hal ini secara konsisten dilakukan pemerintah,” kata Febrio kemarin seperti dikutip Antara.

BPS mencatat lonjakan harga beras secara signifikan mulai terjadi pada September 2023. Kala itu terjadi El Nino dan pembatasan ekspor beras di pasar global oleh beberapa negara lain. Harga beras terus merangkak hingga saat ini meski harga gabah di tingkat petani turun.

Menurut data BPS, gabah kering panen dan gabah kering giling di tingkat petani selama Ramadan turun 7,24 dan 5,47 persen secara bulanan. Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (KIBAR) Syaiful Bahari mengatakan cuaca ekstrem pada Februari lalu menjadi penyebabnya. Akibat banjir, banyak lahan pertanian yang terkena dampak. “Kualitas gabahnya jelek atau menurun, rendemennya tidak bagus,” ujarnya.

Rendemen padi adalah persentase dari berat beras yang dihasilkan dari penggilingan gabah atau padi yang digiling. Syaiful menerangkan, rendemen turun, biaya produksi penggilingannya jadi membesar. Itulah yang menyebabkan harga di tingkat penggilingan tidak turun. Harga beras lokal yang umumnya adalah beras medium akhirnya naik.

Sejak awal tahun terjadi banjir besar di sejumlah lokasi panen padi. Laporan Tempo menemukan beberapa titik sawah terendam, seperti di Kabupaten Demak, Jawa Tengah; Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan; dan Jawa Timur.

Petani menyelamatkan padi yang terendam banjir di area persawahan Desa Temuroso, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 20 Maret 2024. TEMPO/Budi Purwanto

Muhaimin, seorang petani padi asal Desa Cangkring Rembang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mengaku harga padi yang terkena dampak banjir anjlok. Sebagian padi siap panen yang masih bisa diselamatkan hanya laku dijual setengah dari harga biasa.

Selain itu, Syaiful mengatakan, meski pemerintah mematok harga tinggi gabah di tingkat petani, harga pokok produksi masih tetap tinggi. Karena itu pemerintah perlu segera mengatur produksi, seperti menjamin ketersediaan pupuk murah dan komponen produksi lainnya.

Menurut Syaiful, untuk menjaga stok, pemerintah perlu mendorong Bulog menyerap padi di tingkat petani. Selain itu, menurut dia, pembentukan harga beras nasional harus terjadi saat panen raya dengan penyaluran yang tidak hanya di pasar induk, tapi juga ke pasar di daerah. Dia mengatakan selama ini mayoritas beras ditampung di pasar induk. Hal ini yang menyebabkan alur distribusi menjadi panjang. “Perlu dijaga agar setelah panen raya harga tetap stabil dan stok tetap aman,” katanya.

Meski panen raya sudah dekat, produksi beras diprediksi turun. Februari lalu, BPS mencatat produksi beras berpotensi kembali turun. Sebelumnya, jumlah produksi beras pada periode Januari-April 2023 mencapai 12,98 juta ton. Namun prediksi BPS untuk produksi beras Januari-April 2024 hanya sebesar 10,71 juta ton atau turun 17,52 persen.

“Penurunan produksi beras merupakan konsekuensi dari penurunan luas panen padi dan produksi padi yang terkena dampak El Nino," ujar Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Habibullah.

Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan salah satu cara menstabilkan harga beras yang dilakukan pemerintah saat ini adalah penyaluran bantuan sosial. Arief menyatakan realisasi bansos beras per 29 Maret 2024 mencapai 95,41 persen. 

Total volume bantuan yang telah digelontorkan sebesar 629 ribu ton. "Realisasi tahap pertama 2024 ini diharapkan mampu menekan inflasi," ujarnya.

Arief tidak menjawab pertanyaan Tempo soal upaya lain dalam mengatasi tingginya harga dan kecukupan beras. Namun, sebelumnya, ia memaparkan pemerintah akan tetap menjaga stok cadangan pangan minimal 1,2 juta ton selama Ramadan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Desty Lutfiani dan Jamal A Nashr berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus