Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BULAN puasa makin dekat. Tapi omzet kios Hasan Basri menjelang ”bulan laris” ini tak semoncer biasanya. Ia hanya mendapat untung Rp 100 ribu per hari. Padahal, menjelang puasa tahun lalu, keuntungan hariannya rata-rata Rp 225 ribu.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia untuk Wilayah DKI Jakarta ini tahu pasti biang keroknya: daya beli masyarakat yang menurun, setelah kenaikan harga bahan bakar minyak akhir Mei lalu.
Sejak harga minyak naik tiga bulan lalu, daya beli rata-rata masyarakat memang langsung melorot. Kala itu inflasi langsung menembus angka dua digit dan terus membesar (lihat infografis). Menurut Badan Pusat Statistik awal bulan ini, inflasi tahunan tertinggi sepanjang 2008 (Juli) mencapai 11,9 persen.
Tak perlu terlalu berharap angka inflasi itu bakal turun dalam beberapa bulan ke depan. Sungguhpun Bank Indonesia memprioritaskan pengendalian inflasi hingga kembali turun ke satu digit, angkanya bisa tetap manteng pada kisaran 11,5-12,5 persen hingga akhir tahun.
Soalnya, beberapa hari besar keagamaan sudah di depan mata. Selain bulan puasa, ada Lebaran dan Natal serta tahun baru. Biasanya pada saat-saat itu permintaan barang, khususnya bahan pokok, meningkat. Menjelang Lebaran, misalnya, kenaikan permintaannya mencapai 15-25 persen.
Harga barang bakal naik akibat kenaikan permintaan ini. Daya beli pun makin turun. Mengantisipasi masalah ini, pemerintah mengaku sudah menyiapkan jurus peredam. Kenaikan harga kebutuhan pokok dipatok maksimal 10 persen. Caranya, pemerintah mengintensifkan inspeksi mendadak di pasar-pasar. ”Jika ditemukan kenaikan harga lewat dari itu (10 persen), akan kita tertibkan,” ujar Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.
Departemen Perdagangan menghitung, kenaikan harga maksimal 10 persen sudah cukup aman. Soalnya, kenaikan harga akibat faktor psikologis ini paling banter 5 persen. ”Asal tidak ada lagi kenaikan harga bahan bakar minyak,” kata Direktur Bina Usaha dan Distribusi Departemen Perdagangan Gunaryo.
Justru pada harga minyak itu masalahnya. Belakangan memang harga minyak mentah dunia turun kembali. Ini membikin harga komoditas pangan yang sebelumnya ikut terseret ke atas, seperti minyak sawit mentah dan gandum, kembali melorot. Namun lonjakan harga komoditas ini masih bisa terjadi. ”Karena harga minyak mentah yang dikendalikan spekulan tetap berpotensi untuk naik,” kata Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia Thomas Darmawan.
Banyak faktor pemicu kenaikan harga minyak mentah itu. Di antaranya musim dingin di belahan utara dan hari Natal serta tahun baru.
Lonjakan harga minyak mentah ini pula yang membikin ekonom tak yakin dengan target pemerintah untuk mematok laju inflasi selama 2009 sebesar 6,5 persen. Ini angka yang terlalu optimistis. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Aviliani, memperkirakan inflasi 12 persen hingga akhir tahun ini tidak akan anjlok hingga jadi separuhnya pada 2009. Meski harga minyak mentah belakangan turun, ”Who knows apa yang akan terjadi tahun depan?” ujarnya.
R.R. Ariyani, Eko Nopiansyah
Inflasi Tahun 2008 (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo