Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#FF9900>Kelapa Sawit</font><br />Tanam Dulu, Untung Belakangan

Kelapa sawit tetap sensual meski harganya jatuh. Ekspansif di belahan timur Indonesia.

25 Agustus 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA purnama sudah kabar itu menghantui lantai bursa Jakarta. Puncaknya pekan lalu, ketika harga minyak sawit mentah di pasar komoditas Rotterdam, nun di Belanda, tinggal US$ 812 (sekitar Rp 7,31 juta) per ton.

Itu harga terendah minyak nabati ini sepanjang 2008. Padahal, lima bulan lalu, harga komoditas ekspor andalan Indonesia ini hampir dua kalinya.

Gara-garanya, tentu saja harga minyak mentah dunia yang terjun bebas. Pekan lalu harga bahan bakar fosil itu tinggal US$ 115 per barel, dari sebelumnya US$ 150 per barel. Nah, karena harga emas hitam ini sudah turun, Eropa mengalihkan kembali bahan bakarnya dari biodiesel, yang bahan bakunya dari minyak sawit, ke bahan bakar fosil. Sementara sebelumnya benua ini mengkonsumsi biodiesel 15 persen dari kebutuhan energinya, kini tinggal 10 persen.

”Kalau harganya terus turun jauh di bawah US$ 1.000 per ton, itu bisa bahaya,” kata Ketua Gabungan Peng­usaha Kelapa Sawit Indonesia Akma­luddin Hasibuan. Toh, Chaerul Tanjung, konglomerat pemilik Para Group, menganggap sepi peringatan itu.

Para Group—yang semula bergerak di bidang media dan keuangan—baru saja membuka 60 ribu hektare kebun sawitnya di Melak, Kalimantan Timur. Perusahaan ini membabat alas lahan di sana tahun lalu dan kini sedang melakukan pembibitan tanaman sawit. Masih lima tahunan lagi sawit mereka bisa dipanen. ”Sawit tetap menjanjikan di masa mendatang,” ujar Chaerul.

Sekarang pun bisnis minyak sawit masih menguntungkan. Sofyan Panigoro, Direktur Utama PT Medco Agro, mengaku penurunan harga itu sama sekali tak mengganggu kinerja perusahaannya.

Inilah matematikanya. Pada harga minyak mentah dunia US$ 100 per barel, harga crude palm oil diperkirakan masih bertengger pada US$ 700 per ton. Setelah dikurangi ongkos produksi dan segala tetek-bengeknya, kata pemimpin PT Rajawali Group, Daryoto Setiawan, ”Masih tetap ada sedikit keuntungan di harga ini.”

Daryoto pun tak yakin harga minyak sawit mentah bakal anjlok ke angka US$ 700 per ton. Sebaliknya, ia optimistis tak lama lagi harga komoditas ini kembali membaik.

Analis BNI Securities, Asti Pohan, memperkirakan penurunan harga minyak sawit mentah memang akan tertahan di level US$ 800-an per ton. Ada sejumlah faktor yang membikin harganya tak terjun bebas, di antaranya perayaan keagamaan di India dan hari besar Islam. ”Hari besar Islam akan mendongkrak permintaan komoditas ini dua bulan mendatang,” ujarnya.

Harga minyak sawit juga bakal makin kinclong dalam jangka panjang. Ini karena konsumsi minyak nabati dunia yang terus naik sejak 2005. Tahun lalu saja, konsumsinya mencapai sekitar 250 juta ton. Kenaikan ini didorong krisis energi yang memaksa pengalihan sumber energi ke sumber yang terbarukan. ”Di sinilah crude palm oil memegang peran penting,” ujar Sofyan.

Begitulah. Menurut Asti, sensualitas jangka panjang dalam bisnis kelapa sawit memang bertolak dari kebutuhan konsumsi minyak ini yang terus me­ni­ng­kat. Maklum, minyak ini menja­di sumber utama energi terbarukan. ”Ting­kat keekonomiannya juga lebih baik dibanding minyak nabati lain, seperti kedelai dan bunga matahari,” katanya.

Berbekal pertimbangan itulah, perusahaan-perusahaan baru tetap meng­geber perluasan kebun sawitnya.­ Para Group, misalnya, sudah menurunkan­ tim khusus untuk menyurvei lahan ­tambahan. ”Kini kami sedang menjajaki­ beberapa tempat,” kata Chaerul.

Medco Agro malah lebih maju. Di Kumai dan Sukamandang, Kalimantan Tengah, perusahaan milik keluarga Panigoro ini memiliki 12 ribu hektare kebun sawit yang telah berproduksi. Tahun lalu kas perusahaan bertambah tak kurang dari US$ 2,5 juta berkat tandan dari kebun itu. Nah, untuk memperbesar skala produksinya, per­usahaan itu sudah membangun pabrik pengolah sawit di kawasan kebun sawit rakyat yang belum memiliki pabrik sendiri. Di Lampung, misalnya, awal tahun depan pabrik-pabrik mereka segera beroperasi.

Mereka juga mengincar beberapa perkebunan lama. ”Maunya akuisisi. Tapi mana ada yang mau jual di saat seperti ini,” kata Sofyan.

Di Tapanuli, Bengkulu, Lampung, dan Papua, Medco sudah akan menancapkan kukunya sebelum tutup buku tahun ini. Di Manokwari, Papua, 20 ribu hektare tanah menanti ditanami sawit. Kecuali analisis mengenai dampak lingkungan, semua izin untuk membuka kebun itu telah berada dalam tas Sofyan.

Untuk membangun kebun di Papua, Sofyan memperkirakan bakal perlu uang sekitar Rp 700 miliar. Itu belum termasuk biaya untuk membangun pa­brik. Asal tahu, harga satu mesin sawit berkapasitas 30 ton saja sekitar US$ 5 juta. Selain dari kocek perusahaan, ”Ada satu-dua bank yang sudah siap mengongkosi,” ujar Sofyan.

Papua memang mempesona per­usahaan minyak sawit. Rajawali—yang memiliki kebun sawit 40 ribu hektare di Kalimantan Timur dan Selatan—juga telah mengantongi izin untuk membuka kebun sawit seluas 26 ribu hektare di Kabupaten Keerom, Papua.

Sayangnya, tak mudah bagi Rajawali membuka kebun baru di Papua. Daryoto mengakui mereka menghadapi masalah infrastruktur, seperti akses transportasi di provinsi tersebut yang sangat minim. Tenaga kerja juga susah didapat. ”Soal-soal ini perlu dipikir matang dulu, karena bisa menyumbang ongkos produksi besar,” ujarnya. ”Belum lagi potensi masalah dalam pembebasan tanah adat yang sering menuai soal,” dia menambahkan.

Papua juga memikat pemodal asing. Sebulan lalu, seorang juragan minyak asal Qatar menawarkan modal via Departemen Pertanian untuk ditanam di komoditas ini. Grup Binladin dari Arab Saudi juga menyanggupi investasi senilai Rp 39 triliun untuk membiayai Merauke Integrated Food and Energy Forum. Sebagian besar investasi itu untuk ditanam di industri sawit.

Muchamad Nafi

Harga Minyak Sawit Mentah Tertinggi Setiap Bulan (US$/Ton)

  • 995 (2 Januari)
  • 1.135 (14 Januari)
  • 1.340 (29 Februari)
  • 1.407,5 (3 Maret)
  • 1.245 (15 April)
  • 1.327,5 (22 Mei)
  • 1.232,5 (16 Juni)
  • 1.205 (7 Juli)
  • 1.000 (1 Agustus)

    Sumber: Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

    Luas Kebun Sawit dan Produksi Minyak Sawit Indonesia

    Sumber: Indocommercial

    TahunLuas (Hektare)Tandan Buah Segar*CPO*
    20003.769.60937.527.2337.580.501
    20013.974.33739.646.2247.968.891
    20024.116.64640.183.2079.024.000
    20034.819.86748.921.65010.958.450
    20045.675.43058.519.35910.830.389
    20056.125.43081.927.10314.071.615
    20066.594.91494.216.16817.350.848
    20076.611.61495.158.33017.373.202
    2008*7.300.00018.000.000

    *Perkiraan beberapa sumber

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus