Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan mengambil langkah untuk menekan ekspor minyak mentah untuk diolah di dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahlil mengatakan, sebagian minyak yang bagus saat ini diekspor ke luar negeri. Pada saat yang sama Indonesia juga melakukan impor minyak dengan spesifikasi yang berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau ada minyak yang bagus, kemudian kita kirim ke luar negeri, baru kita beli lagi dari luar negeri masuk ke dalam. Ya ngapain? Olah saja dalam negeri," katanya saat ditemui di Jakarta Kamis, 30 Januari 2025.
Pertamina, kata Bahlil, saat ini sudah mau membeli dan pabriknya dalam tahap desain. Namun ketika ditanya mengenai persentase kesiapan Pertamina, Bahlil belum mengetahui lebih detail. "Refinery-nya sudah didesain untuk kemudian bisa membeli crude yang selama ini kita ekspor," ujarnya. "Nanti saya cek," ujarnya.
Institute for Essential Services Reform (IESR) merespons langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengurangi ekspor minyak mentah atau crude oil agar diolah di kilang dalam negeri. IESR menyarankan pemerintah mengkaji lagi langkah tersebut karena ada potensi skema ekspor bisa lebih menguntungkan dari segi surplus devisa.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, minyak Indonesia berkualitas bagus, karena itu skema ekspor lebih menguntungkan. Sedangkan Indonesia juga bisa mengimpor untuk kebutuhan dalam negeri. “Minyak Indonesia tuh lebih menguntungkan kalau diekspor,” ujarnya saat dihubungi dikutip Kamis, 30 Januari 2025.
Dengan mengandalkan ekspor minyak mentah, kemudian mengimpor bahan yang lebih murah dari luar negeri, menurut Fabby bakal meningkatkan peluang penerimaan devisa negara. “Karena kalau diekspor bakal lebih mahal, lalu kita impor minyak dengan spesifikasi yang lebih rendah untuk diolah di kilang kita,” katanya.
Menurutnya juga, pemerintah perlu mempertimbangkan kemampuan kilang nasional mengolah minyak mentah yang membutuhkan jenis kilang lebih spesifik.”Mungkin saja dilakukan sepanjang kilang Pertamina bisa menerima minyak yang diproduksi dari lapangan. Jangan salah, kilang itu dibuat untuk memproses minyak dengan spesifikasi tertentu,” ujarnya.