Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memasukkan komoditas bibit anak ayam usia sehari (day old chick/DOC) ras pedaging dalam Peraturan Menteri Perdagangan terbaru yang mengatur harga acuan bahan pangan pokok. Aturan itu dinilai pelaku usaha dapat memberi efek psikologis ke pasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Achmad Dawami mengatakan kendati telah dimasukkan dalam daftar harga cuan bahan pangan pokok dan penting, harga DOC ke depannya bakal tetap dipengaruhi oleh kondisi pasokan dan permintaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menambahkan, sifat DOC yang merupakan barang hidup membuat harga komoditas ini amat dipengaruhi oleh stabilitas pakan. Oleh karena itu, dia mengharapkan pemerintah dapat menjaga stabilitas bahan baku yang mendukung usaha pemeliharaan bibit ayam.
"Kami mengharapkan pemerintah dapat menjaga stabilitas bahan baku yang tersedia dengan cukup dan terjangkau juga, seperti jagung. Dengan demikian harga bisa sesuai dengan acuan," kata Dawami ketika dihubungi Bisnis, Kamis 13 Februari 2020.
Selain itu, Dawami pun mengharapkan rentang harga yang tercantum dalam acuan tidak menjadi standar baku yang harus diikuti. Pasalnya, harga DOC pun amat tergantung dengan kondisi pasokan dan permintaan.
Dia memberi contoh kondisi harga DOC yang saat ini berkisar di angka Rp4.000 per ekor. Harga tersebut berada di bawah batas terendah harga acuan dalam Permendag Nomor 7 Tahun 2020 yang menyebutkan harga batas bawah penjualan ke peternak adalah sebesar Rp5.000 per ekor.
Dawami mengemukakan bahwa fluktuasi tersebut merupakan cermin bahwa harga amat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran.
"Jadi gini, dengan adanya Permendag ini semoga semua pemain bisa mengikuti harga tersebut. Di daerah-daerah tertentu harga acuan bisa lebih sedikit, tidak masalah, namun jangan terlalu ekstrem. Karena kalau harga kurang pun, tidak ada proteksi yang bisa dilakukan," ujarnya.
Rentang harga yang dipatok di kisaran Rp5.000 sampai Rp6.000 untuk setiap ekor DOC pun dinilainya telah sesuai dengan kondisi ideal para produsen bibit.
Ketika harga bergerak di bawah acuan akibat permintaan yang rendah atau pasokan yang berlebih, dia menyatakan terdapat mekanisme pemangkasan populasi DOC, distribusi telur untuk program CSR, dan pengurangan jumlah induk ayam dalam usia tertentu.
"Kalau harga rutin sesuai acuan ya bagus. Namun tidak mungkin, apalagi ini usaha yang bergerak sesuai kondisi pasar. Kalau bisa jangan turun sampai hancur-hancuran dan kalau naik tidak terlalu tinggi," imbuhnya.
Kementerian Perdagangan secara resmi mengundangkan Permendag Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Aturan ini resmi menggantikan Permendag Nomor 96 Tahun 2018 yang mengatur hal serupa.
Dalam beleid terbaru, pemerintah menambahkan sejumlah komoditas baru yang diatur harga acuannya, yakni bibit ayam ras dan bibit ayam petelur.
Selain itu, pemerintah pun melakukan perubahan referensi harga pada sejumlah komoditas. Di antaranya harga jagung pipil kering dari yang sebelumnya di angka Rp4.000 per kilogram menjadi Rp4.500 per kilogram.
Harga acuan pembelian di tingkat petani untuk daging ayam ras dan telur ayam pun diubah dari Rp18.000—Rp20.000 per kilogram menjadi Rp19.000—Rp21.000 per kilogram.